Bulan lalu tepatnya 29 November menjadi peringatan Hari Solidaritas Internasional bagi Rakyat Palestina. Peringatan ini dimulai dari tahun 1977 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa. Peringatan tersebut ditetapkan untuk pengharapan atas konflik Israel dan Palestina yang harus segera berdamai selama konflik yang menohok bertahun-tahun.
Permasalahan tersebut tentu menyebabkan banyak masyarakat Palestina yang merasa tidak aman untuk tinggal di Palestina yang notabenenya adalah negara “suci” bagi beberapa agama.
Menurut data World Data, pada tahun 2021 ada sebanyak 3699 masyarakat yang sudah mengungsi ke berbagai negara di belahan dunia. Di tahun 2021, Belgia menjadi negara dengan total pengungsi Palestina terbanyak dengan total pengungsi di angka 1880 orang. Selanjutnya Yunani dan Kanada berada di urutan dua dan tiga dengan total masing-masing total pengungsi di angka 795 dan 590 orang.
Tentu permasalahan menahun itu, membawa dampak buruk pada masyarakat Palestina. Atas konflik menahun yang tak kunjung selesai itu, banyak masyarakat yang menjadi korban, baik nyawa ataupun luka-luka.
Menurut data OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) yang dibentuk PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tahun 1991, hingga tahun 2022, ada sebanyak 60.816 korban yang terluka dan harus dirawat karena permasalahan pernafasan akibat gas air mata. Selain itu, peluru karet juga memakan korban luka di angka 23.217 orang. Sebanyak 16..685 orang juga menjadi korban luka akibat serangan peluru dari senjata.
Yang lebih parah, serangan udara menjadi kejadian yang paling banyak membunuh para warga Palestina. Tercatat sebanyak 3176 tewas akibat serangan udara. Selain serangan udara, serangan peluru juga memakan korban jiwa yang cukup banyak, yakni 1233 orang hingga tahun 2022.
Penulis: Puja Pratama Ridwan
Editor: Iip M Aditiya