Babak baru konflik antara Palestina dan Israel terjadi kala kelompok Hamas yang menguasai Gaza menyerang acara konser yang digelar Israel di perbatasan Gaza-Israel pada Sabtu, (7/10/2023) lalu. Merespons serangan Hamas, Israel balas menyerang Gaza dari berbagai sisi.
Menjelang 10 hari sejak perang Israel versus Hamas, ratusan warga Palestina yang berada di Rumah Sakit Al-Ahli atau Rumah Sakit Baptis di Jalur Gaza dilaporkan tewas akibat serangan udara pada Selasa, (17/10/2023).
Konflik antara Palestina dan Israel telah merenggut banyak korban jiwa serta menyimpan trauma mendalam bagi banyak orang. Namun, jauh sebelum serangkaian peristiwa tersebut, konflik antara Israel dan Palestina ternyata sudah bermula sejak puluhan tahun lalu.
Selain berdampak kepada kedua negara tersebut, perang yang terjadi antara Israel-Hamas ini pun kemungkinan besar juga akan merugikan negara-negara tetangganya, termasuk Lebanon, Mesir, dan Yordania. Hal ini diungkap oleh Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva.
“Sektor pariwisata kemungkinan besar akan terpukul dan biaya asuransi pergerakan barang bakal meningkat. Investor juga akan lebih berhati-hati dalam melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah terdampak. Selain itu, terdapat pula risiko peningkatan jumlah pengungsi di negara-negara sekitar,” ungkapnya.
Konflik lebih banyak memakan korban jiwa dari Palestina
Berdasarkan data yang dihimpun oleh United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementerian Kesehatan Gaza dan pemerintah Israel, konflik selama 17 hari sejak tanggal 7-23 Oktober 2023 telah menewaskan sekitar 6.500 jiwa dan korban luka sebanyak 22.400 jiwa dari kedua belah pihak.
Melansir laman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa jumlah orang yang terbunuh di jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 mencapai 5.087 jiwa, di mana sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara, lebih dari 15.273 orang dilaporkan mengalami luka-luka. Sedangkan, jumlah korban jiwa di wilayah Tepi Barat mencapai 95 orang dan korban luka 1.738 orang. Sehingga, total keseluruhan korban tewas mencapai 5.182 orang dan korban luka 17.011 selama 10 hari konflik memanas.
“Sementara, sekitar 1.500 orang termasuk 800 anak-anak dilaporkan hilang dan diduga terjebak atau tewas di bawah reruntuhan. TIm penyelamat yang berasal dari Pertahanan Sipil Palestina berjuang untuk melaksanakan tugas mereka di tengah serangan udara, kurangnya bahan bakar, dan koneksi yang terbatas,” tulis OCHA dalam laporannya.
Jika dibandingkan dengan jumlah korban yang berjatuhan dari pihak Palestina, korban jiwa dan korban luka di Israel mencatatkan angka yang lebih sedikit. Menurut sumber-sumber dari Israel, sekitar 1.402 orang yang terdiri dari warga Israel dan warga negara asing dilaporkan tewas di Israel.
Di sisi lain, sebanyak 5.442 orang dilaporkan terluka akibat perang Hamas-Israel. OCHA melaporkan, sebagian besar korban yang berjatuhan di Israel terjadi pada 7 Oktober 2023. Jumlah korban tewas yang dilaporkan pun tercatat tiga kali lipat lebih banyak dari jumlah kumulatif warga Israel yang tewas sejak laporan OCHA pada tahun 2005.
Adapun, sejumlah negara di dunia terlibat aktif soal isu yang saat ini tengah terjadi antara Palestina dan Israel. Berbagai upaya internasional terus dilakukan untuk menemukan solusi bersama, namun Palestina masih tetap berada di bawah kependudukan Israel.
Sehubungan dengan konflik yang pecah sejak 7 Oktober 2023 lalu, terdapat beberapa negara yang mengumumkan telah memberikan dana bantuan kepada Palestina. Menurut laporan dari United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) yang melayani kebutuhan pengungsi di Palestina, Uni Eropa dan Inggris tercatat telah memberikan dana bantuan untuk warga Palestina pada Senin, (16/10/2023).
Kemudian, pengumuman bantuan datang dari Islandia dan negara-negara lainnya di wilayah Eropa dan Timur Tengah. Sehingga, negara-negara yang telah mengumumkan bantuan kepada Palestina sejak awal perang Israel-Palestina meletus pada 7 Oktober lalu adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jerman, Kanada, Inggris, Uni Emirat Arab, Irlandia, Jepang, Norwegia, Yordania, Arab Saudi, Kuwait, Skotlandia, dan Islandia.
Resolusi AS kena veto Rusia dan Tiongkok
Dewan Keamanan PBB kembali gagal dalam upayanya mengambil tindakan terhadap perang Israel-Hamas di Gaza pada Rabu, (25/10/2023). Hal tersebut disebabkan oleh veto dari Rusia dan Tiongkok terhadap resolusi yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS).
Melansir AP News, resolusi yang dirancang oleh sekutu terdekat Israel itu menegaskan kembali hak Israel untuk membela diri dalam batas-batas wilayah sesuai hukum internasional dan menyerukan "jeda kemanusiaan" untuk menyalurkan bantuan masuk ke jalur Gaza.
Meski begitu, draf resolusi yang dipimpin AS dianggap tidak menyerukan gencatan senjata penuh. Ini membuat Rusia, Tiongkok, dan Uni Emirat Arab menentang resolusi AS, sedangkan 10 negara anggota Dewan lainnya memberikan dukungan. Sementara, Brasil dan Mozambik abstain.
Resolusi tersebut tak dapat diproses karena kedua anggota tetap, yakni Tiongkok dan Rusia memberikan veto. Rusia dengan tegas menolak resolusi AS dan mengajukan proposal sendiri yang mengupayakan "gencatan senjata kemanusiaan yang segera, tahan lama, dan dihormati sepenuhnya" serta "mengutuk semua kekerasan dan permusuhan terhadap warga sipil".
Lebih lanjut, Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier setelah pemungutan suara berbicara atas nama 10 anggota Dewan terpilih yang menjalani masa jabatan dua tahun, mengumumkan bahwa mereka akan segera mengusulkan dan mengajukan proposal baru dalam beberapa hari mendatang.
"Sebagai anggota terpilih, kami juga mewakili komunitas internasional lainnya dan memiliki kewajiban untuk segera bertindak. Tidak ada waktu lagi untuk disia-siakan," tuturnya dikutip dari AP News.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Editor