Konsumsi pangan merupakan salah satu indikator penting untuk memahami pola makan masyarakat sekaligus menilai ketahanan pangan nasional suatu negara.
Data terbaru pemerintah melalui Satu Data Indonesia menunjukkan perkembangan rata-rata konsumsi per jenis pangan penduduk Indonesia sejak 2018 hingga 2024.
Dari keseluruhan data tersebut, jika difokuskan pada tahun 2024, terlihat gambaran yang cukup menarik mengenai pangan apa saja yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Mulai dari padi-padian, umbi-umbian, gula, sayur-mayur, hingga pangan lainnya, ini dia klasifikasi konsumsi pangan di Indonesia dari yang tertinggi hingga terendah!
Padi-padian Tetap Jadi Primadona
Tak mengherankan, padi-padian menempati urutan pertama dalam daftar konsumsi pangan tahun 2024. Rata-rata konsumsi padi-padian mencapai 109,7 kg per kapita per tahun. Jika dibagi rata, artinya setiap orang Indonesia diperkirakan mengonsumsi sekitar 300 gram padi-padian per hari.
Angka tersebut juga mencakup konsumsi beras sebanyak 92,1 kg/kap/tahun, jagung sebesar 1,5 kg/kap/tahun, dan yang terakhir terigu dengan jumlah 16,1 kg/kap/tahun.
Angka ini mencerminkan betapa beras masih menjadi makanan pokok utama, terutama mengingat hampir seluruh masyarakat Indonesia masih menggantungkan asupan karbohidratnya pada nasi.
Dominasi padi-padian sekaligus menunjukkan tantangan tersendiri, tingginya ketergantungan masyarakat terhadap beras membuat diversifikasi pangan masih sulit diwujudkan.
Pemerintah sudah mendorong konsumsi sumber karbohidrat lain, seperti jagung dan sagu, namun angka konsumsi produk-produk tersebut masih jauh di bawah beras.
Sayur dan Buah Dua Teratas
Konsumsi sayur dan buah menempati urutan kedua tertinggi setelah padi-padian di Indonesia dengan rata-rata sekitar 89,3 kg per kapita per tahun.
Meskipun jumlah ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan rekomendasi WHO yang minimal 400 gram per hari, secara kuantitatif konsumsi sayur dan buah memang menempati urutan kedua tertinggi dalam pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia sesudah padi-padian.
Faktor harga, akses, dan kebiasaan makan menjadi penyebab utama. Banyak orang masih menempatkan sayur sebagai pelengkap nasi, bukan sebagai menu utama yang harus dipenuhi porsinya.
Pangan Hewani Cukup Tinggi
Selain padi-padian serta sayur dan buah, masyarakat Indonesia juga cukup banyak mengonsumsi pangan hewani. Data tahun 2024 menunjukkan bahwa konsumsi pangan hewani mencapai 45,5 kg per kapita per tahun, atau setara dengan 125 gram per orang per hari.
Angka ini menempatkan pangan hewani pada urutan penting dalam struktur konsumsi pangan nasional, bahkan lebih tinggi dibandingkan konsumsi gula, kacang-kacangan, maupun beberapa kelompok pangan lainnya.
Pangan hewani ini mencakup berbagai komoditas seperti daging, ikan, telur, dan susu. Konsumsi tersebut merefleksikan meningkatnya daya beli masyarakat serta perubahan pola makan yang cenderung lebih bervariasi.
Di banyak daerah perkotaan, misalnya, konsumsi daging ayam dan telur menjadi sumber utama protein hewani sehari-hari. Sementara itu, di wilayah pesisir, ikan laut dan ikan air tawar mendominasi menu harian.
Umbi-umbian Digemari
Di urutan berikutnya terdapat umbi-umbian dengan rata-rata konsumsi sekitar 15 kg per kapita per tahun. Jika dihitung harian, konsumsi umbi-umbian setara dengan 41 gram per orang per hari.
Angka tersebut turut mencakup jumlah konsumsi singkong sebanyak 8,5 kg/kap/tahun, 3,1 kg/kap/tahun untuk konsumsi ubi jalar, kentang sebanyak 2,5 kg/kap/tahun, sagu sebesar 0,6 kg/kap/tahun dan yang terakhir yakni konsumsi umbi-umbian lainnya pada angka 0,3 kg/kap/tahun.
Angka ini menunjukkan bahwa meski tidak sepopuler beras, umbi-umbian tetap berperan sebagai sumber karbohidrat tambahan yang cukup diminati di Indonesia.
Konsumsi ini banyak ditemukan di daerah dengan tradisi pangan lokal yang kuat, seperti Maluku dan Papua yang mengandalkan sagu, atau masyarakat Jawa yang masih mengonsumsi singkong dan ubi.
Sayangnya, tren urbanisasi cenderung membuat umbi-umbian dipandang hanya sebagai makanan selingan, bukan makanan pokok, sehingga mengurangi jumlah konsumsi umbi-umbian masyarakat per tahun.
Kacang-kacangan Cukup Tinggi
Selanjutnya, terdapat kelompok kacang-kacangan dengan konsumsi sekitar 10 kg per kapita per tahun, atau 27,4 gram per hari. Angka ini relatif kecil, padahal kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, atau kacang hijau adalah sumber protein nabati yang sangat penting.
Angka tersebut mencakup 9,1 kg/kap/tahun untuk kedelai, 0,3 kg/kap/tahun untuk kacang tanah, kacang hijau sebesar 0,4 kg/kap/tahun, dan yang terakhir sebesar 0,2 kg/kap/tahun untuk jenis kacang-kacangan lainnya.
Indonesia memang cukup kaya dengan olahan kedelai seperti tempe dan tahu, tetapi angka konsumsi nasional yang rendah mengindikasikan distribusi konsumsi tidak merata. Banyak daerah masih bergantung pada sumber protein hewani, meskipun secara harga protein nabati lebih terjangkau.
Gula dan Produk Manis Cukup Terjaga
Data tahun 2024 juga menempatkan gula pada urutan ketiga dengan konsumsi sekitar 6 kg per kapita per tahun, atau hampir 16,44 gram per hari. Angka ini berada pada batas aman, mengingat WHO merekomendasikan konsumsi gula harian maksimal 50 gram.
Tingkat konsumsi gula di Indonesia erat kaitannya dengan budaya minum teh dan kopi manis, serta meningkatnya tren minuman kekinian yang sarat gula tambahan. Angka tersebut mencakup gula pasir sebanyak 5,5 kg/kap/tahun dan konsumsi gula merah sebanyak 0,5 kg/kap/tahun.
Buah dan Biji Berminyak Masih Rendah
Konsumsi buah dan biji berminyak di Indonesia pada tahun 2024 tercatat masih rendah. Rata-rata hanya mencapai 1,2 kg per kapita per tahun. Padahal, kelompok pangan ini penting karena menjadi sumber lemak nabati sehat, protein nabati, serta berbagai vitamin dan mineral yang mendukung kesehatan jantung, otak, dan metabolisme tubuh.
Angka tersebut termasuk 1 kg/kap/tahun untuk konsumsi kelapa dan hanya 0,2 kg/kap/tahun untuk konsumsi buah kemiri.
Rendahnya konsumsi buah dan biji berminyak disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari harga yang relatif mahal, keterbatasan variasi produk olahan, hingga rendahnya kebiasaan masyarakat dalam menjadikan kacang-kacangan dan biji sebagai bagian dari menu harian.
Baca juga : Terus Naik, Simak Pergerakan Harga Beras 2018-2025
Penulis: Emily Zakia
Editor: Muhammad Sholeh