Emisi Gas Rumah Kaca Naik di 2022, Ini Lapangan Usaha dengan Kontribusi Terbesar

Sektor industri pengolahan serta pengadaan listrik dan gas menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar dari lapangan usaha lainnya.

Emisi Gas Rumah Kaca Naik di 2022, Ini Lapangan Usaha dengan Kontribusi Terbesar Sektor Industri sebagai Penghasil Emisi Gas Rumah Kaca | Freepik

Indonesia masuk ke dalam daftar negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia menurut The Emissions Database for Global Atmospheric Research (EDGAR). Indonesia sebagai wilayah tropis terancam mengalami dampak krisis iklim mengerikan yang merupakan efek dari emisi gas rumah kaca. Kegiatan industri, deforestasi, hingga aktivitas penambangan menjadi penyebab naiknya angka emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan Laporan Neraca Arus Energi dan Neraca Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia yang berisi data perkembangan arus energi serta emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia dalam berbagai sektor.

Dalam laporannya, sektor pengadaan listrik dan gas menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar selama periode 2020-2021, dengan rata-rata mencapai 292,2 ribu giga gram.

Pada tahun 2022, sektor industri pengolahan menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar dibandingkan sektor lainnya yang nilainya mencapai hingga 340 ribu giga gram. 

Menyusul kedua sektor terbesar, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang cukup tinggi hingga rata-rata 93 ribu giga gram per tahunnya.

Sektor transportasi yang saat ini menjadi salah satu pencemar udara di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan tren kenaikan pada tahun 2022. Dua tahun sebelumnya rata-rata emisi gas rumah kaca yang dihasilkan sektor ini hanya berada di angka 65-66 ribu giga gram, tetapi di tahun 2022 angkanya melonjak mencapai 81 ribu giga gram.

Sementara itu, sektor pengadaan air dan limbah daur ulang, serta pertambangan dan penggalian juga mengalami kenaikan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Kenaikan ini jumlahnya mencapai 30 ribu giga gram pada tahun 2022. Adapun lapangan usaha lainnya seperti aktivitas rumah tangga juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang angkanya naik menjadi hampir 22 ribu giga gram selama 2022.

Dalam laporannya, BPS juga mencatat bahwa emisi gas rumah kaca sektor lapangan usaha meningkat sebesar 17% sedangkan sektor rumah tangga hanya sebesar 8% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2018-2022). Emisi gas rumah kaca ini dihasilkan akibat dari pemanfaatan alam dan lingkungan yang kemudian dampaknya juga kembali ke lingkungan.

Upaya Indonesia Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Indonesia berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan baik untuk generasi selanjutnya. Komitmen penurunan emisi gas rumah kaca juga dilakukan melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) di mana Indonesia menargetkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui upaya nasional sebesar 31,89% dan dengan bantuan internasional hingga 43,20%. Hal ini dilakukan untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.

Berbagai macam upaya juga turut dilakukan oleh berbagai sektor, salah satunya melalui sektor ekonomi. Transisi energi hijau terus dilakukan untuk mencapai keberhasilan Net Zero Emission tersebut. Pemerintah pada tahun 2021 mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk meregulasi perdagangan karbon. Hal ini dilakukan dengan mekanisme jual-beli sertifikat atau izin dalam bidang industri atau usaha untuk menghasilkan emisi karbon dioksida dalam jumlah tertentu.

Selain itu, pemerintah telah meluncurkan Busa Karbon (IDX Carbon) dan Emission Trading System (ETS) pada sektor pembangkit listrik pada tahun 2023. Upaya tersebut diharapkan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia hingga 100 juta ton pada tahun 2030.

Upaya lainnya yang telah dilakukan yaitu pengkajian early retirement PLTU dengan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) yang merupakan hasil dari KTT G20 pada 2022, serta pemanfaatan bahan alam nabati sebagai biodiesel untuk mendukung energi hijau.

Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI mengatakan bahwa perlu banyak dukungan dari berbagai pihak untuk mendukung transisi energi hijau dan mencapai Net Zero Emission.

“Tentu membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk Persatuan Insinyur Indonesia (PII) sebagai sumber daya manusia. Kita butuh lebih banyak lagi sains, teknologi, engineering, dan matematik terutama untuk digitalisasi dan the future industry termasuk dalam transisi energi. Jadi cetaklah insinyur sebanyak-banyaknya,” ujar Airlangga seperti yang dilansir pada siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.

Baca Juga: Sektor Industri Sumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar di Indonesia

Penulis: Nadhifa Aurellia Wirawan
Editor: Editor

Konten Terkait

KPK Selamatkan Rp2,49 Triliun di 2020-2024

KPK tercatat menyelamatkan aset sebesar Rp2,49 triliun dalam periode 2020-2024 dan telah menindak 597 kasus pidana korupsi.

UMK 2025 Naik 6,5%: Daftar Wilayah dengan Upah Tertinggi dan Terendah

UMK 2025 mengalami kenaikan sebesar 6,5%, dengan Kota Bekasi menjadi yang tertinggi dan Banjarnegara yang memiliki upah terendah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook