Kegiatan ekspor impor dalam suatu negara merupakan hal yang wajar dilakukan. Transaksi perdagangan ini merupakan bentuk kerja sama antarnegara yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri serta menambah devisa suatu negara. Ekspor impor kini semakin mudah dengan adanya e-commerce yang memungkinkan seseorang menjual atau menemukan produk luar negeri secara mudah.
Akan tetapi, kegiatan jual-beli antarnegara melalui e-commerce juga bergantung pada peraturan pada tiap negara. Di Indonesia, Kementerian Perdagangan telah melarang pembelian barang dengan nilai kurang dari Rp1,5 juta di lintas negara melalui toko online atau e-commerce. Kebijakan tersebut dicantumkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Tujuan peraturan tersebut ialah agar produk dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri lebih diprioritaskan untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
"Saya juga minta untuk melindungi UMKM kita. Barang yang dijual itu juga ada harganya, masa kecap dan sambal harus impor, UMKM saja kan bisa bikin sambal. Maka saya usulkan, harganya (minimal) US$100," jelas Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas), dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (19/10).
Saat ini, Tiongkok menjadi negara paling banyak menjadi importir Indonesia melalui e-commerce atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC, Fadjar Donny mengungkapkan, lima negara yakni Tiongkok, Hongkong, Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat menjadi negara paling banyak impor barang ke Indonesia melalui e-commerce sejak 2021.
“Ini yang setidaknya kecenderungannya lima negara itu di tahun 2021, 2022 dan 2023. Memang peringkat yg paling tinggi berdasarkan nilai devisa impor itu impor dilakukan melalui China,” ujar Fadjar Donny di Jakarta, Kamis (12/10).
Pada tahun 2021, nilai devisa impor Tiongkok tercatat mencapai US$ 186,9 juta atau setara 24,9%. Angka tersebut mulai mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya. Tahun 2022, devisa impor senilai US$ 151,2 juta atau 21,4%, dan hingga Mei 2023 devisa tercatat telah mencapai US$ 61,9 juta atau 24,3%
Sementara itu, nilai devisa impor Hongkong pada tahun 2021 mencapai US$ 123,7 juta atau setara 16,5%. Angka tersebut mengalami penurunan pada 2022 dengan devisa senilai US$ 120 juta atau 17%. Hingga Mei 2023, devisa impor barang Hongkong mencapai US$ 38,6 juta atau 15,2%.
Pada periode yang sama atau hingga Mei 2023 nilai devisa impor Singapura mencapai US$ 36,6 juta atau 14,4%. Nilai devisa impor Amerika Serikat mencapai US$ 21,1 juta atau 8,3% sedangkan Jepang mencapai US$ 18,1 juta atau 7,1%.
Penulis: Aslamatur Rizqiyah
Editor: Iip M Aditiya