Indonesia sedang menuju ageing population atau generasi yang menua. Hal ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlah lansia, bahkan per tahun 2023 persentase lansia sudah mencapai 11,75% dari jumlah penduduk.
Generasi yang menua ini sebenarnya dapat menjadi bonus demografi kedua, jika lansia-lansia ini dalam kondisi sehat dan masih aktif walaupun kondisi fisiknya sudah pasti tidak sekuat saat mereka ada di usia produktif.
Melansir laman GoLantang, bonus demografi kedua adalah kondisi saat suatu negara memiliki persentase populasi lansia yang besar namun tetap dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian. Tentunya lansia yang masih dapat berkontribusi dalam perekonomian adalah lansia yang sehat.
Kondisi Kesehatan Lansia Indonesia dari Tahun ke Tahun
Melansir dari publikasi Statistik Penduduk Lanjut Usia 2023 dari BPS, persentase lansia yang sakit dan mengalami keluhan kesehatan semakin menurun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Lansia yang mengalami keluhan kesehatan turun sebesar 9,59% di tahun 2023 bila dibandingkan dengan tahun 2019.
Sementara lansia yang sakit di tahun 2023 menurun sebanyak 6,48% dibandingkan tahun 2019. Ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan lansia Indonesia semakin baik setiap tahunnya karena semakin sedikit lansia yang sakit maupun mengalami keluhan kesehatan. Ini juga mengindikasikan semakin baiknya pembangunan kesehatan lansia di Indonesia.
Lansia Indonesia Lebih Suka Pengobatan Sendiri
Mayoritas lansia Indonesia lebih suka berobat sendiri dibandingkan berobat jalan atau kombinasi keduanya jika mengalami sakit atau keluhan kesehatan. Hanya sedikit lansia Indonesia yang memilih tidak berobat sama sekali.
Melihat dari faktor ekonomi, lansia dengan kondisi ekonomi yang lebih baik menunjukkan persentase memilih rawat inap yang lebih tinggi walaupun masih lebih memilih untuk berobat sendiri. Melansir dari BPS, baik lansia dengan distribusi pengeluaran 40% terbawah, 40% menengah, maupun 20% teratas lebih memilih untuk berobat sendiri dengan persentase masing-masing 57%, 52,4% dan 46,21%.
Menurut Novita dalam Jurnal Al Tamimi Kesmas, lansia penderita rematik lebih suka melakukan pengobatan mandiri dengan memakai jamu-jamuan yang diolah sendiri. Para lansia ini merasa bahwa jamu lebih aman untuk dikonsumsi walaupun memberikan efek pengobatan yang lebih lama. Pengobatan mandiri ini dilakukan jika keluhannya ringan. Jika keluhan kesehatan sudah dirasa berat, maka para lansia ini akan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Banyak lansia yang berobat sendiri karena merasa keluhan kesehatannya tidak begitu berat, sehingga tidak merasa perlu untuk memeriksakan diri ke tenaga kesehatan.
Semakin baik tingkat ekonomi rumah tangga lansia, semakin besar persentase yang melakukan rawat jalan serta kombinasi rawat jalan dengan pengobatan mandiri walaupun pengobatan mandiri masih lebih disukai. Hal ini dikarenakan lansia dengan distribusi pengeluaran 20% teratas mampu untuk membiayai biaya berobat agar mendapatkan diagnosa yang tepat dari tenaga kesehatan sehingga lansia dengan tingkat ekonomi lebih baik juga dapat mengakses tindakan pengobatan yang lebih baik pula.
Melansir dari Jurnal Frontiers in Public Health, lansia yang lebih kaya memiliki akses yang lebih baik terhadap pelayanan kesehatan mulai dari layanan pencegahan hingga perawatan jangka panjang sehingga memiliki kesehatan yang lebih baik.
Baca Juga: Beban Lansia Indonesia: Bekerja Keras di Usia Senja Akibat Pendidikan Rendah
Penulis: Shofiyah Rahmatillah
Editor: Editor