Euforia masyarakat terhadap game show Clash of Champions tengah memuncak akhir-akhir ini. Acara besutan salah satu platform belajar di Indonesia tersebut memperlihatkan kelihaian para mahasiswa dengan prestasi akademik yang unggul dalam memecahkan soal.
Selain menjadi motivasi, acara tersebut juga menjadi refleksi mengenai seberapa banyak anak-anak Indonesia yang memiliki kesempatan belajar seperti para peserta.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023, baru ada 10,15% penduduk Indonesia di atas 15 tahun yang menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Tamatan Sekolah Menengah/Sederajat paling banyak, yaitu mencapai 30,22%.
Meskipun lulusan perguruan tinggi bukan menjadi faktor satu-satunya untuk mencapai kehidupan yang stabil, namun pendidikan merupakan hak warga negara. Sustainable Development Goals (SDGs) yang juga disepakati Indonesia, menggolongkan pendidikan sebagai barang inklusif, setara, berkualitas, dan mendukung keberlanjutan.
Faktanya, memang masih banyak pengangguran dengan latar pendidikan perguruan tinggi. Per Februari 2024, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ada 173.846 lulusan akademi atau diploma serta 871.860 sarjana yang belum mendapat pekerjaan.
Di samping itu, data BPS juga memperlihatkan bahwa rata-rata pendapatan masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung lebih banyak ketimbang pendapatan masyarakat tamatan pendidikan di jenjang yang lebih rendah.
Rata-rata penghasilan tamatan universitas hampir dua kali lipat dari rata-rata penghasilan tamatan SMA Kejuruan. Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan cukup berkontribusi pada kehidupan ekonomi masyarakat.
Lilitan Faktor Ekonomi di Tubuh Pendidikan
Pada akhirnya, aspek ekonomi juga memengaruhi sejauh mana masyarakat dapat mempersiapkan pendidikan terbaiknya. Data Susenas Maret 2023 memperlihatkan, semakin tinggi kelompok ekonomi masyarakat, semakin tinggi pula rata-rata tingkat pendidikan yang diselesaikannya.
Dua aspek ini, ekonomi dan pendidikan, saling bertaut dan memengaruhi satu sama lain. Data di atas menunjukkan kesenjangan pendidikan antar kelompok ekonomi masyarakat. Sejauh ini, pemerintah menyiapkan sejumlah bantuan pendidikan untuk menyokong anak-anak Indonesia.
Meski begitu, jika merujuk pada data Susenas Maret 2023, terdapat 1,83% masyarakat dari kuintil 5 yang tidak atau belum pernah sekolah. Kemudian, ada 4,45% masyarakat dari kuintil 5 yang tidak tamat SD dan ada 14,39% masyarakat kelompok ini yang hanya tamat SD.
Perubahan status ekonomi dari tahun ke tahun memungkinkan hal ini terjadi. Faktor budaya yang masih melekat pada masyarakat Indonesia pun sering kali berpengaruh pada susunan prioritas masyarakat, termasuk di mana pendidikan ini ditempatkan.
Baca juga: Indonesia Catatkan 25,22 Juta Penduduk Miskin per Maret 2024
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor