Transisi energi menjadi topik penting dalam konteks situasi iklim global saat ini. Melansir International Renewable Agency, transisi energi didefinisikan sebagai upaya menuju transformasi energi yang sebelumnya berbasis bahan bakar fosil menjadi energi hijau yang ramah lingkungan.
Saat ini, transisi energi menjadi tantangan dan peluang besar bagi negara-negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia untuk dapat tumbuh sebagai salah satu kekuatan ekonomi global. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Transisi energi merupakan tantangan dan peluang bagi ASEAN, yang menyiratkan transformasi seutuhnya dalam memproduksi, mengonsumsi, dan mengalokasikan sumber daya,” tuturnya dikutip dari Okezone.com pada Minggu, (3/9/2023) lalu.
Lalu, bagaimana kinerja transisi energi Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di wilayah ASEAN lainnya?
Menjawab hal ini, World Economic Forum (WEF) dalam laporannya mengkaji kinerja transisi energi atau Energy Transition Index (ETI) global dari total 120 negara di dunia. Penilaian tersebut berdasarkan pada beberapa indikator, antara lain adopsi energi bersih, pengurangan emisi karbon, hingga kesiapan infrastruktur.
WEF menggunakan sistem penilaian dari 0 hingga 100, di mana skor 0 merupakan kinerja transisi energi yang sangat buruk, sedangkan skor 100 menunjukkan kinerja yang sangat baik. Hasilnya, Indonesia berada di posisi ke-55 dalam skala global dengan skor senilai 55,8 poin.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, kinerja Indonesia masih sangat buruk. Skornya masih jauh di bawah Malaysia yang menempati peringkat pertama di kawasan dengan skor sebesar 61,7 poin.
Padahal jika ditilik lebih dalam, Indonesia memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah lebih dari 3.000 GW, yang bukan hanya berasal dari energi surya, namun juga angin, hidro, bioenergi, laut, serta panas bumi.
Mengutip laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sayangnya bauran energi primer Indonesia saat ini masih didominasi oleh energi fosil, yang menyumbang sekitar 90% dari total produksi energi.
Meski begitu, tahun 2023 dapat menjadi masa penting bagi upaya transisi energi di tanah air. Kabar baik ini sehubungan dengan mulai diterapkannya peta jalan (roadmap) menuju penerapan energi hijau sejak tahun 2021 silam.
Selain itu, Indonesia juga berencana untuk memangkas pembangkit listrik berbahan bakar batu bara sejalan dengan kesepakatan multilateral senilai US$ 20 miliar yang telah ditandatangani oleh Indonesia pada akhir 2022 lalu. Kesepakatan ini akan membantu mewujudkan netralitas karbon di tahun 2050 mendatang.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya