Wacana perpanjangan masa jabatan presiden serta penundaan penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) presiden pada 2024 mencuat ke publik. Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga merupakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Muhaimin Iskandar mencetuskan ide penundaan pemilu hingga tahun 2027.
Sontak isu ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Beberapa ketua partai besar menyatakan pendapatnya, ada yang setuju seperti Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN) dan ada pula yang menyatakan ketidaksetujuan seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Kondisi Indonesia yang masih dalam tahap pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 menjadi dalil di balik rencana penundaan pemilu 2024. Isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo ini sempat terangkat ke permukaan namun dengan cepat mereda dan kembali menguat saat tokoh-tokoh politik Indonesia telah angkat suara.
Penolakan ditunjukkan oleh sejumlah pihak dari kalangan akademisi serta praktisi demokrasi di luar parlemen. Alasannya, penundaan pemilu dapat menimbulkan kekacauan dalam tatanan demokrasi, rencana penundaan pemilu tidak memiliki dasar yang kuat, serta tidak dapat dipertanggungjawabkan kedaruratannya.
Lantas, bagaimana tanggapan masyarakat Indonesia sebagai pemegang tahta kedaulatan tertinggi dalam demokrasi terhadap isu yang beredar?
Sebagian masyarakat mengaku sudah mengetahui isu, sebagian lagi belum
Berdasarkan laporan Lembaga Survei Indonesia (LSI), sebesar 48 persen responden mengungkapkan pernah mendengar usulan perpanjangan masa jabatan presiden Joko Widodo hingga tahun 2027. Sementara itu, 52 persen sisanya mengaku tidak tahu.
Secara demografi, isu ini diketahui terutama oleh responden berjenis kelamin laki-laki, berusia antara 26 hingga 55 tahun, serta memiliki tingkat pendidikan SMA se-derajat ke atas. Berdasarkan wilayah, responden asal Sumatra, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sulawesi memiliki persentase tertinggi terkait kepekaan isu ini.
Survei ini dilaksanakan dalam rangka menanggapi isu perpanjangan masa jabatan presiden Joko Widodo serta penundaan pemilu 2024. Adapun survei dilaksanakan pada 25 Februari hingga 1 Maret 2022 yang melibatkan 296.982 responden dari seluruh Indonesia.
Masyarakat cenderung ingin mempertahankan konstitusi
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh LSI, ditemukan hasil bahwa mayoritas responden menolak perpanjangan masa jabatan presiden sehingga Presiden Joko Widodo harus mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2024 sesuai dengan aturan konstitusi. Adapun persentase responden yang menolak rencana ini berkisar antara 68 hingga 71 persen.
Terdapat 3 alasan utama yang mendasari rencana perpanjangan masa jabatan presiden Joko Widodo serta penundaan pemilu 2024. Alasan pertama yakni karena pandemi Covid-19 belum usai, kedua presiden saat ini harus memulihkan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, terakhir ialah karena harus memastikan pembangunan ibu kota baru (IKN) berjalan dengan baik.
Sebesar 70,7 persen responden menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo tetap harus mengakhiri masa jabatannya pada 2024 meskipun pandemi Covid-19 belum berakhir. Sedangkan hanya sekitar 20,3 persen responden yang setuju untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga tahun 2027. Sementara sisanya, 9 persen responden memilih tidak menjawab.
Kemudian, sebesar 68,1 persen responden menyatakan tidak setuju untuk memperpanjang masa jabatan presiden dengan alasan pemulihan ekonomi. Sebagian besar responden tetap bersikukuh bahwa pemilu tetap harus dijalankan pada 2024 dan presiden baru terpilih lah yang mengemban tanggungjawab dalam hal pemulihan ekonomi.
Sementara itu, 24,1 persen responden menyatakan setuju untuk memperpanjang masa jabatan presiden demi kondisi ekonomi yang saat ini tengah memulih pasca pandemi Covid-19. Sebesar 7,8 persen responden memilih untuk tidak menjawab pendapat terkait alasan pemulihan ekonomi.
Terakhir, lagi-lagi mayoritas responden menyatakan ketidaksetujuan untuk memperpanjang masa jabatan presiden karena alasan memastikan pembangunan ibu kota baru berjalan dengan baik. Adapun sebesar 69,6 persen responden memilih untuk menolak alasan ini.
Di sisi lain, 22,3 responden menyatakan setuju untuk memperpanjang masa jabatan presiden saat ini untuk memastikan pembangunan ibu kota baru berjalan dengan baik dan 8,1 persen di antaranya memilih tidak menjawab.
Sehingga, apapun alasannya masyarakat tetap ingin mempertahankan aturan konstitusi dengan menyelenggarakan pemilu sesuai waktu yakni setiap 5 tahun sekali. Meskipun responden cenderung merasa cukup puas terhadap kinerja Presiden Joko Widodo, ia tetap harus mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2024.
Temuan lain dari survei ini menunjukkan bahwa 64 persen responden setuju pergantian masa kepemimpinan presiden melalui pemilu 2024 tetap harus diselenggarakan meskipun kondisi pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga waktu pesta demokrasi rakyat itu tiba.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia menolak rencana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga tahun 2027. Pemilu harus tetap dilaksanakan sesuai aturan konstitusi dan Presiden Joko Widodo akan mengakhiri masa kepemimpinannya pada tahun 2024.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Editor