Setiap harinya, masyarakat Palestina di Gaza harus hidup di bawah bayang-bayang ancaman serangan. Serangan udara yang terus menghancurkan rumah-rumah, sekolah, dan fasilitas kesehatan, hanya menyisakan jejak kehancuran di setiap sudut kota.
Peperangan ini masih jauh dari kata usai. Dikutip dari Kompas (17/06), meski Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah membubarkan kabinet perang—yang dibentuk setelah serangan Hamas ke Israel lalu (7/10/2023)—, harapan untuk perdamaian tetap jauh dari kenyataan.
Merespon situasi konflik hingga saat ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil langkah besar dengan memasukkan Israel ke dalam "Daftar Hitam", yang juga dikenal sebagai "Daftar Memalukan". Daftar ini mencakup negara-negara yang melakukan pelanggaran berat terhadap anak-anak dalam konflik bersenjata. Hal ini dilakukan sebagai bentuk teguran terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran terhadap anak.
Adapun langkah tersebut menandai pertama kalinya angkatan bersenjata Israel dimasukkan dalam "Daftar Hitam" tersebut, kendati kekerasan terhadap anak terus terjadi di Gaza sedari dulu.
Dilansir dari Times of Israel, Perdana Menteri Luar Negeri Israel Katz menganggap keputusan tersebut sebagai bentuk kejahatan. Sebaliknya, melalui Al Jazeera, Pejabat senior Palestina Riad Malki menyambut baik keputusan tersebut, meski menilai langkah tersebut sebenarnya terlambat.
Sebenarnya, bukan hanya Israel yang masuk dalam daftar tersebut, kelompok bersenjata Palestina juga menjadi bagian dari daftar hitam ini, untuk pertama kalinya.
Daftar tersebut pun terlampir dalam Laporan Tahunan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) pada isu Anak dan Konflik Bersenjata.
Dalam laman resmi Human Rights Watch (HRW), PBB sebenarnya mencatat, bahwa antara tahun 2015 dan 2022, lebih dari 8.700 anak menjadi korban pelanggaran oleh pasukan Israel. Skala pelanggaran tersebut meningkat drastis di tahun 2023, sehingga angka ini dianggap tidak bisa diabaikan lagi oleh PBB.
PBB mengonfirmasi bahwa pasukan Israel disebut bertanggung jawab atas 5.698 pelanggaran berat, termasuk pembunuhan anak, serangan terhadap sekolah dan rumah sakit, hingga pembatasan akses bantuan kemanusiaan. Namun, karena sulitnya akses, terutama di Gaza, informasi ini tidak mencakup semua pelanggaran terhadap anak-anak.
Sekjen PBB Antonio Guterres pun menambahkan kelompok bersenjata Palestina dalam daftar pelanggar, termasuk Brigade Izz al-Din al-Qassam dari Hamas (116 pelanggaran) dan Brigade Al-Quds dari Jihad Islam Palestina (21 pelanggaran) karena tindakan kekerasan terhadap anak-anak.
Selain itu, secara keseluruhan terdapat lebih dari 23.000 pelanggaran berat terhadap 3.900 anak Israel dan 19.887 anak Palestina dilaporkan secara keseluruhan, meski belum diverifikasi pelakunya.
Secara global, sepanjang tahun 2023, PBB memverifikasi adanya 30.705 pelanggaran berat, lebih tinggi 21% dari tahun sebelumnya. Pelanggaran ini mencakup perekrutan anak sebagai tentara, kekerasan seksual terhadap anak, penculikan anak, serangan terhadap sekolah dan rumah sakit, serta penolakan akses kemanusiaan.
Dari total pelanggaran tersebut, jumlah anak yang terbunuh naik sebanyak 35%, dibandingkan tahun 2022. Kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak juga meningkat 25%, sering kali tidak dilaporkan karena adanya stigma dan sulitnya akses penanganan.
Sebenarnya, Rusia juga masih masuk ke dalam daftar pelanggar karena tindakan mereka terhadap anak-anak di Ukraina, termasuk pembunuhan, mutilasi, serta serangan terhadap ratusan sekolah dan rumah sakit. Namun, pelanggaran yang ada masuk ke dalam kategori situasi atau masalah yang tidak sedang dibahas oleh Dewan Keamanan PBB saat ini.
Catatan tersebut dianggap sebagai wujud komitmen PBB bahwa anggota tetap Dewan Keamanan PBB harus tetap bertanggung jawab atas pelanggaran mereka.
Adrianne Lapar, direktur program Watchlist on Children and Armed Conflict, pun menyatakan bahwa pelanggar hak anak tidak boleh ditoleransi, siapa pun penyokongnya, dalam rilis persnya.
"Sekjen l PBB harusnya memasukkan semua pelaku dalam 'daftar aib' tahunannya dan memastikan kejahatan terhadap anak-anak tidak dibiarkan tanpa hukuman," tegasnya.
Sayangnya, kejahatan perang oleh Israel diprediksi akan meningkat dan meluas. Dilansir dari Kompas (19/6), militer Israel telah menyetujui rencana untuk menyerang wilayah Lebanon.
Penulis: Intan Shabira
Editor: Editor