Mobilisasi saat ini juga turut menjadi salah satu bentuk perilaku konsumsi masyarakat. Bukan sekadar perihal pembelian alat transportasinya, tetapi bentuk jasa yang ditawarkan bagi mobilisasi masyarakat.
Fakta tersebut diperkuat dengan semakin naiknya total unduhan aplikasi transportasi online oleh masyarakat Indonesia per 2022-2023. Minat ini menegaskan perihal semakin tingginya tren pemanfaatan jasa dan pemesanan transportasi melalui aplikasi digital.
Eksistensi varietas aplikasi pemesanan transportasi digital turut merebak, tentunya beriringan dengan “keterbukaan dan kelapangan” masyarakat Indonesia terhadap performa bisnis ini.
Berdasarkan data oleh The State Mobile 2024 Report, Gojek masih merajai peringkat teratas total unduhan aplikasi digital khusus pemesanan transportasi.
Keunggulan Gojek tersebut tetapi tidak diiringi peningkatan berarti, karena nyatanya posisi teratas yang diraihnya justru diiringi oleh fakta penurunan sebesar 29% pada total unduhan tahun terbaru 2023 dibandingkan tahun sebelumnya 2022.
Hasil akhir tersebut tentunya berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat yang telah mengalami pengalihan kepada pasca pandemi saat tahun 2023.
The State Mobile 2024 Report turut menegaskan bahwa angka tertinggi aktivitas masyarakat dalam bentuk pemesanan dan pengunduhan aplikasi digital tersebut terjadi pada masa pandemi, selaras dengan kebutuhan masyarakat yang saat itu mengalami pembatasan aktivitas.
Namun, data di atas sejatinya juga turut merilis fakta unik perihal pemeringkatan yang ditemukan bahwa Maxim sebagai aplikasi pemesanan transportasi digital, dengan status terbilang “lebih muda” dibandingkan para pendahulunya yaitu Gojek dan Grab, tetapi berhasil merajai peringkat tersebut sebagai raja kedua.
Tercatat bahwa Maxim berhasil melandai di Indonesia pada 2018 sedangkan Grab terhitung telah hadir di tengah masyarakat tepatnya empat tahun sebelum kehadiran Maxim.
Selang periode yang terbilang jauh berhasil dilewatinya dengan laju pemasaran aplikasinya kepada masyarakat. Pasalnya, Maxim berhasil membuktikan status pemeringkatannya juga dengan laju peningkatan unduhan per tahunnya, berbanding terbalik dengan Gojek sebagai peringkat pertama dalam kedudukan tersebut.
Isu Merger Grab-Gojek: Bagaimana Proyeksi Kerjasamanya?
Situasi iklim pada usaha penawaran jasa siap antar-jemput pada aplikasi digital tersebut ternyata memang dikonfimasi dan direspon selaras oleh Sumber pada Bloomberg. GoTo tidak sepenuhnya mengonfirmasi tetapi melihat adanya potensi baik mengenai perencanaan merger antara Grab dan GoTo, khususnya dalam hal pemberian jasa pelayanan bagi masyarakat.
Pihak GoTo menegaskan melalui Bloomberg bahwa potensi ini terlihat memiliki proyeksi baik, beriringan dengan fakta semakin tingginya resiko dan nilai kompetitif pada lingkup bisnis ini.
Namun, pernyataan tersebut dilanjutkan dengan keterangan bahwa apabila kerjasama tersebut kelak dilaksanakan maka bukan berarti terjadi suatu “unifikasi” sistem kerja atau sistem layanan, melainkan lebih mengarah kepada keputusan jelas perihal pembagian pasar (market share) antar keduanya.
Pernyataan tersebut mengacu kepada keadaan Grab sebagai aplikasi pemesanan transportasi berbasis digital dengan basis di Singapura dan Gojek di Indonesia, saat ini memang sedang mengalami fase pembagian pasar.
Berdasarkan data oleh Measurable.ai bahwa memang per 2020-2021, Grab dan Gojek mengalami laju kompetisi yang sangat kompetitif dalam menghadapi pangsa pasar di Indonesia.
Hal ini akhirnya memunculkan suatu opsi potensial, apabila kerjasama antar keduanya terjadi maka pihak Grab berdasarkan Sumber pada Bloomberg menegaskan, koorporasi tersebut akan merujuk pada adanya pemisahan penuh pangsa pasar utama, yaitu Singapura diperuntukkan sebagai pangsa pasar utama Grab berkenaan sebagai basis Grab sendiri dan Gojek di Indonesia.
Pendapat Ekonom Perihal Isu Merger Grab-Gojek
Indonesia sebagai Negara Hukum memiliki landasan UU Nomor 5 Tahun 1999 membahas mengenai pengertian monopoli perekonomian, yaitu usaha penguasaan atas produksi dan/pemasaran barang dan/atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha.
Pembahasan mengenai isu penegasan pembagian pasar Grab-Gojek tentunya tetap bukan suatu angin segar pada iklim bisnis aplikasi pemesanan transportasi digital di Indonesia.
Kedudukan Gojek sebagai penguasa saat ini tidak seharusnya melebarkan sayapnya dengan bekerjasama dengan suatu jenis merek berbeda dalam satu jenis produk jasa pelayanannya. Mengingat masyarakat akhirnya tidak memiliki “pilihan” dalam keputusan konsumsi.
Melemahkan persaingan pasar, meningkatkan kesenjangan kapital bisnis, menurunkan potensi pertumbuhan bisnis baru, dan daya produktivitas pasar.
Keadaan Grab yang masih menduduki peringkat lima besar teratas pada pemeringkatan aplikasi pemesanan transportasi digital terpopuler, hanya kemudian akan mempersempit nilai kompetitif bisnis, padahal mengingat lingkup bisnis keduanya (Grab-Gojek) yaitu lingkup transportasi, yang mana berkaitan erat dengan dinamika pemenuhan tarif sebagai daya beli masyarakat.
Apabila nilai kompetitif bisnis menurun, maka artinya pemenuhan tarif hanya akan memiliki satu standardisasi yaitu harga pasar yang ditetapkan oleh “penguasa pasar” tanpa alternatif, yang mana ini potensi menimbulkan dilema sosial.
“Merger dua perusahaan besar yang bergerak di segmen bisnis sejenis, khususnya transportasi sebenarnya hanya merupakan suatu upaya memperkuat kapital bisnis, operasi bisnis, dan merupakan suatu hal yang dapat menjadi suatu ancaman pasar khususnya mengenai kontrol tarif itu sendiri” ujar Sutanto Soehadho sebagai Guru Besar Transportasi dari Universitas Indonesia kepada Tempo.
Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya