Potret Vonis Hukuman Mati di Indonesia

Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan lebih dari 80 persen masyarakat setuju koruptor kakap dan gembong narkoba perlu dijatuhi hukuman mati.

Potret Vonis Hukuman Mati di Indonesia Potret pelaku kriminal dalam penjara | Motortion Films/Shutterstock

Lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia setuju bahwa koruptor kelas kakap dan gembong narkoba perlu dijatuhi hukuman mati. Berbagai kasus penyelewengan dalam praktik demokrasi serta kasus kriminal lainnya masih menjadi PR besar yang membutuhkan tindakan tegas dari aparat pemerintah.

Menurut Indeks Demokrasi 2021 yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia masih tergolong ke dalam kelompok negara dengan flawed democracy atau demokrasi yang tidak sempurna.

Tertatih-tatih menghadapi tantangan dalam praktik demokrasi, Indonesia secara perlahan mulai menunjukkan peningkatan skor indeks demokrasi serta peringkatnya secara global. Beberapa tantangan demokrasi yang dihadapi Indonesia di antaranya dalam kebebasan pers, budaya politik, partisipasi politik, dan fungsi pemerintahan.

Hukuman mati di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Hukuman mati dikategorikan sebagai hukuman paling berat yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggar hukum dan pelaku tindak kriminal di Indonesia, utamanya yang menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat Indonesia.

Penerapan hukuman mati di Indonesia

Hukuman mati di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 2/PNPS/1964. Dalam UU tersebut, hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.

Jenis-jenis kejahatan yang diancam dengan hukuman mati tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), di antaranya seperti makar membunuh kepala negara, pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, hingga pencurian dan kekerasan oleh 2 orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.

Peraturan mengenai hukuman mati di Indonesia terus berkembang, terutama bagi koruptor kelas kakap dan gembong narkoba. Pasal 118 dan pasal 112 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah pidana mati.

Berikutnya bagi pelaku tindak pidana korupsi, hukuman mati diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diperbarui dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Selain itu, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam menjatuhkan pidana hukuman mati bagi koruptor dengan mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberatasan Korupsi.

Perma ini memperoleh apresiasi dari berbagai pihak khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta berbagai pihak lainnya.

Meningkat pada masa pandemi

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), sebuah lembaga riset independen yang berfokus pada hukum kriminal dan reformasi keadilan merilis laporan teranyar mengenai data kasus hukuman mati di Indonesia. Hasilnya sepanjang tahun 2021, ICJR mencatat terdapat 146 kasus hukuman mati dengan 171 terdakwa di Indonesia.

Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni pada tahun 2020 yang memiliki 173 kasus hukuman mati dengan total 210 terdakwa. Dibandingkan secara year-on-year (YoY), jumlah kasus pada 2021 menurun sebesar 15,6 persen, sementara jumlah terdakwa berkurang 18,6 persen.

ICJR juga merangkum perbandingan jumlah kasus hukuman mati pada periode sebelum dan selama pandemi Covid-19 berlangsung antara 27 Maret hingga 9 Oktober setiap tahunnya mulai dari 2019 hingga 2021.

Perbandingan jumlah kasus dan terdakwa hukuman mati di Indonesia sebelum dan selama pandemi Covid-19 (2019-2021) | GoodStats

Hasilnya, jumlah kasus hukuman mati lebih banyak terjadi pada masa pandemi Covid-19 berlangsung yakni pada periode tahun 2020 dan 2021 dengan puncaknya yakni 2020. Meskipun pada periode tahun 2021 jumlahnya mengalami penurunan, namun catatan jumlah kasus dan terdakwa pada periode ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelum pandemi.

Didominasi kejahatan narkotika, korupsi cetak rekor perdana

Secara umum pada tahun 2021, kasus hukuman mati di Indonesia masih didominasi oleh kejahatan yang terkait dengan narkotika. Tren ini pun masih sama dengan tahun sebelumnya. Adapun total kasus hukuman mati yang disebabkan oleh kejahatan narkotika mencapai 120 kasus dengan persentase sebesar 82 persen.

Persentase jumlah kasus hukuman mati di Indonesia berdasarkan jenis kejahatan tahun 2021 | GoodStats

Kemudian, 6 kasus hukuman mati berasal dari kejahatan terorisme dengan persentase sebesar 4 persen, diikuti 19 kasus kejahatan terhadap orang lain sebesar 13 persen, dan terakhir 1 kasus kejahatan korupsi dengan persentase sebesar 1 persen.

Bila dirinci, dari 19 kasus kejahatan terhadap orang lain, 13 kasus di antaranya merupakan pembunuhan berencana, 1 kasus pembunuhan berencana disertai pencurian, 2 kasus pemerkosaan pada anak yang mengakibatkan kematian, 2 kasus pembunuhan berencana disertai pemerkosaan pada anak, serta 1 kasus pembunuhan berencana disertai kekerasan pada anak berakibat kematian.

Dalam rekam jejak ICJR, tuntutan hukuman mati terhadap kasus kejahatan korupsi baru pertama kali muncul pada tahun 2021 lalu terhadap Heru Hidayat yang merupakan tersangka kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri.

Mayoritas masyarakat setuju akan penerapan hukuman mati

Meninjau tanggapan masyarakat, hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada Februari 2022 menunjukkan bahwa sebesar 84 persen responden menyetujui penerapan hukuman mati terhadap koruptor kakap. Secara lebih rinci, 57,5 persen menyatakan setuju dan 26,5 persen di antaranya bahkan sangat setuju.

Sikap masyarakat terhadap penerapan hukuman mati di Indonesia tahun 2022 | GoodStats

Di sisi lain, mayoritas responden juga menyatakan sikap setuju tentang penerapan hukuman mati terhadap gembong narkoba. Adapun persentasenya mencapai 85,5 persen dengan rincian 61,9 persen responden memilih setuju dan 23,6 persen sangat setuju.

Sementara itu, 10 persen responden menyatakan kurang setuju koruptor kakap dihukum mati dan sebesar 9,2 persen pada gembong narkoba. Berikutnya, hanya 1,7 persen responden tidak setuju sama sekali koruptor kakap dihukum mati dan pada gembong narkoba persentasenya sebesar 1,9 persen.

Sisanya, 4,3 persen responden memilih tidak tahu atau tidak menjawab terkait penerapan hukuman mati terhadap koruptor kakap sedangkan pada gembong narkoba persentasenya ialah sebesar 3,4 persen.

Berdasarkan hasil survei tersebut, mayoritas responden menyetujui adanya penerapan hukuman mati terhadap tersangka kasus kejahatan berat yang merugikan banyak pihak, utamanya terhadap koruptor kakap dan gembong narkoba. Hal ini tentunya agar pelaku memperoleh efek jera serta sebagai upaya meminimalisir tindak kriminal serupa ke depannya.

Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Kembali Terpilih, Bagaimana Citra DPR Selama Dipimpin Puan Maharani?

Puan Maharani kembali terpilih sebagai Ketua DPR RI. Citra DPR RI tercatat mengalami pasang surut selama 5 tahun masa kepemimpinan Puan pada 2019-2024.

Keterwakilan Perempuan di DPD RI Terus Naik

Peningkatan keterlibatan perempuan di DPD RI mendorong kebijakan yang semakin eksklusif dan berkaitan dengan isu-isu wanita.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook