Kebutuhan dan keinginan yang terlalu banyak, namun tidak diimbangi pemasukan yang tepat sering kali membuat sebagian besar orang terpaksa lari ke pinjaman online, atau yang biasa dikenal sebagai pinjol. Kebiasaan menyisakan, bukan menyisihkan yang terbentuk pada generasi anak muda di Indonesia juga menjadi faktor yang membuat pinjol kini menjamur di mana-mana.
Kini, siapa pun bisa mendapat pinjaman dengan sangat mudah. Berbeda dengan bank konvensional atau lembaga kredit pada umumnya, meminjam di pinjol memang relatif lebih fleksibel dan mudah. Pinjaman dapat diajukan kapan saja dengan persyaratan yang sangat mudah. Prosesnya sederhana dan cepat, keamanan terjaga, dan suku bunga pun sangat terjangkau. Tidak heran kalau di tahun 2023, terdapat total 148 lembaga pinjol tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Meski begitu, tak peduli seberapa besar keuntungan meminjam uang di pinjol, uang tersebut pada akhirnya harus dikembalikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa nilai kredit macet dari pinjaman online di bulan Juni 2023 telah mencapai Rp1,73 triliun. Kredit macet merupakan kredit dengan tingkat wanprestasi (TWP) lebih dari 90 hari. Sederhananya, kredit disebut macet apabila peminjam gagal membayar kembali urangnya lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Menariknya, kelompok generasi Z dan milenial menjadi penyumbang kredit macet pinjol terbesar di tahun 2023.
Apabila ditelaah lebih dalam, nyatanya penyumbang terbesar kredit macet pinjol jatuh kepada kelompok usia 19-34 tahun, yang terdiri atas generasi Z dan milenial. Total akumulasi gagal bayar utang sebesar Rp763,7 berhasil dikantongi oleh kedua generasi tersebut, setara dengan 44,14% dari total kredit macet pinjol nasional.
Kelompok usia 35-54 tahun menyusul tipis di posisi kedua, dengan total akumulasi gagal bayar utang sebesar Ro541,3 miliar, atau setara dengan 31,29% total kredit macet pinjol nasional. Kelompok peminjam di usia lebih dari 54 tahun dan di bawah 19 tahun menyumbang sekitar 3% dari total kredit macet pinjol nasional, masing-masing berkisar Rp43,7 miliar dan Rp1,44 miliar.
OJK turut mengungkapkan terdapat total 601.338 jumlah rekening dengan golongan kredit macet. Peminjam perempuan mendominasi dengan 311.079 rekening, sisanya peminjam laki-laki dengan 289.889 rekening.
Nyatanya, fenomena pinjol memang lebih banyak menjerat anak-anak muda ketimbang kelompok usia lainnya. Data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan bahwa 60% dari pengguna pinjol adalah anak muda di usia 19-24 tahun. Apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan penting atau keadaan darurat yang tidak dapat terhindarkan, pinjol sejatinya bukanlah alternatif yang buruk.
Namun lagi, pinjol hanya jalan keluar sementara dari masalah ekonomi yang sedang dihadapi, pada akhirnya uang tersebut harus dikembalikan lagi. Hal ini yang sering tidak disadari oleh generasi Z dan milenial, melihat mudah dan cepatnya mendapatkan uang, mereka langsung tergiur. Apalagi jika uang hasil pinjol ini digunakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif dan sebenarnya tidak dibutuhkan.
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya