Konsep pernikahan telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tren apa yang sedang viral, siapa public figure yang sedang jadi panutan, kondisi apa yang sedang terjadi, dan lain sebagainya.
Pada pandemi Covid-19 lalu misalnya, konsep pernikahan dibuat sesederhana mungkin untuk mengurangi kontak fisik yang dapat menjadi penyebab menyebarnya virus. Tren hanya menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) pun menjadi ramai diperbincangkan, khususnya di kalangan anak muda (gen Z dan milenial).
Jakpat telah melakukan survei dengan tajuk Dream Wedding Among Youth Nowadays untuk mengetahui bagaimana preferensi dan konsep pernikahan yang diinginkan anak muda zaman sekarang. Survei dilakukan pada 8-12 Februari 2023 dengan melibatkan 1.186 responden melalui aplikasi Jakpat. Margin of error dari survei ini adalah 5%. Adapun hasil survei tersebut adalah sebagai berikut.
97% Anak Muda Ingin Menikah
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Jakpat, sebanyak 97% responden mengaku ingin menikah, sedangkan hanya 3% responden lainnya yang tidak ingin menikah. Namun, sebagian besar dari responden yang ingin menikah (43%) tersebut tidak tahu kapan akan menikah. Sementara itu, 30% lainnya mengaku ingin menikah tetapi tidak dalam waktu dekat.
Terdapat pula 23% responden yang menjawab ingin menikah secepatnya. Infografik selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut.
Keinginan anak muda yang ingin menikah tersebut salah satunya direpresentasikan oleh Indah, seorang ibu rumah tangga. Ia berpendapat bahwa pernikahan merupakan suatu hal yang masih relevan untuk dikejar.
“Bagiku pernikahan masih relevan karena dalam pandangan ideologi yang aku anut, pernikahan itu puncak dari hubungan karena sifatnya yang sakral dan melibatkan Tuhan, pasangan hidupku, dan keluarga sedarah daging kita,” ungkap Indah, melansir White Board Journal.
Menurutnya, pernikahan merupakan satu tingkat hubungan yang tidak semua orang bisa lewati karena konsekuensinya yang tinggi. Ia menambahkan bahwa pernikahan menunjukkan keseriusan seseorang untuk berani bertanggung jawab atas orang lain yang tidak memiliki hubungan sedarah dengannya.
Berbeda dengan pendapat Indah, Galang yang merupakan seorang mahasiswa menuturkan bahwa pernikahan bisa jadi relevan untuk dikejar di zaman dengan perkembangan hubungan serta koneksi manusia yang semakin kompleks seperti sekarang ini, tetapi bisa jadi juga tidak relevan.
“Hmm, relevan-nggak-relevan sih menurut gue. Soalnya kalo gue sendiri pun gue nggak tahu ya akan nikah atau nggak. Cuma gue mikirnya, ketika ntar di masa tua lo hidup sama seseorang dan hidup lo didedikasikan untuk dia, menurut gue itu lebih seru aja sih. Untuk mati bersama gitu, hahaha,” ujar Galang, masih dikutip dari White Board Journal.
Bagaimana Konsep Pernikahan yang Diinginkan Anak Muda?
Masih dikutip dari survei yang sama, terdapat beberapa rangkaian pernikahan yang diinginkan anak muda, khususnya gen Z dan milenial. Beberapa rangkaian pernikahan yang diinginkan anak muda tersebut adalah resepsi pernikahan (69%), bulan madu (68%), pre-wedding photoshoot (59%), serta adat tradisional (46%).
Sementara itu, rangkaian pernikahan yang menurut anak muda dapat dilewati/ditiadakan adalah adat tradisional (34%), pre-wedding photoshoot (32%), resepsi pernikahan (20%), dan bulan madu (18%). Adapun sebanyak 30% responden menyatakan bahwa tidak ada rangkaian yang harus dilewati. Dengan kata lain, semua rangkaian pernikahan tersebut menurut mereka penting.
Sebanyak 66% responden yang berpendapat untuk melewati satu atau beberapa rangkaian pernikahan berpikir bahwa hal tersebut dapat menghemat biaya. Selanjutnya, alasan-alasan lainnya adalah karena lebih sederhana (56%), rangkaian tersebut bukan merupakan prioritas (55%), menghemat waktu (37%), mengikuti tren (5%), serta alasan lainnya (1%).
