Indonesia Harus Mulai Berbenah Masalah Kelaparan

Indonesia duduk di urutan ketiga negara dengan indeks kelaparan tertinggi di dunia, hanya di bawah Timor Leste dan Laos

Indonesia Harus Mulai Berbenah Masalah Kelaparan Ilustrasi Piring Kosong | StanislauV/Shutterstock

Kelaparan masih menjadi masalah utama yang harus dibenahi di Indonesia. Food and Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan, angka kelaparan di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Kelaparan didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang asupan makanannya tidak cukup untuk memenuhi standar energi untuk hidup sehat dan aktif.

Setiap tahunnya, FAO mengeluarkan data penduduk kelaparan di seluruh dunia. Pengukuran tersebut didasarkan pada faktor prevalence of undernourishment, yakni prevalensi kurang gizi atau ketidakcukupan konsumsi pangan dari setiap negara. Sayangnya, Indonesia berada di urutan kedua negara dengan persentase populasi kelaparan terbesar di Asia Tenggara.

Pada tahun 2022, Indonesia memperoleh nilai 5,9% untuk prevalence of undernourishment, yang artinya 5,9% dari total populasi Indonesia mengalami kelaparan. Indonesia hanya berada di bawah Timor Leste dengan 22,3%. Filipina dan Thailand duduk di posisi ketiga dengan 5,2%, dilanjut oleh Vietnam dengan 5%.

Meski begitu, apabila ditilik dari total penduduk yang diperkirakan mengalami kelaparan, Indonesia berada di tingkat bahaya. Dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, jumlah populasi kelaparan di Indonesia paling tinggi. Di Filipina, diperkirakan terdapat 5,9 juta jiwa kelaparan, 4,9 juta jiwa di Vietnam, 3,7 juta jiwa di Thailand, dan 2,1 juta jiwa di Malaysia. Di Indonesia sendiri, angkanya melonjak tinggi hingga mencapai 16,2 juta jiwa. Angka kelaparan yang dihimpun FAO merupakan Kumpulan data dari tahun 2020-2022.

Global Hunger Index (GHI) turut menyuarakan kekhawatiran akan angka kelaparan di Indonesia. Melansir laporan yang dirilisnya tahun 2022 silam, Indonesia menjadi negara ketiga dengan indeks kelaparan tertinggi di Asia Tenggara.

GHI merupakan alat untuk mengukur dan melacak kelaparan secara komprehensif, di tingkat global, regional, hingga nasional. Skor GHI diperoleh berdasarkan 4 indikator utama, yakni faktor kekurangan gizi, stunting, child wasting, hingga kematian anak. GHI juga turut menggambarkan situasi kelaparan sebagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan pangan dan nutrisi yang harus dipenuhi sebagai dasar kebutuhan fisiologis manusia.

Nilai GHI di bawah 9,9 poin menyatakan tingkat kelaparan yang rendah, sedangkan nilai GHI antara 10-19,9 menunjukkan tingkat kelaparan yang moderat. Nilai 35-49,9 berarti negara tersebut masuk ke dalam tingkat kelaparan yang mengkhawatirkan. Adapun, nilai di atas 50 menunjukkan tingkat kelaparan yang sangat mengkhawatirkan.

Indonesia memperoleh GHI sebesar 17,9 poin, yang menunjukkan saat ini kita berada di tingkat kelaparan yang sedang. Indonesia bertengger di peringkat ketiga di ASEAN dan ke-77 secara global dari 121 negara yang dihimpun datanya. GHI Indonesia sebenarnya masih terbilang cukup baik karena berada di atas rata-rata dunia, 18,2 poin.

Tren Indeks Kelaparan Indonesia

Skor GHI di Indonesia sejatinya mengalami tren penurunan sejak tahun 2007. Skor tahun 2022 lalu merupakan skor terendah sepanjang sejarah. GHI tertinggi diraih pada tahun 2007, dimana skor saat itu mencapai 29,1, menandakan tingkat kelaparan di Indonesia sudah cukup serius. Apabila ditelaah lebih lanjut, pada tahun 2007, terdapat lebih dari 19 juta penduduk Indonesia mengalami kekurangan gizi. Tidak hanya itu, 2-3 anak dari setiap 100 anak bahkan meninggal sebelum genap menginjak usia 5 tahun.

Untungnya, kondisi kelaparan di Indonesia semakin lama semakin membaik. Turunnya nilai GHI sebenarnya dipicu oleh berkurangnya proporsi kurang gizi, jumlah balita stunting, hingga menurunnya angka kematian balita nasional. Meski begitu, kondisi balita kurus masih terus mengalami peningkatan.

Meski terus mengalami peningkatan, masalah kelaparan di Indonesia masih harus menjadi PR untuk segera dibenahi. Dalam acara Pencanangan Pelaksanaan Sensus Pertanian 2023 lalu, Presiden Joko Widodo sempat mengungkapkan bahwa 345 juta jiwa di dunia terancam mengalami kelaparan dan kekurangan pangan. Apabila menelaah data BPS, sebanyak 26 juta orang yang tergolong penduduk miskin di Indonesia turut rawan mengalami kelaparan.

Alih-alih fokus terhadap impor bahan-bahan pangan seperti beras, gandum, hingga bawang putih, Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengungkapkan Indonesia harus lebih fokus memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Belum lagi, munculnya ancaman el nino yang berpotensi untuk menurunkan produksi pangan dalam negeri. Perlu adanya peran aktif dari pemerintah untuk membantu mengelola dan mengarahkan produsen-produsen pangan agar dapat bertahan dari ancaman kelaparan.

Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

9 Calon Gubernur Preferensi Warga Jakarta: Anies Masih Nomor 1

Terdapat 9 nama yang diisukan akan bersaing di Pilkada Jakarta 2024. Apa saja yang menjadi faktor nama tersebut dipilih oleh masyarakat?

Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel: Mengupasnya dari Perspektif Sosiologi & Branding

77,2% orang Indonesia saat ini melakukan boikot terhadap produk terafiliasi Israel. Bagaimana sosiolog dan praktisi branding memandang hal ini?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook