Udara Jakarta kembali menjadi sorotan pagi ini. Bukan karena pemandangan langit biru dan segar terasa, tapi karena kualitasnya yang kian memburuk. Per 20 Juni 2025 pada pukul 09.30 WIB, Jakarta tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk ke-9 di dunia.
Berdasarkan data real-time dari IQAir, skor AQI Jakarta mencapai 124. Angka ini menempatkan ibu kota Indonesia dalam kategori “tidak sehat bagi kelompok sensitif.” Artinya, mereka yang memiliki masalah pernapasan, anak-anak, ibu hamil dan lansia sangat disarankan untuk membatasi aktivitas di luar ruangan dan menutup jendela.
Sebagai catatan, skala AQI dibagi ke dalam beberapa kategori:
- 0–50: Baik
- 51–100: Sedang
- 101–150: Tidak sehat bagi kelompok sensitif
- 151–200: Tidak sehat
- 201–300: Sangat tidak sehat
- 301+: Sangat berbahaya
Selain Jakarta, sejumlah kota di berbagai negara belahan dunia pun memiliki persoalan yang serupa. Al-Manamah, Bahrain, menduduki peringkat pertama kota dengan udara terburuk di dunia pagi ini, mencapai AQI poin sebesar 214 yang berada dalam kategori “sangat tidak sehat.” Hal ini sejalan dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor juga ramainya aktivitas-aktivitas industri yang turut memperburuk kualitas udara di sana.
Ada juga Riyadh, Arab Saudi yang menempati posisi kedua dengan AQI poin 212, menyusul berikutnya Kinshaha, Kongo - Kinshaha dengan 194 poin dan termasuk kategori tidak sehat. Menggambarkan bahwa buruknya kualitas udara masih menjadi pekerjaan rumah besar yang tak hanya terjadi di Indonesia.
Upaya Pemerintah Untuk Tangani Penurunan Kualitas Udara
Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq dalam akun instagram pribadinya (@haniffaisolnurofiq), menyampaikan KLH/BPLH telah mengindetifikasi bahwa sumber utama pencemaran udara Jabodetabek meliputi emisi kendaraan bermotor (32-57%), emisi industri berbahan bakar batubara (14%), pembakaran terbuka sampah dan lahan (9-11%), debu konstruksi (13%) dan aerosol sekunder (1-16%).
Dalam menanggapi persoalan ini, berbagai solusi telah disiapkan, mulai dari pengendalian sumber emisi hingga penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan tingkat polusi yang kini makin meresahkan.
Disebutkan juga untuk mitigasi emisi transportasi, KLH/BPLH mendorong percepatan penyediaan bahan bakar rendah sulfur (setara Euro-4) melalui surat resmi kepada Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan PT Pertamina.
Baca Juga: 10 Wilayah Indonesia dengan Udara Terbersih Sepanjang 2024
Penulis: Dilla Agustin Nurul Ashfiya
Editor: Muhammad Sholeh