Baca Juga: Jawab Apa Jika Ditanya "Kapan Menikah?"
Berkaitan dengan konsep tamu undangan, sebanyak 41% responden menginginkan konsep pernikahan yang intim. Selanjutnya, sebanyak 39% responden menginginkan konsep pernikahan sederhana, 19% responden menginginkan konsep pernikahan yang besar, dan 1% responden memiliki opsi lainnya.
Berkaitan dengan lokasi, sebanyak 51% responden menginginkan lokasi yang semi-indoor/outdoor, 28% responden menginginkan lokasi indoor, dan 20% lainnya menginginkan lokasi outdoor.
Berkaitan dengan waktu/hari pernikahan, sebanyak 62% responden menginginkan menikah di akhir pekan (weekend), sebanyak 25% menginginkan di hari kerja (weekday), serta 25% tidak memiliki preferensi waktu atau mau menikah kapan saja (weekend/weekday).
Berkaitan dengan tema pernikahan (dekorasi), sebanyak 52% responden menginginkan konsep pernikahan yang modern, sebanyak 43% responden menginginkan konsep pernikahan tradisional, serta 4% lainnya menginginkan konsep pernikahan yang mewah.
Tanggapan Anak Muda Soal Nikah di KUA
Berbicara mengenai isu “nikah di KUA”, sebagian besar (81%) responden dalam survei Jakpat mengaku bahwa mereka mengetahuinya, sedangkan sebanyak 19% responden tidak mengetahui tren “nikah di KUA” yang pernah ramai tersebut.
Para responden berpikir bahwa fenomena “nikah di KUA” dapat menghemat biaya (78%), lebih sederhana (72%), serta menarik untuk dicoba (36%). Sementara itu, 1% responden memiliki pendapat lain.
Menariknya, responden yang tertarik dengan konsep "nikah di KUA", lebih cenderung menginginkan pernikahan intim/privat (40%), sedangkan 34% responden menginginkan pernikahan sederhana, dan 35% responden menginginkan pernikahan yang besar.
Lebih lanjut, mereka yang mengetahui fenomena “nikah di KUA” lebih cenderung menginginkan konsep pernikahan modern. Selain itu, 35% dari mereka yang tahu fenomena “nikah di KUA” merupakan mereka yang berpikir bahwa adat tradisional merupakan rangkaian yang dapat dilewati.
Sebanyak 80% responden yang tertarik dengan fenomena “nikah di KUA” tersebut tetap ingin merayakan dengan orang-orang terdekatnya. Sebanyak 58% responden ingin tetap ada bulan madu, 46% responden ingin tetap ada pre-wedding photoshoot, serta 4% responden lainnya hanya menginginkan upacara pernikahan secara keagamaan saja.
Erika, seorang pegawai korporat yang juga merupakan anak muda, mengatakan bahwa ia setuju-setuju saja dengan konsep pernikahan hanya dilakukan di KUA ini.
“I really don’t care how you get married. Aku ga berniat untuk terlihat apatis atau rude, tapi cara seseorang menikah itu ya terserah mereka. Aku pribadi akan menikah sesuai dengan cara yang aku dan calon pasanganku mau, yang keluargaku setujui,” ungkap Erika, melansir White Journal Board.
Menurutnya, setiap orang memiliki preferensi dan latar belakang yang berbeda-beda, serta tidak mungkin kita memaksakan seseorang untuk melangsungkan acara pernikahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kemauan mereka.
Sejalan dengan hal tersebut, anak muda lain, Kelana yang merupakan seorang jurnalis, mengatakan bahwa ia juga sepakat dengan konsep pernikahan hanya di KUA ini. Ia menjelaskan bahwa pernikahan akan menjadi sulit apabila dikerangkai dalam hubungan antara investasi dan balik modal. Misalnya jika biaya menikah adalah 80 juta, bisa saja seseorang atau pasangan berpikir bahwa biaya yang digunakan untuk menikah tersebut harus balik modal.
“Jadi kasus menikah di KUA saja itu bisa membebaskan orang untuk tidak terikat dalam suatu sistem yang mungkin sudah tidak relevan untuk hari ini gitu, karena terlalu mahal juga, gitu ya,” papar Kelana mengakhiri jawabannya, melansir White Board Journal.
Baca Juga: Hampir 50% Perempuan Indonesia Menikah di Usia 19-24 Tahun
Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor