Ramai Soal Fenomena Childfree, Bagaimana Laju Angka Kelahiran di Indonesia?

Angka TFR Indonesia terus mengalami penurunan. Namun, BKKBN mencatat bahwa fenomena childfree kini belum menjadi isu yang mengkhawatirkan

Ramai Soal Fenomena Childfree, Bagaimana Laju Angka Kelahiran di Indonesia? Ilustrasi pasangan yang memutuskan untuk childfree | Artem Postoev/Shutterstock

Fenomena childfree atau keinginan untuk tidak memiliki anak kini sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Hal ini terutama dimulai dari seorang youtuber yang membagikan pendapat dan keputusannya untuk childfree. Fenomena ini lalu menjadi topik hangat lantaran dianggap sebagai kontroversial di tengah budaya Indonesia.

Sehubungan dengan ramainya fenomena childfree, tren angka kelahiran di Indonesia ternyata terus mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total fertility rate (TFR) Indonesia berada pada angka 2,18 poin pada 2020. Ini turun dari 5,61 pada 50 tahun lalu.

Central Statistics Agency (CSA) juga menunjukkan terjadinya tren penurunan angka pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia pada 2010 hingga 2020 menunjukkan penurunan 1,25 persen dari periode sebelumnya pada 2000 hingga 2010 yang menunjukkan 1,49 persen. CSA memperkirakan pada 2025-2030 mendatang, laju pertumbuhan penduduk hanya 0,80 persen dan akan terus menurun di tahun berikutnya.

Lalu, apakah fenomena childfree ini menjadi isu yang mengkhawatirkan di Indonesia? Apakah tren penurunan angka kelahiran dan jumlah penduduk disebabkan oleh isu ini?

Angka kelahiran di Indonesia masih tergolong tinggi

Eni Gustina selaku Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai, fenomena childfree di Indonesia masih berada di taraf wajar dan belum mengkhawatirkan.

“Sampai saat ini, BKKBN melihat bahwa fenomena ini belum dianggap sebagai fenomena yang mengkhawatirkan,” tuturnya seperti dikutip dari Tempo.

Menyadur data dari World Population Prospects pada tahun 2022, Indonesia berada di urutan kelima dalam daftar angka kelahiran anak tertinggi berdasarkan wilayah Asia Tenggara. Angka TFR Indonesia berada di level 2,15 pada tahun 2022.

Total angka kelahiran anak di negara-negara kawasan Asia Tenggara | Goodstats

Sementara, angka kelahiran tertinggi ada di Timor Leste dengan TFR di level 3,05 poin. Ini menandakan bahwa tiap satu orang perempuan rata-rata melahirkan tiga orang anak sepanjang masa subur/aktif reproduksinya.

Singapura menjadi negara dengan angka kelahiran terendah berdasarkan laporan, di mana angka kelahiran di negara tersebut berada di level 1,03 poin. Namun, angka ini naik perlahan-lahan dari tahun-tahun sebelumnya, di mana pada tahun 2020 angka TFR Singapura berada di level 1,00 dan pada tahun 2021 berada di level 1,02.

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 2017-2022 | Goodstats

Adapun, laju pertumbuhan Indonesia pada tahun 2022 mencapai 1,17 persen. Ini terlihat lebih lambat dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,22 persen. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan penduduk biasanya melambat seiring dengan menurunnya angka kelahiran total. Hal ini dipengaruhi juga oleh kemajuan teknologi dan pendidikan.

Berkenaan dengan laju pertumbuhan penduduk yang makin melambat, BKKBN berharap agar pertumbuhan penduduk di Indonesia tidak berada pada angka terendah atau bahkan minus. Jika penduduk usia produktif semakin sedikit, BKKBN khawatir bahwa nantinya Indonesia hanya akan dipenuhi oleh penduduk usia tua.

“Tapi, sebenarnya Indonesia juga tidak berharap nggak punya anak, karena kita juga harus menjaga pertumbuhan keseimbangan penduduk,” katanya.

Berbagai faktor yang mempengaruhi pasangan memutuskan untuk childfree

Victoria Tunggono dalam bukunya bertajuk Childfree & Happy (2021) menjelaskan, menjadi orang tua butuh persiapan yang matang. Tidak hanya dari segi fisik dan materi, namun juga dari segi kesiapan mental seseorang mengenai bagaimana cara untuk mendidik anaknya di masa depan dengan baik.

Dalam bukunya, Victoria melakukan penelitian pada 14-16 orang yang memutuskan untuk tidak memiliki anak. Hasilnya mengungkapkan, bahwa terdapat sekitar lima alasan utama mengapa mereka memilih untuk melakukan childfree.

Alasan pertama terkait dengan masalah fisik atau sakit turun-temurun. Beberapa pasangan mengaku bahwa masalah fisik merupakan indikator terpenting dalam memiliki anak. Alasan kedua berasal dari faktor psikologis, di mana mereka mengaku bahwa mereka tidak memiliki kesiapan serta mempunyai masalah mental.

Alasan terpopuler berikutnya adalah karena masalah ekonomi. Beberapa pasangan mengakui bahwa mereka takut jika nantinya memiliki anak, mereka akan kekurangan uang dan akan menjalani kehidupan yang sulit karena harus menghidupi anak-anak mereka.

Kemudian, alasan berikutnya datang dari faktor lingkungan, di mana beberapa pasangan memiliki asumsi bahwa dunia terlalu ramai, dan mereka merasa dampak pemanasan global semakin parah. Alasan ini memicu mereka untuk tidak ingin menambah kehancuran alam dengan satu jiwa lagi. Lalu, alasan terakhir diungkapkan oleh pasangan yang memilih untuk bebas anak didasarkan pada alasan pribadi.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

WFA Jadi Sistem Kerja yang Paling Disukai Gen Z

Dalam laporan survei Jakpat terhadap 612 responden yang bekerja, ditemukan bahwa sebanyak 34% Gen Z di Indonesia lebih memilih bekerja secara WFA.

"Badarawuhi di Desa Penari" vs "Siksa Kubur", Mana yang Lebih Banyak Mendapatkan Penonton?

Perbedaan jumlah penonton antara kedua film ini mencerminkan variasi preferensi dan ekspektasi penonton terhadap genre horor yang beragam dan dinamis.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook
Student Diplomat Mobile
X