Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa Indonesia mengalami defisit sebesar Rp77,3 triliun pada Semester I 2024, setara dengan 0,34% dari produk domestik bruto (PDB). Realisasi ini turun drastis jika dibandingkan dengan capaian Semester I 2023, dimana Indonesia mengalami surplus sebesar Rp152,3 triliun. Defisit ini menyebabkan realisasi belanja negara turun 150,8% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebutkan bahwa realisasi belanja negara pada Semester I 2024 mencapai Rp1.398 triliun, setara dengan dengan 42% dari target yang dicanangkan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024.
Besarnya realisasi belanja negara tersebut naik 11,3% yoy jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar Rp1.255,7 triliun.
Meski realisasi belanja negara naik, pendapatan negara di semester ini malah turun. Kemenkeu mencatat pendapatan sebesar Rp1.320,7 triliun pada Semester I 2024, setara dengan 47% dari target APBN tahun ini. Nilainya turun 6,2% yoy dari tahun 2023 yang sebesar Rp1.407,9 triliun.
Menurunnya pendapatan negara disebabkan karena penerimaan pajak yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Pada Semester I 2023, penerimaan perpajakan mencapai 56,4% dari target yang dicanangkan, sedangkan tahun ini, realisasi penerimaan perpajakan hanya mencapai 44,5% dari target (Rp1.028 triliun). Hal ini jugalah yang menyebabkan APBN 20224 mengalami defisit sebesar Rp77,3 triliun.
“Pimpinan Banggar meminta pemerintah hati-hati, sebab defisit APBN lebih besar dari target. UU APBN 2024 merencanakan defisit 2,29% PDB atau senilai Rp522,8 triliun. Namun prognosis defisit hingga akhir tahun berpotensi mencapai 2,7%, setara dengan Rp609,7 triliun,” ungkap Said pada rapat kerja dengan pemerintah, Senin (8/7/2024), mengutip laman resmi DPR RI.
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati turut menyampaikan hal serupa. “Kenaikan defisit Rp80,8 triliun adalah kombinasi dari pendapatan negara yang tadi mengalami beberapa koreksi, atau tidak mencapai target maupun kontraksi yang besar dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), pajak, dan bea cukai, terutama di Semester I 2024. Tetapi kemudian kita bisa tumbuh tipis di semester II, dan juga belanja negara yang mengalami positive growth hingga 9,3%,” ungkap Sri Mulyani melansir VOA.
Secara keseluruhan, realisasi belanja negara di tahun 2024 diprediksi mencapai Rp3.412,1 triliun. Jumlah tersebut naik 9,3% dibanding tahun 2023. Terjadi pembengkakan dari rencana anggaran yang sebesar Rp3.325,1 triliun.
Selain itu, pendapatan negara tahun ini juga diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun, 96% berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp1.921,9 triliun. Jumlah penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai diproyeksi mencapai Rp296,5 triliun di akhir 2024.
“Sementara PNBP (diprediksi) akan mencapai Rp549,1 triliun atau di atas target 111,6%, atau dalam hal ini tetap tumbuh negatif 10,4% karena tahun lalu, memang PNBP kita sangat, sangat, sangat tinggi,” lanjutnya.
Gunakan SAL untuk Berjaga-jaga
Untuk mengantisipasi terjadinya pembengkakan defisit APBN yang berkelanjutan, Said Abdullah mendesak pemerintah untuk memakai Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari tahun 2023. Sejalan dengan itu, Menkeu juga menyebutkan, rencananya pemerintah akan menggunakan dana SAL sebesar Rp100 triliun.
“Inilah, sebetulnya tahun 2022-2023, kami mampu mengumpulkan SAL cukup besar untuk dipakai pada saat situasi sekarang, pada saat suku bunga dunia tinggi, rupiah sedang mengalami tekanan. Kami mengajukan kepada DPR untuk menggunakan SAL Rp100 triliun tambahan dari yang Rp 51 triliun yang sudah kita usulkan UU APBN,” jelas Sri Mulyani.
Banggar menyatakan siap mendukung pemerintah memanfaatkan SAL tersebut. “Proyek-proyek kejar tayang yang tidak terlalu signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja tidak perlu dilanjutkan dan dipertimbangkan ulang,” tegas Said.
Meski mengalami defisit Rp77,3 triliun di Semester I 2024, Sri Mulyani mengaku defisit ini masih normal dan berada dalam range anggaran yang telah ditetapkan.
“Namun apabila kita lihat dari postur APBN keseluruhan APBN 2024, di mana desain dari APBN 2024 adalah defisit mencapai Rp552,8 triliun, maka realisasi defisit Rp77,3 triliun masih di dalam range yang ada di dalam APBN kita,” ujarnya.
Baca Juga: Analisis Defisit APBN 2023: Realisasi dan Dampaknya pada Ekonomi Indonesia
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor