Mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), baru-baru ini ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula. Kasus ini melibatkan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin impor gula kristal mentah (GKM) yang diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Charles Sitorus, Direktur Pengembangan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (IPI) turut menjadi tersangka. Semuanya ini berawal dari keputusan Tom Lembong yang memberikan izin impor tanpa adanya koordinasi dengan instansi terkait dan mengabaikan rekomendasi kementerian serta kebutuhan pasar.
“Menteri Perdagangan yaitu saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, Selasa (29/10), dalam CNN.
Tom Lembong menerbitkan izin impor tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari kementerian lain untuk memastikan kebutuhan yang riil.
Pada Desember 2015, rapat lintas kementerian di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah memperkirakan kekurangan gula kristal putih sebesar 207 ribu ton pada tahun berikutnya. Di akhir 2015, PT PPI mulai melakukan impor gula dan menunjuk delapan perusahaan swasta untuk melaksanakan impor tersebut.
"Dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan impor gula nasional sampai November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan, bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula," lanjut Abdul Qohar.
Baca Juga: Indonesia Impor 26 Juta Ton Gula Sepanjang 2019-2023
Temuan Laporan BPK Terkait Impor Gula 2015-2017
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit tata niaga impor di Kementerian Perdagangan Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015, mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan 2015 yang membatasi impor GKP hanya BUMN dan sesuai kebutuhan nasional untuk menjaga stabilitas harga.
Namun, saat terjadi kekurangan stok GKP pada 2016, alih-alih memberikan izin impor GKP kepada BUMN, Tom Lembong mengizinkan beberapa perusahaan swasta untuk mengimpor GKM yang diolah menjadi GKP.
Adanya ketentuan impor ini mengharuskan jumlah impor sesuai dengan kebutuhan nasional yang telah disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian.
Laporan pemeriksaan terhadap Portal Inatrade menunjukkan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan 251 persetujuan impor (PI) dari 2015 hingga September 2017. PI ditugaskan untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga GKP.
Impor gula kristal putih di Indonesia pada 2015-2017 menunjukkan perubahan signifikan. Pada 2015, total impor hanya 105.000 ton, mencerminkan adanya kebijakan yang ketat untuk melindungi produsen lokal.
Namun, pada 2016, terjadi lonjakan drastis menjadi 1.263.659 ton, meningkat sekitar 1.200% akibat kekurangan pasokan dan izin impor gula mentah oleh perusahaan swasta dengan mengindikasikan ketidakstabilan dalam rantai pasokan.
Selanjutnya, di 2017, volume impor menurun dari tahun sebelumnya menjadi 1.011.625 ton. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dalam produksi gula domestik disertai dengan penyesuaian kebijakan pemerintah.
Pada kasus ini, penerbitan izin impor tidak hanya diberikan kepada BUMN, tetapi diberikan kepada pihak swasta, termasuk gula rafinasi dan perusahaan gula. Penelusuran terhadap dokumen pendukung izin impor menunjukkan adanya keterkaitan dengan koperasi, asosiasi, dan perusahaan gula swasta
"Pemeriksaan atas dokumen pendukung penerbitan izin impor GKM yang diberikan kepada pihak swasta dengan jumlah alokasi sebanyak 1.694.325 ton tersebut tidak melalui pembahasan dalam rapat koordinasi," tulis BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Tata Niaga Impor Kemendag Tahun 2015-semester I-2017 Nomor 47/LHP/XV/03/2018 tertanggal 2 Maret 2018, dikutip dari Kontan.
Langkah yang diambil oleh Tom Lembong menunjukkan ketidaksesuaian dalam penerapan regulasi pangan karena impor yang dilakukan tidak didasari oleh ketidakcukupan produksi dalam negeri, melainkan untuk stabilisasi harga yang seharusnya diatur oleh mekanisme pasar yang sehat.
Menelisik Penegakan Hukum Korupsi untuk Mencegah Kembali Kasus Serupa
Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo, mempertegas aparat penegak hukum untuk memprioritaskan penyelidikan kasus korupsi baru, seperti yang melibatkan Tom Lembong.
"Nah, kejadian kasus yang disangkakan kepada Tom Lembong itu waktu kejadiannya sudah 9 tahun lalu. Selain itu, Tom Lembong dijadikan tersangka untuk importasi gula tahun 2015 sampai dengan tahun 2023,” kata Rudi dalam keterangannya, melalui Kompas.
"Bagaimana mungkin Tom Lembong disangkakan dengan kasus yang waktu kejadiannya 2015–2023, sedangkan masa jabatannya hanya 2015‐2016? Ini seolah sangat tidak logis," lanjutnya.
Hal ini menekankan pentingnya penegak hukum untuk bersikap adil dalam menangani kasus korupsi, termasuk oleh Kejaksaan Agung yang sedang mengusut dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan.
Rudi turut mengingatkan agar para penegak hukum tidak hanya menargetkan kasus lama atau hanya orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan sebelumnya.
Baca Juga: Tom Lembong dan Rangkaian Aktivitas Impor Gula dari Tahun ke Tahun
Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor