Peran strategis guru tidak hanya dipandang dari kemampuan untuk mencerdaskan namun juga bertanggungjawab atas perkembangan moral peserta didik. Sementara, kehadiran tenaga kependidikan yang kompeten berperan menunjang operasional pendidikan secara lebih berkualitas.
Guru dan tenaga kependidikan (GTK) adalah ujung tombak pelaksana pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) unggulan. Keberadaan SDM unggulan diperlukan untuk mendorong kemajuan dan perkembangan potensi suatu negara yang optimal.
Kualitas GTK tentunya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Rythia Afkar, peneliti Bank Dunia (World Bank) dikutip dari CNN Indonesia mengungkapkan bahwa performa guru di Indonesia masih dapat dikatakan cukup rendah.
Rendahnya kualitas guru di Indonesia dilihat dari kompetensi serta kemampuan dalam mengajar. Terlebih learning loss yang dialami peserta didik akibat pandemi Covid-19 di Indonesia menyebabkan efektivitas kegiatan belajar mengajar hanya mencapai 40 persen.
Menanggapi permasalahan tersebut, upaya meningkatkan kualitas guru di Indonesia semakin digencarkan setiap tahunnya, utamanya dalam mengantisipasi lebih banyak lagi dampak learning loss yang ditimbulkan selama masa pandemi Covid-19.
Guru layak mengajar meningkat secara signifikan
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tiap tahunnya jumlah guru layak mengajar terus mengalami tren peningkatan. Guru layak mengajar menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 didefinisikan sebagai guru yang telah memenuhi syarat kualifikasi akademik setara Diploma IV (D4) atau Strata I (S1) maupun lebih tinggi.
Pada tahun ajaran 2020/2021 jumlah guru layak mengajar di Indonesia mencapai 2.910.955 orang dengan persentase sebesar 95,78 persen. Jumlah ini meningkat 9,6 persen bila dibandingkan secara year-on-year dari tahun ajaran sebelumnya yakni sejumlah 2.654.945 orang.
Peningkatan kelayakan mengajar pada guru yang terjadi secara signifikan ini merupakan pertanda bahwa kualitas pendidik di Indonesia semakin berkembang, meskipun belum dapat dikatakan cukup untuk mengindikasikan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Masih banyak faktor lain yang menentukan tingginya kualitas pendidikan, ketersediaan fasilitas belajar dan mengajar yang memadai, rasio murid dan guru, serta implementasi metode pengajaran secara tepat juga menjadi fokus dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Mayoritas merupakan generasi milenial
Bila menilik statistik persebaran GTK di Indonesia berdasarkan usia, mayoritas GTK berasal dari generasi milenial berusia antara 30 sampai 39 tahun dengan persentase 29,6 persen. Adapun jumlah GTK pada kelompok usia ini ialah sebanyak 995.108 orang dengan proporsi guru sebanyak 851.316 orang dan sisanya merupakan tenaga kependidikan.
Golongan GTK yang mendekati masa pensiun berada satu tingkat di bawah generasi milenial. GTK dengan kelompok usia 50 sampai 59 tahun di Indonesia saat ini berjumlah 870.694 orang dengan proporsi guru sebanyak 793.780 orang dan sisanya merupakan bagian dari tenaga kependidikan. Angka ini memenuhi 25,9 persen total jumlah GTK di Indonesia.
Di sisi lain, sekitar 0,2 persen GTK yang masih mengabdi meskipun telah melewati masa pensiun berjumlah 6.464 orang dengan proporsi guru sebanyak 4.190 orang dan sisanya merupakan tenaga kependidikan.
Keberadaan guru yang mayoritas berasal dari generasi milenial kemudian selaras dengan kebutuhan era pendidikan saat ini yang juga sedang berkembang melalui proses digitalisasi atau disebut sebagai era pendidikan 4.0.
Adapun beberapa kompetensi yang diperlukan guru untuk menyesuaikan era pendidikan 4.0 yang mulai terintegrasi sepenuhnya secara digital di antaranya kemampuan mendidik dengan basis internet of things (IoT) sebagai keterampilan dasar, mendidik murid untuk memiliki jiwa kewirausahaan, kemampuan memecahkan masalah, merancang strategi, hingga memenuhi kebutuhan psikologis peserta didik.
Meskipun dimudahkan oleh teknologi, ada beberapa peran guru yang tidak dapat digantikan oleh kehadiran teknologi yakni peran serta guru dalam mengembangkan karakter serta moral peserta didik. Guru memiliki peran sebagai fasilitator, motivator, inspirator, mentor, pengembang kreativitas serta karakter peserta didik yang memiliki empati sosial tinggi.
Proyeksi pensiun meningkat dalam 5 tahun, tantangan baru bagi dunia pendidikan Indonesia
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memproyeksikan adanya peningkatan jumlah GTK pensiun di setiap tahun. Sebanyak 316.535 orang GTK diproyeksikan pensiun oleh Kemdikbud pada tahun 2022 hingga 2026.
Puncaknya yakni pada tahun 2026, diproyeksikan sebanyak 88.296 GTK akan pensiun. Proyeksi jumlah GTK pensiun diperoleh berdasarkan perhitungan usia dari tanggal lahir masing-masing GTK.
Proyeksi ini menjadi masuk akal mengingat jumlah GTK yang akan memasuki masa pensiun menempati posisi ke-2 terbanyak di Indonesia. Untuk mengisi kekosongan akibat banyaknya GTK yang akan pensiun, pemerintah membuka rekrutmen Calon pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2021.
Hal ini kemudian menjadi tantangan baru bagi pemerintah. Proses perekrutan SDM GTK yang baru diharapkan tidak hanya untuk mengisi kekosongan jumlah tenaga pendidik. Perlu dilakukan proses penyaringan secara selektif untuk memperoleh SDM GTK berkompeten yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Momentum saat ini seharusnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menggali serta meningkatkan kompetensi para GTK, terutama bagi guru di Indonesia diharapkan bisa memperoleh lebih banyak pelatihan, pengawasan, serta pengembangan kemampuan.
Tujuannya tak lain ialah agar guru mampu menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih interaktif serta motivatif bagi peserta didik, sehingga tercipta SDM yang lebih berkembang serta berkualitas bagi kemajuan Indonesia.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya