Perekonomian Indonesia pasca pandemi Covid-19 mengarah ke hasil yang positif secara berturut-turut dalam bentuk surplus.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI merilis angka mengenai kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Maret 2024. Dalam rilis tersebut, disebutkan bahwa Indonesia berhasil menghasilkan surplus. Pada bulan tersebut, tercatat jumlah surplus APBN mencapai Rp22,8 triliun.
“Posisi APBN masih mengalami surplus Rp22,8 triliun atau 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan keseimbangan primer surplus Rp 132,1 triliun,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati, Senin (25/3) mengutip Jawa Pos.
Pertama kali surplus turun sejak dua tahun terakhir
Meskipun begitu, jumlah surplus pada Maret 2024 tampak turun dibanding pada Maret 2023. Data yang diberikan oleh Kemenkeu RI menyebut bahwa surplus Maret 2024 berada di angka Rp22,8 triliun. Angka ini turun sebanyak Rp100,1 triliun dibanding pada Maret 2023.
Dalam perjalanannya, Indonesia selalu mencatatkan surplus sejak Maret 2022. Pada Maret tahun tersebut, surplus APBN RI berada di Rp11,1 triliun, dilanjut Rp122,9 triliun pada Maret 2023. Defisit APBN RI terakhir kalinya dialami pada Maret 2021, dimana saat itu keuangan negara terkoreksi minus sebesar Rp143,7 triliun. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Sri Mulyani.
“Pertumbuhan penerimaan negara sangat tinggi di 2021 dan 2022, itu tetap bisa terjaga pada 2023, dan kita tahu itu akan mengalami koreksi. Jadi, sekarang pertumbuhan Pendapatan Negara negatif 5,4 persen,” papar Sri Mulyani dalam Jawa Pos.
Naiknya belanja negara menjadi penyebab
Dalam data lanjutannya, Kemenkeu RI mengungkap bahwa turunnya surplus pada APBN RI salah satunya karena naiknya belanja negara di masa ini. Tercatat ada Rp470,3 triliun sudah direalisasikan dalam bentuk belanja.
Sri Mulyani menyebut bahwa mayoritas belanja negara digunakan untuk belanja pemerintah pusat dengan nilai Rp328,9 triliun, dengan sepertiga belanja pusat untuk disalurkan ke daerah.
“Transfer ke daerah ini hampir sepertiga dari belanja pemerintah pusat. Melalui APBD kita membantu pemda dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” kata Sri Mulyani dalam Kontan.
Rinciannya, pada Maret 2024 belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja K/L (Kementerian/Lembaga) senilai Rp165,4 triliun, belanja non K/L senilai Rp163,4 triliun, serta TKD (Transfer Ke Daerah) senilai Rp141,4 triliun.
Meskipun belanja negara naik Rp71,9 triliun dibanding periode sebelumnya, pendapatan negara pada Maret 2024 tercatat turun menjadi Rp493,2 triliun, dari yang sebelumnya di angka 521,3 triliun pada Maret 2023.
"Kami tahu (pertumbuhan) itu akan mengalami koreksi. Jadi, pertumbuhan pendapatan negara negatif 5,4% (per 15 Maret 2024)," sebut Sri Mulyani mengakui, dalam Konferensi Pers Kemenkeu RI.
Waspada geopolitik luar negeri, jaga perekonomian negara
Kemudian, Sri Mulyani juga mewaspadai perkembangan politik luar negeri untuk tetap menjaga roda perekonomian tanah air. Dalam pemaparannya, hal yang perlu menjadi objek pengamatan adalah situasi turunnya perekonomian di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), serta perkembangan beberapa konflik bersenjata di dunia.
“Kita melihat bahwa geopolitik ini, akan menjadi faktor yang masih sangat dominan, karena geopolitik termasuk perang, itu biasanya terjadi begitu saja, tidak ada peringatan dan dampaknya langsung kepada perekonomian dunia. Ini yang perlu kita waspadai,” ingat Sri Mulyani dalam konferensi yang sama mengutip VOA Indonesia.
Penulis: Pierre Rainer
Editor: Iip M Aditiya