Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli 2024 ini mengalami defisit sebesar Rp93,4 triliun. Realisasi ini setara dengan 0,41% dari produk domestik bruto (PDB).
Besaran defisit ini bertambah dari defisit di periode Juni 2024 lalu, yang tercatat sebesar Rp77,3 triliun.
Dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 lalu, kinerja APBN Indonesia mengalami kemunduran. Pada Juli 2023, APBN Indonesia mengalami surplus sebesar Rp153,7 triliun. Defisit di periode ini membuat APBN anjlok 160,8% secara tahunan.
Meski defisit terus meningkat, Sri Mulyani mengaku bahwa pengelolaan APBN hingga saat ini masih berjalan baik.
“Defisit kita Rp93,4 triliun. Kalau dilihat dari APBN, defisitnya, target posturnya Rp522,83 triliun. Ini bulan ketujuh masih relatif baik, yaitu 0,41% dari GDP. (Target) defisit kita di dalam APBN adalah 2,29% dari GDP, jadi masih relatif on track,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers “APBN Kita” di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (13/8), mengutip VoA.
Adapun kondisi defisit terjadi ketika pendapatan negara lebih rendah dibanding pengeluaran negara.
Pendapatan Negara Juli 2024
Pendapatan negara pada Juli 2024 ini mencapai Rp1.545,4 triliun, setara dengan 55,1% dari target yang dicanangkan dalam rancangan APBN 2024.
Pendapatan ini turun 4,3% secara tahunan, dimana pada periode Juli 2023, Indonesia mencatat pendapatan sebesar Rp1.614,9 triliun.
Meski demikian, kontraksi penurunan penerimaan negara ini masih lebih baik dibanding bulan Juni 2024 lalu yang terkoreksi sebesar 7%.
Pengeluaran Negara Juli 2024
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyebutkan bahwa belanja negara hingga 31 Juli 2024 lalu telah mencapai Rp1.638,8 triliun, setara dengan 49,3% dari pagu anggaran.
Belanja pemerintah di bulan ini tercatat naik 12,2% secara tahunan, dimana pada 2023, belanja negara mencapai Rp1.461,2 triliun.
Defisit APBN Juli 2024
Akibat pendapatan negara yang menurun dan belanjanya yang malah naik, APBN Juli 2024 tidak dapat mengulangi kesuksesan pada periode sebelumnya, defisit sebesar Rp92,4 triliun ditorehkan, bahkan melebar dari bulan-bulan sebelumnya.
Terdapat beberapa faktor eksternal yang memengaruhi kinerja APBN ini, seperti melemahnya ekonomi dua negara raksasa dunia, Amerika Serikat dan China. Perekonomian Amerika tercatat berpotensi mengalami hard landing, yang tentunya sangat memengaruhi perekonomian dunia.
Sedangkan di China, akibat krisis sektor properti, perekonomiannya juga melemah di tingkat 4,7% pada Kuartal II 2024 ini. Kondisi global yang tidak mendukung kegiatan ekspor juga mengakibatkan kerugian, banyak hasil produksi yang malah tidak terserap pasar.
Selain melemahnya ekonomi di kedua negara tersebut, kondisi peperangan Ukraina-Rusia dan gejolak di Timur Tengah turut menambah daftar panjang ketidakpastian yang memengaruhi performa APBN Indonesia.
“Ini semuanya menggambarkan bahwa 2024, baik konstelasi politik, militer, keamanan maupun dari sisi ekonomi semuanya dalam arah dan dinamika yang tensi meningkat tinggi, dan pasti ini memengaruhi kinerja ekonomi global. Makanya ekonomi global 2024 ini diperkirakan masih akan melemah, dan perdagangan maupun investasi global karena sekarang fragmented dunia, dan menjadi banyak sekali barrier entry melalui berbagai perang dagang pasti akan memengaruhi dari sisi perdagangan dan investment yang kemudian pengaruh kepada global growth,” ujar Sri Mulyani lagi.
APBN sebagai akibatnya juga terdampak dari isu-isu dunia tersebut.
“APBN kita gunakan juga, tetapi APBN bukannya immune ya, bukannya dia tidak terpengaruh oleh situasi, pasti terpengaruh. Namun kita akan coba terus sebagai instrumen yang kredibel, sustainable, dan efektif untuk menjadi shock absorber, bemper, menjadi country cyclical,” lanjutnya.
Baca Juga: Realisasi APBN 2024 Semester I: Indonesia Defisit Rp77,3 Triliun
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor