Setiap lima tahun sekali, masyarakat Indonesia merayakan pesta demokrasi atau Pemilihan Umum (Pemilu). Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun sudah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang berjumlah sebanyak 204,8 juta pemilih.
Kendati demikian, Lembaga Survei Indonesia (LSI) membeberkan bahwa masih ada peluang kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu. Data itu terungkap dari hasil survei LSI, yang menyebutkan bahwa sekitar 50,2% publik menilai bakal ada potensi kecurangan pada Pemilu 2024.
“Berdasarkan data, lebih banyak yang menilai cukup atau sangat besar kemungkinan terjadi kecurangan pada Pemilu 2024, yang yakin sebanyak 50,2%,” ungkap DIrektur Eksekutif LSI Djayadi Hanan pada Minggu, (10/12/2023) lalu.
Ia menambahkan, hanya sekitar 19,7% responden yang menilai potensi kecurangan dalam Pemilu 2024 minim terjadi. Sisanya, sebanyak 12,6% justru menilai bahwa dalam Pemilu 2024 tidak akan terjadi kecurangan.
Merujuk pada laporan LSI bertajuk Debat Capres, Netralitas Pemilu, dan Elektabilitas edisi Desember 2023, terungkap sederet pihak yang berpotensi melakukan kecurangan dalam Pemilu menurut publik. Hasilnya, partai politik (parpol) menempati posisi teratas sebagai pihak yang paling berpotensi curang dengan persentase sebesar 17,1%.
Berikutnya, sebanyak 15,9% publik memilih tim sukses (timses) calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai pihak yang berpeluang melakukan kecurangan. Disusul oleh penyelenggara pemilu dan capres/cawapres dengan proporsi responden sebesar 13,6% dan 4,2%.
Rupanya, presiden dan apparat negara bukanlah pihak yang paling dicurigai masyarakat dalam Pemilu 2024. Ini terlihat dari hasil survei LSI yang menangkap keyakinan responden terhadap netralitas presiden. Hasilnya, mayoritas responden atau 60,2% menilai bahwa Jokowi akan netral. Sementara, 28,7% beranggapan presiden tidak netral dan 11,1% lainnya menjawab tidak tahu.
“Yang menyatakan tidak netral juga cukup banyak, hampir 30%. Ini angka yang juga penting untuk dilihat,” papar Djayadi.
Hal yang sama terlihat pada netralitas aparat negara menurut persepsi publik, LSI mencatat, sebanyak 60,5% responden menilai bahwa aparat negara netral. Sedangkan, 28% publik menganggap bahwa aparat negara tidak netral, sementara sisanya atau 11,5% menjawab tidak tahu.
Sebagai informasi, pemilihan sampel dalam studi ini dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD) dengan melibatkan sebanyak 1.426 responden dalam rentang 3-5 Desember 2023. Adapun, pengumpulan data dilakukan dilakukan melalui wawancara telepon, dengan margin of error sebesar 2,6% pada tingkat kepercayaan 95%.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya