Masa dewasa sangat rentan dengan kesepian. Jika biasanya kita begitu mudah bersosialisasi bersama teman-teman atau keluarga, namun di masa dewasa ragam tuntutan kehidupan membuat kita tercerabut dari hiruk pikuk masyarakat.
Bahkan, teknologi menambah kompleksitas sosial kita, sehingga sekadar melakukan percakapan bersama orang lain, menjadi prioritas terakhir. Namun, apa jadinya jika kesepian menjadi masalah mental bagi kita karena hal tersebut semakin membuat kita terasing?
Gen Z & Milenial Paling Merasa Kesepian
RedBox Rx mengeluarkan laporan "2024 Mental Health Survey". Laporan ini diperoleh dari hasil analisis data wawancara yang dilakukan kepada 2.208 orang dewasa di Amerika Serikat berdasarkan gender, pendidikan, usia dan ras. Wawancara daring tersebut berlangsung sejak 15-17 Desember 2023.
Salah satu isu yang dibahas dalam laporan tersebut adalah kondisi kesehatan mental beberapa generasi pada periode wawancara berlangsung. Hasilnya, 53% Gen Z dan 44% Milenial mengaku kesepian sebagai masalah mental yang sedang dihadapi. Bahkan, masalah tersebut dianggap lebih berdampak bagi Gen Z dan Milenial dibandingkan kegagalan dalam mencapai tujuan.
Jika melihat persentase kesepian dari generasi yang lain, Gen Z dan Milenial memperoleh angka yang lebih besar dibandingkan generasi lainnya, misalnya Gen X (43%), Boomers (29%), dan Pre-Boomers (17%). Bahkan, angka yang diperoleh dua generasi tersebut lebih tinggi dibandingkan angka keseluruhan sebesar 39%.
Apa Penyebab Orang Dewasa Merasa Kesepian?
Harvard Graduate School of Education bekerja sama dengan YouGov untuk melakukan survei mengenai masalah mental. Survei tersebut dilaksanakan pada 6-14 Mei 2024 dengan sampel 1.608 orang dewasa Amerika Serikat. Survei tersebut memusatkan perhatiannya terhadap masalah kesepian yang dirasakan oleh seseorang di fase dewasa.
Di dalam survei tersebut, digunakan 7 dimensi guna memahami secara mendalam kesepian yang dialami seseorang. Hasilnya, 67% orang yang merasa kesepian menganggap tidak memiliki komunitas yang menjadi bagian dari dirinya.
Dimensi berikutnya mengungkapkan bahwa 65% peserta menganggap dirinya terasing dari orang atau dunia di sekitarnya. Sedangkan, 63% lainnya merasa bahwa keberadaan mereka tidak terasa penting atau relevan.
Selanjutnya, dimensi yang digunakan untuk menggambarkan relativitas kesepian seseorang adalah tidak memiliki teman atau keluarga yang dekat (61%), tidak memiliki dukungan emosional (56%), tidak menjadi bagian/relevan terhadap negara yang ditempati (40%), dan terasing oleh diri sendiri (40%).
Dari survei yang sama, diperoleh berbagai hal yang bertanggung jawab terhadap meningkatnya rasa kesepian orang dewasa. Tiga teratas ditempati oleh teknologi, kurangnya waktu luang bersama keluarga, dan waktu kerja yang panjang sehingga kurangnya waktu untuk bersosialisasi secara langsung.
Beragam Cara Atasi Kesepian
Di dalam laporan yang sama, orang dewasa yang terlibat diminta untuk menggambarkan solusi terbaik untuk menangani kesepian yang dialami. Hasilnya, meluangkan waktu bersama keluarga atau teman menempati posisi tertinggi (83%). Selanjutnya, peserta memilih untuk belajar mencintai diri sendiri (80%) sebagai solusi dalam mengatasi masalah kesepian.
Selain itu, peserta juga memilih belajar untuk positif atau pemaaf bagi orang lain (77%), Menolong orang lain (75%), Menjadi lebih jujur kepada orang lain (72%), Terlibat dengan aktivitas tatap muka (69%), Terhubung dengan perasaan spiritual (64%), bertemu dengan pasangan (55%), dan bergabung dengan grup daring (51%).
Dengan demikian, kesepian yang sebelumnya dianggap wajar dalam fase dewasa dapat menjadi pemicu masalah mental bagi orang dewasa. Terlebih, Gen Z dan Milenial yang sedang memasuki fase dewasa di tengah kompleksitas teknologi menambah rumit masalah ini. Memperbanyak sosialisasi secara langsung dan bergabung bersama komunitas tertentu dapat menjadi solusi untuk mengurangi rasa kesepian yang dirasakan oleh orang dewasa.
Penulis: Nur Fitriani Ramadhani
Editor: Editor