United States Department of Agriculture (USDA) mengungkapkan bahwa total konsumsi susu sapi di dunia secara global telah mencapai 194,65 juta metrik ton sepanjang tahun 2023. Nilai ini meningkat dibandingkan tahun 2022 yang konsumsinya sebanyak 193,05 juta metrik ton.
India masih menjadi negara dengan konsumsi susu sapi terbesar di dunia, dengan total mencapai 87,05 juta metrik ton. Sejak tahun 2019 lalu, India masih terus memimpin konsumsi susu domestic ini, tak pernah absen menjadi negara dengan konsumsi susu sapi terbesar di dunia.
Uni Eropa berada di posisi kedua dengan konsumsi sebanyak 23,7 juta metrik ton. Uni Eropa sendiri juga merupakan penghasil susu sapi terbesar di dunia, dengan volume produksi mencapai 144,8 juta metrik ton di tahun 2023.
Setelah Uni Eropa, Amerika Serikat menyusul dengan total konsumsi susu sapi sebesar 20,65 juta metrik ton. China ada di posisi keempat dengan total konsumsi 16,72 juta metrik ton. Sementara itu, Brasil berada di peringkat kelima dengan mengonsumsi 11 juta metrik ton susu sapi.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa kebutuhan susu sapi di Indonesia terus meningkat sebanyak 5,3% per tahunnya. Peningkatan ini didorong oleh tumbuhnya pendapatan per kapita dibarengi dengan gaya hidup sehat masyarakat.
Direktur Jenderal Industri Argo Kemenperin, Putu Juli Ardika, mengungkapkan bahwa permintaan susu saat ini terus meningkat terutama selama pandemi COVID-19 berlangsung.
“Seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan bertumbuhnya kelas menengah, kemudian bertransformasinya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, dan juga meningkatnya permintaan produk bernutrisi tinggi selama pandemi COVID-19, kami meyakini konsumsi produk susu olahan akan terus tumbuh tinggi ke depannya,” ujar Putu, mengutip Marketeers.
Meski begitu, sayangnya kini Indonesia hanya bisa menyediakan 20% dari total kebutuhan susu nasional. Indonesia membutuhkan sekitar 4,4 juta metrik ton susu per tahunnya, dan baru bisa memproduksi sekitar 900.000 metrik ton susu. Indonesia terpaksa harus bergantung dari impor susu dari Australia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat untuk memenuhi kebutuhannya.
“Masalah ini disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1% dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3%,” lanjut Putu.
Populasi sapi perah yang tergolong rendah di Indonesia menjadi kendala utama yang menyebabkan produksi susu nasional rendah. Populasi sapi perah di Indonesia tercatat sebanyak 592.000 ekor pada tahun 2023 lalu.
Penyediaan susu dengan kualitas yang baik dapat turut membantu meningkatkan gizi dari anak-anak di Indonesia. Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito, mengungkapkan bahwa ia merasa ragu susu yang kini diimpor dan beredar di pasar mampu mengatasi masalah stunting.
"Kita senang saja bersaing kalau yang diimpor susu segar cair. Tapi yang terjadi, susu impor itu susu skim. Rakyat kita selama ini dijejali dengan produk susu skim bubuk," ungkap Agus, mengutip laman Kompas.
Ia kembali melanjutkan, “Memang jadi efisien (susu skim impor). Tapi jatuhnya di sisi lain kualitasnya turun jauh. Karena susu yang awalnya cair (di negara asal) dikeringkan dengan pemanasan berkali-kali supaya jadi skim. Kemudian setelah jadi bubuk, dikirim ke Indonesia, oleh pabrik-pabrik susu di sini dicairkan lagi dengan pemanasan lagi. Artinya susu kembali mengalami proses pemanasan lagi berkali-kali. Otomatis nilai gizinya turun drastis, tinggal 40-45 persen saja.”
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Iip M Aditiya