Libur telah tiba. Sebagian besar orang telah sibuk merencanakan liburan dan segala aktivitas yang akan dilakukannya. Ada yang telah menentukan tempat namun masih bingung dengan konsepnya, bahkan ada yang telah menentukan konsep namun terkendala dengan alokasi waktu yang sedikit.
Belakangan ini ramai dibicarakan sebuah konsep berlibur yang mengedepankan nilai-nilai eksplorasi, koneksi, lingkungan dalam proses perjalanan. Liburan jenis ini dapat dijadikan referensi untuk merencanakan kegiatan selama berwisata.
Tren Slow Travel, Pilihan Berlibur yang Digemari
Tren slow travel semakin banyak digemari. Konsepnya yang mengedepankan ‘sedikit rencana, banyak eksplorasi’ ini memberikan dampak yang signifikan terhadap pengalaman berlibur seseorang. Selain itu, ritmenya yang lambat dan fokusnya untuk terkoneksi secara sosial maupun alam dapat menjadi referensi healing bagi gen Z dan milenial.
Salah satu laporan dari European Travel Commission berjudul Long-Haul Travel Barometer 3/2024 mengungkapkan aktivitas berlibur yang paling digemari. Laporan ini memperoleh data dari 7.000 responden yang telah merencanakan liburan pada bulan September hingga Desember tahun 2024.
Berdasarkan laporan tersebut, 87% responden memilih untuk mengeksplorasi tempat bersejarah dan kebudayaan. Aktivitas tersebut menawarkan pengalaman unik dan wawasan terbaru terkait peradaban yang pernah terbangun pada periode waktu tertentu.
Sementara itu, 78% responden ingin berpetualang untuk mencicipi beragam kuliner. Kuliner menjadi salah satu aktivitas yang digemari karena petualangan cita rasa yang diperoleh melalui makanan. Lokalitas suatu tempat dapat diketahui dari rasa yang dihadirkan ke dalam hidangannya.
Aktivitas berlibur berikutnya yang banyak digemari responden adalah mengeksplor kehidupan perkotaan (65%), menikmati pemandangan alam (57%), slow travel (46%), bersantai di pantai (34%), kegiatan seni kreatif (27%), belanja barang mewah (27%), menyelam di laut (24%), kegiatan yang menggunakan rute tertentu (22%), dan petualangan aktif, seperti mendaki (19%).
Dari data tersebut, slow travel menjadi salah satu kegiatan yang digemari oleh wisatawan. Dalam Academy Entrepreneurship Journal yang dikeluarkan pada tahun 2023, slow travel banyak digemari karena mengubah konsep liburan yang dulunya bersifat konvensional. Slow travel menawarkan perencanaan yang fleksibel, sehingga seseorang dapat lebih mindful dan merasa rileks terhadap liburan yang dilakukan dengan terkoneksi dengan alam, suara, dan rasa dari tempat yang dituju.
Petualangan yang Utamakan Koneksi Sosial
Slow travel semakin banyak digemari karena konsepnya yang mementingkan fleksibilitas, sehingga mereka yang sedang berwisata dapat memperoleh pengalaman yang berbeda dari jenis liburan lainnya.
Salah satu survei Carl Friedrik mengungkapkan alasan sebagian besar orang Amerika memilih untuk melakukan slow travel. Survei ini melibatkan 1.095 orang Amerika pada Oktober 2023 mengenai topik-topik terkait slow travel.
Hasilnya, 43,1% responden melakukan slow travel agar bisa terkoneksi secara sosial dengan orang-orang lokal di tempat yang dikunjungi. Selain itu, 42,4% responden berharap untuk melakukan pendalaman budaya lokal dan 41,5% ingin mengeksplor suatu tempat secara fleksibel tanpa terburu-buru.
Selanjutnya, responden memilih slow travel karena alasan lingkungan (31,1%), untuk healing dari pekerjaan (21,6%), dan belajar bahasa lokal dari tempat yang dikunjungi (7,9%).
Dengan demikian, sebagian besar responden mengedepankan jadwal yang fleksibel dengan tujuan untuk mengeksplorasi budaya, bahasa, interaksi sosial, dan faktor lingkungan sebagai pertimbangan dalam melakukan slow travel.
Slow but Less, Slow Travel Kedepankan Minim Sampah
Selain dari koneksi sosial dan budaya, slow travel juga mengedepankan faktor lingkungan sebagai salah satu pertimbangannya. Walaupun waktu yang dihabiskan ketika berlibur cenderung lebih panjang, slow travel berusaha agar perjalanan yang dilakukan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan laporan dari Booking.com bertajuk Sustainable Travel Report 2023, terdapat beberapa aktivitas yang dapat dilakukan agar liburan dapat lebih minim dampak lingkungan. Dari 33.228 responden yang mengikuti survei, 77% mematikan alat yang membutuhkan listrik dan 67% memilih untuk mematikan AC selama mereka tidak berada di penginapan. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah untuk menghemat energi selama perjalanan.
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan menggunakan kembali handuk secara berulang untuk menghindari limbah (60%), menggunakan botol air isi ulang (55%), mendaur ulang sampah selama perjalanan (45%), dan tidak membersihkan ruang penginapan setiap hari (40%).
Dengan demikian, slow travel sebagai konsep liburan yang mengedepankan kualitas pengalaman, wawasan, lingkungan, dan kedekatan budaya dapat memberikan rasa tenang dan menyenangkan selama proses berlibur. Terkhusus bagi gen Z dan milenial yang banyak mengedepankan nilai keberlanjutan dalam kegiatan sehari-hari, slow travel bisa jadi pilihan yang cocok.
Baca Juga: Saling Berbeda, Intip Bagaimana Preferensi Liburan Gen Z dan Milenial Tahun 2024
Penulis: Nur Fitriani Ramadhani
Editor: Editor