Kekalahan calon tunggal di sejumlah wilayah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 lalu menjadi sorotan. Dari 37 pasangan kandidat yang melawan kotak kosong, baik di wilayah setingkat provinsi maupun kabupaten/kota, 2 di antaranya dinyatakan tumbang. Pasangan calon yang kalah tersebut adalah Maulan Aklil-Masagus Hakim dalam Pemilihan Wali Kota Pangkalpinang serta Mulkan-Ramadian dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Bangka.
Berdasarkan hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), diketahui bahwa pasangan Maulan Aklil-Masagus Hakim hanya sanggup meraup 35.177 suara atau 42,02% saja, sedangkan sebanyak 48.528 suara atau 57,98% sisanya lari ke kotak kosong. Adapun grafiknya seperti yang dapat dilihat sebagai berikut.
Sementara itu, hal yang sama juga terjadi dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Bangka. Pasangan kandidat Mulkan-Ramadian kalah telak dengan kotak kosong, di mana pasangan tersebut hanya mampu mengumpulkan 50.443 suara atau 42,75%, sedangkan kotak kosong mampu meraup suara yang lebih banyak, yakni 67.546 suara atau 57,25%. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sinarto, Ketua KPU Kabupaten Bangka, melansir Detik.
Hasil tersebut disampaikan usai KPU Kabupaten Bangka melaksanakan rapat pleno terbuka yang digelar pada 4-5 Desember 2024. Menurut Sinarto, kotak kosong telah berhasil mengalahkan pasangan Mulkan-Ramadian di 7 kecamatan di Bangka, sedangkan pasangan Mulkan-Ramadian hanya menang di satu kecamatan saja, yakni Kecamatan Belinyu. Adapun infografik rekapitulasi suaranya adalah sebagai berikut.
Lantas, apa arti kemenangan kotak kosong di pilkada tersebut? Apa makna kemenangan kotak kosong bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia? Langkah apa yang selanjutnya bisa ditempuh jika kotak kosong memenangkan kontestasi pilkada?
Baca Juga: Tren Calon Tunggal Pilkada, Permainan Apik Para Elite Politik
Kemenangan Kotak Kosong, Indikasi Ketidakpuasan Masyarakat
Kemenangan kotak kosong dalam Pilkada serentak 2024 ini merupakan indikasi ketidakpuasan masyarakat terhadap pasangan kandidat tunggal yang diusung oleh partai politik. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ahmad Irawan, Anggota Komisi II DPR.
“Kemenangan kotak kosong adalah fenomena yang absurd. Hal ini mencerminkan dinamika sosial-politik yang perlu dicermati dengan serius,” ungkap Ahmad, Senin (2/12/2024), melalui keterangan persnya.
Ahmad juga menyatakan bahwa kemenangan kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024 ini merupakan sebuah anomali yang tidak masuk akal serta merupakan dinamika sosial politik yang perlu dicermati kembali. Apabila masyarakat menginginkan adanya pemimpin alternatif, maka pengajuan pasangan calon lewat jalur independen dapat terus didorong. Terlebih, negara juga telah memberikan kemudahan bagi warga negaranya melalui aturan perundang-undangan.
“Aspirasi kepemimpinan alternatif seharusnya tidak hanya pada saat voting, namun juga bisa sejak awal di proses pencalonan,” papar Ahmad, melansir Tempo.
Sementara itu, Amanda, seorang warga, berpendapat bahwa keberadaan opsi kotak kosong ini justru merupakan suatu hal yang bagus. Menurutnya, hal ini mengindikasikan bahwa demokrasi di Indonesia terjalin dengan baik karena masyarakat tidak dipaksakan untuk memilih seorang calon tertentu.
“Oh ya bagus, justru di situ artinya masyarakat bisa menyuarakan hak mereka kalau memang mereka itu nggak setuju gitu dengan calon tunggal yang diusung begitu, sih,” ujarnya, melansir Metro TV.
Dengan adanya fenomena kemenangan kotak kosong ini, DPR akan melakukan evaluasi secara komprehensif dan menyeluruh mengenai penyelenggaraan pilkada, termasuk bagaimana mekanisme kotak kosong.
Hal-Hal yang Ditempuh Jika Kotak Kosong Menang dalam Pilkada
Aturan mengenai kalahnya kandidat tunggal sekaligus menangnya kotak kosong dalam pilkada telah termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Menurut pasal 54D UU Nomor 10 Tahun 2016, calon tunggal dinyatakan menang dalam pilkada apabila memperoleh suara sah lebih dari 50%. Calon tunggal akan dianggap kalah apabila suara yang diperolehnya tidak mampu mencapai lebih dari 50% suara sah. Jika calon tunggal tersebut kalah, maka yang bersangkutan dapat mencalonkan kembali pada pilkada tahun selanjutnya atau pilkada menurut jadwal yang termuat dalam peraturan perundang-undangan.
Apabila wilayah tersebut masih mengalami kekosongan kepemimpinan karena menangnya kotak kosong dalam pilkada, maka pemerintah akan menunjuk penjabat (pj) gubernur, bupati, atau wali kota untuk memimpin daerah tersebut untuk sementara waktu sampai terpilihnya kepala daerah definitif hasil pilkada.
Dalam konteks Pilkada Pangkalpinang dan Pilkada Bangka, KPU RI telah memutuskan untuk melaksanakan pilkada ulang pada 27 Agustus 2025 mendatang. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda.
“Hari ini kita telah memutuskan satu hal pening satu hari sebelum DPR reses, yaitu jadwal pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota ulang tahun 2025. Pelaksanaannya pada hari Rabu, 27 Agustus 2025,” ungkap Rifqinizamy, Rabu (4/12/2025), di Kompleks Parlemen Jakarta, melansir Kompas.
Mochammad Afifuddin, Ketua KPU RI juga menegaskan bahwa calon kepala daerah yang kalah dari kotak kosong tetap mempunyai hak untuk mencalonkan diri kembali dalam pilkada ulang mendatang. Sambil menunggu pilkada ulang, daerah-daerah yang dimenangkan kotak kosong, yakni Pangkalpinang dan Bangka, akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang dipilih oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga dilantiknya kepala daerah definitif nanti.
Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor