Perbudakan adalah sistem atau kondisi di mana kebebasan hidup seseorang dirampas untuk bekerja guna kepentingan orang lain. Meskipun sistem perbudakan secara resmi telah dihapus, namun praktiknya masih banyak ditemukan di era modern, yang kemudian dikenal dengan istilah perbudakan modern.
Perbudakan modern sendiri didefinisikan sebagai segala bentuk eksploitasi dengan penahanan dokumen, sumpah ritual, pengendalian keuangan,ijon, pembatasan pergerakan, hingga menggunakan kekerasan dan ancaman, yang merampas hak asasi para korbannya. Tujuannya pun beragam, mulai dari eksploitasi tenaga kerja, perbudakan rumah tangga, eksploitasi seksual, hingga perdagangan manusia.
Berdasarkan data yang dikumpulkan International Labour Organization (ILO) yang dihimpun oleh Walk Free, tercatat ada sekitar 50 juta orang di dunia hidup dalam situasi perbudakan modern sepanjang tahun 2021. Angkanya meningkat hingga 10 juta sejak tahun 2016 silam.
Terdapat sederet negara yang memiliki angka perbudakan modern tertinggi di dunia. Adapun, Walk Free memberikan penilaian terhadap sebanyak 160 negara yang mengacu pada wawancara dan survei yang dilakukan dengan para penyintas di seluruh dunia.
Hasilnya, Korea Utara memiliki prevalensi perbudakan modern tertinggi, yaitu sebesar 104,6 per 1.000 penduduk. Angkanya kurang lebih mencapai sekitar 2,7 juta jiwa orang yang terjebak dalam aktivitas perbudakan modern di negara tersebut.
“1 dari 10 orang di Korea Utara terjebak dalam perbudakan modern. Sebagian besar dari mereka dipaksa bekerja oleh negara,” tulis Walk Free dalam laporannya.
Indonesia pun tak luput dari perbudakan modern. Jika menilik berdasarkan kawasan, peringkat Indonesia termasuk tinggi, lantaran berada di posisi ke-3 di Asia Tenggara. Prevalensi perbudakan modern di tanah air tercatat sebesar 6,6 per 1.000 penduduk. Capaian tersebut membawa Indonesia menempati peringkat ke-62 dalam skala global.
Sementara, negara dengan prevalensi perbudakan modern tertinggi di Asia Tenggara adalah Myanmar dengan capaian 12,1 per 1.000 penduduk. Angka tersebut membuat Myanmar menduduki posisi ke-13 di dunia. Di lain sisi, skor indeks perbudakan modern terendah di Asia Tenggara dimiliki oleh Singapura yang hanya mencatatkan prevalensi sebesar 2,1 per 1.000 penduduk.
Sebagai informasi, perhitungan yang digunakan Walk Free mengenai prevalensi per seribu penduduk dihitung menggunakan faktor-faktor risiko perbudakan modern. Negara-negara yang memiliki prevalensi perbudakan moden tertinggi cenderung dipengaruhi oleh konflik, kebijakan pemberlakuan kerja paksa oleh negara, serta memiliki tata kelola hukum yang lemah.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya