Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada bulan Februari 2023 mencapai angka yang cukup tinggi, yakni sebanyak 7,9 juta orang.
Angka ini mencakup sekitar 5,45% dari total angkatan kerja dalam negeri yang tidak terserap di pasar kerja. Fenomena ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pasar kerja Indonesia, terutama di tengah dinamika ekonomi yang kompleks dan pertumbuhan populasi yang terus meningkat.
Mayoritas dari populasi pengangguran terbuka ini terdiri dari kelompok usia 20-24 tahun, yaitu sebesar 2,39 juta orang. Diikuti oleh kelompok usia 25-29 tahun dengan jumlah 1,21 juta orang, dan kelompok usia 15-19 tahun dengan jumlah 1,12 juta orang.
Sementara menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan, mayoritas pengangguran merupakan lulusan SMK dengan kontribusi 9,31%, SMA sekitar 8,15%, dan SMP sebanyak 4,78%. Kemudian lulusan level perguruan tinggi seperti Diploma sekitar 4,79%, sedangkan gelar sarjana sekitar 5,16%.
Menurut artikel yang dirilis di laman resmi Universitas Indonesia (UI), banyak pemuda mengalami pengangguran karena minimnya minat pengusaha untuk mempekerjakan mereka, karena dianggap kurang berpengalaman oleh para pengusaha.
Data BPS tahun 2014 juga menunjukkan bahwa 70% dari pemuda penganggur belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya, sementara untuk penganggur di luar kategori pemuda, hanya 32% yang belum memiliki pengalaman kerja sebelumnya.
Meskipun memiliki pengalaman kerja seringkali menjadi syarat utama dalam perekrutan, tetapi persyaratan ini sering sulit dipenuhi oleh pencari kerja muda. Suatu studi dari Pusat Kajian Kebijakan Publik Akademika pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 83% dari lowongan pekerjaan yang diiklankan di media massa mensyaratkan pengalaman kerja dari pelamar.
Kebijakan upah minimum juga berperan dalam menurunkan permintaan terhadap angkatan kerja muda, karena mayoritas lulusan sekolah di semua tingkatan dianggap tidak siap untuk bekerja oleh pengusaha. Mereka sering kali memerlukan pelatihan tambahan untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif, yang pada akhirnya memunculkan biaya tambahan bagi pengusaha.
Oleh karena itu, merekrut lulusan baru (fresh graduate) sering dianggap sebagai langkah yang mahal. Akibatnya, angkatan kerja muda seringkali menghadapi dua pilihan yang tidak menguntungkan: menerima pekerjaan dengan upah yang rendah atau tetap menganggur.
Lebih lanjut, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran secara keseluruhan di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023, turun sekitar 560 ribu orang atau 6,77% dibandingkan dengan Agustus 2022.
Penurunan ini juga tercermin dalam tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun menjadi 5,32% pada Agustus 2023 dari 5,86% pada Agustus tahun sebelumnya. Adapun TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah total angkatan kerja, yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja.
Jawa Barat merupakan provinsi yang paling signifikan terdampak oleh masalah pengangguran, dengan mencatat jumlah pengangguran terbuka mencapai 2 juta orang pada bulan Februari 2023.
Sementara itu, Jawa Tengah dan Jawa Timur juga mengalami dampak serupa, dengan jumlah pengangguran mencapai 1,1 juta dan 1,01 juta orang secara berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pengangguran tidak hanya terbatas pada satu wilayah, tetapi meluas secara geografis, dengan dampak yang cukup signifikan di beberapa provinsi utama di Indonesia.
Adapun Kemnaker mengartikan pengangguran terbuka sebagai warga usia produktif (15 tahun ke atas) yang memenuhi beberapa persyaratan, seperti tidak memiliki pekerjaan dan tengah aktif mencari peluang pekerjaan, tidak memiliki pekerjaan dan sedang mengembangkan usaha sendiri, atau bahkan tidak mencari pekerjaan karena yakin sulit mendapatkan kesempatan bekerja.
Penulis: Willy Yashilva
Editor: Iip M Aditiya