Lebih dari 15 Ribu Perempuan Jadi Korban Kekerasan di 2024

Perempuan menjadi target kekerasan paling rentan, jumlah korban melebihi 15 ribu di 2024. Isu kekerasan perempuan kini semakin terlihat jelas di September.

Lebih dari 15 Ribu Perempuan Jadi Korban Kekerasan di 2024 Ilustrasi Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan | Freepik

September 2024 menorehkan duka mendalam bagi perempuan Indonesia. Femisida, istilah yang merujuk pada pembunuhan berbasis gender terhadap perempuan, kembali mencuat ke permukaan dengan angka korban yang terus meningkat.

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) hingga 21 September 2024 mencatat adanya 15.804 korban kekerasan terhadap perempuan dari total 18.203 kasus kekerasan yang dilaporkan.

Kekerasan ini sebagian besar terjadi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tak hanya itu, sebagian besar kasus tersebut tergolong dalam kekerasan rumah tangga dan kekerasan seksual.

Perempuan menjadi target kekerasan paling rentan. Isu kekerasan terhadap perempuan kini semakin terlihat jelas dengan meningkatnya angka femisida di Indonesia. Femisida, yang sebelumnya hanya dianggap sebagai pembunuhan biasa, kini mulai diteliti lebih dalam sebagai fenomena khusus yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga perlindungan perempuan.

Korban Perempuan Berdasarkan Kelompok Umur

Umur perempuan yang rentan menjadi korban
Umur perempuan yang rentan menjadi korban | GoodStats

Perempuan remaja dan anak muda menjadi kelompok yang paling rentan menjadi korban femisida. Berdasarkan data Simfoni-PPA, kelompok usia 13-17 tahun mendominasi dengan angka korban mencapai 33,2%.

Kelompok usia 25-44 tahun mengikuti dengan kontribusi sebesar 25,2% terhadap keseluruhan kasus. Data juga menunjukkan bahwa korban anak-anak di bawah usia 5 tahun dan kelompok lanjut usia (60+ tahun) meskipun jumlahnya kecil, tetap tercatat sebagai korban kekerasan berbasis gender.

Melalui sebaran kelompok umur ini, terlihat jelas bahwa masa remaja dan produktif perempuan adalah masa-masa paling rentan terhadap kekerasan, yang kerap kali berujung pada tindakan tragis seperti pembunuhan berbasis gender.

Rentang usia korban yang sangat muda memperlihatkan adanya masalah serius dalam sistem perlindungan perempuan yang masih perlu diperbaiki secara menyeluruh.

Baca Juga: Anak Perempuan Masih Rentan Jadi Korban Kekerasan

Korban Perempuan Berdasarkan Kelompok Pekerjaan

Korban Perempuan Menurut Pekerjaan
Korban perempuan menurut kelompok pekerjaan | GoodStats

Ketika dianalisis berdasarkan kelompok pekerjaan, data menunjukkan bahwa kelompok yang paling banyak menjadi korban adalah mereka yang masih berstatus sebagai pelajar, mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni 45,2%.

Hal ini menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan bukan hanya masalah di lingkungan rumah tangga, namun juga di lingkungan sekolah dan masyarakat luas, di mana pelajar menjadi sasaran empuk dari kekerasan berbasis gender.

Kelompok ibu rumah tangga menjadi korban terbanyak kedua, dengan persentase sebesar 18,9%. Sementara itu, perempuan yang bekerja di sektor swasta dan buruh juga tidak luput dari kekerasan, mencatatkan angka 10,6% dari keseluruhan kasus. Data ini menunjukkan bahwa kekerasan berbasis gender melampaui status sosial dan ekonomi, mempengaruhi perempuan dari berbagai lapisan masyarakat.

Femisida Hitamkan September

Pada bulan September ini saja, setidaknya tiga nyawa perempuan melayang akibat femisida. Kejadian pertama terjadi di Palembang, Sumatera Selatan, di mana AA, seorang remaja perempuan berusia 13 tahun ditemukan tewas di Tempat Pemakaman Umum Talang Krikil setelah dianiaya dan diperkosa oleh empat anak laki-laki. Peristiwa ini menjadi salah satu contoh nyata betapa parahnya dampak kekerasan berbasis gender di kalangan anak muda.

Kasus kedua terjadi di Padang Pariaman, Sumatera Barat, ketika seorang gadis penjual gorengan, NKS (18 tahun), menjadi korban residivis. NKS ditemukan tak bernyawa, terkubur tanpa busana dua hari setelah dilaporkan hilang. Pelakunya, seorang residivis bernama IS, telah berulang kali melakukan kejahatan serupa dan kini kembali berurusan dengan hukum.

Kejadian terakhir yang mengejutkan terjadi di Ciwastra, Bandung, ketika seorang perempuan muda berusia 21 tahun, SO, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada pembunuhan. Pelakunya, DJ, yang merupakan pasangannya sendiri, tega menikam SO berkali-kali dalam kondisi penuh amarah akibat tuduhan perselingkuhan. Peristiwa ini menegaskan bahwa relasi kuasa yang timpang dalam hubungan intim kerap menjadi pemicu femisida.

Femisida di Indonesia semakin hari semakin menuntut perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Komnas Perempuan mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan terus meningkat setiap tahun.

Budaya patriarki yang masih kental di kalangan masyarakat sering kali menjadi akar permasalahan dari ketidaksetaraan gender yang berujung pada tindak kekerasan. Relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan menambah kompleksitas masalah ini.

Pentingnya tindakan pencegahan yang segera dan efektif menjadi kebutuhan di tengah meningkatnya angka femisida. Pendirian femisida watch yang diusulkan oleh Komnas Perempuan diharapkan mampu membantu mengidentifikasi pola-pola kekerasan berbasis gender serta memberikan langkah pencegahan dan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan.

Tindakan preventif yang melibatkan peningkatan kesadaran akan bahaya kekerasan berbasis gender, serta penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan, menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan. Indonesia kini berada di tingkat darurat dalam menghadapi kekerasan berbasis gender, dan semua pihak harus bersatu untuk melindungi hak hidup dan kehormatan perempuan dari tindak kekerasan yang terus membayangi.

Baca Juga: Peran Budaya Patriarki dalam Memicu Kekerasan dalam Rumah Tangga

Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor

Konten Terkait

Kembali Terpilih, Bagaimana Citra DPR Selama Dipimpin Puan Maharani?

Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR RI. Citra DPR RI tercatat mengalami pasang surut selama 5 tahun masa kepemimpinan Puan pada 2019-2024.

Keterwakilan Perempuan di DPD RI Terus Naik

Peningkatan keterlibatan perempuan di DPD RI mendorong kebijakan yang semakin eksklusif dan berkaitan dengan isu-isu wanita.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook