Dewasa ini, partisipasi perempuan dalam dunia kerja terus bertumbuh. Meskipun angka partisipasi kerja perempuan di Indonesia masih dinilai rendah, tetapi pertumbuhannya dalam kurun waktu lima tahun ke belakang terpantau mengalami peningkatan secara konsisten.
Berbagai tantangan dihadapi oleh perempuan dalam kiprahnya di dunia pekerjaan, khususnya kasus diskriminasi dan kekerasan di tempat kerja. Perempuan juga memiliki risiko lebih tinggi memperoleh upah pekerjaan rendah di sektor informal yang umumnya tidak memiliki standard operational procedure (SOP) secara paten.
Upaya percepatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi perempuan pun menjadi salah satu isu prioritas yang akan dibahas dalam perhelatan Group of Twenty (G20) di Indonesia tahun ini.
Tingkat partisipasi kerja perempuan terus meningkat di tengah pandemi
Meskipun diterpa oleh berbagai tantangan, kontribusi perempuan dalam dunia kerja tidak menyurut. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada perempuan justru meningkat secara konsisten di seluruh golongan usia sejak tahun 2016.
Adapun TPAK perempuan pada periode Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021 mencapai 53,34 persen. Angka ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan TPAK pada periode tahun sebelumnya, yakni sebesar 53,13 persen.
TPAK pada perempuan menunjukkan peningkatan yang konsisten sejak tahun 2007 hingga 2011. Namun beberapa tahun setelahnya, TPAK perempuan justru mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Titik terendah TPAK perempuan Indonesia terjadi pada tahun 2015 dengan persentase hanya sebesar 48,87 persen, mendekati TPAK perempuan pada tahun 2005. Kondisi ini seolah menyeret kembali raihan TPAK perempuan sejauh satu dekade sebelumnya.
Tidak ingin terus terperangkap dalam keterpurukan, TPAK perempuan berhasil kembali bangkit hanya setahun setelahnya, yakni pada tahun 2016 dengan raihan sebesar 50,77 persen. Diikuti oleh peningkatan pada tahun-tahun setelahnya, kini mencapai puncak tertingginya pada tahun 2021.
Sementara itu, TPAK pada laki-laki justru mengalami penurunan sejak tahun 2019 hingga berlangsungnya pandemi (tahun 2020 dan 2021). Pada tahun 2021, persentase TPAK laki-laki sebesar 82,27 persen, sedikit menurun bila dibandingkan dengan capaian pada tahun 2020 dengan persentase 82,41 persen.
Menurunnya TPAK pada laki-laki dipicu oleh banyaknya pekerja, baik di sektor formal maupun informal yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat perusahaan terdampak pandemi Covid-19. Utamanya, selama ini lapangan kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja laki-laki.
Sementara itu, selama pandemi Covid-19, banyak peluang usaha dengan skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dikembangkan oleh perempuan dari rumah untuk membantu perekonomian keluarga. Sehingga, TPAK pada perempuan pun tetap mengalami peningkatan meski Indonesia tengah dilanda pandemi Covid-19.
Dukungan keluarga jadi alasan utama pemicu partisipasi perempuan dalam bekerja
Menikah bukan lagi menjadi penghalang bagi perempuan untuk tetap bekerja. Hasil survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute menunjukkan bahwa dukungan keluarga atau suami menjadi indikator utama yang membantu meningkatkan partisipasi kerja pada perempuan. Adapun persentasenya mencapai 83,29 persen.
Diikuti oleh alasan jam kerja yang fleksibel sebagai indikator yang meningkatkan partisipasi kerja pada perempuan dengan persentase sebesar 61,37 persen. Di samping itu, dukungan pemerintah untuk pekerja perempuan juga menyumbang 23,43 persen peningkatan partisipasi kerja perempuan Indonesia.
Beberapa hal lain yang turut menjadi indikator dalam meningkatkan partisipasi kerja pada perempuan di antaranya cuti melahirkan lebih dari 3 bulan, transportasi yang memadai, adanya tempat penitipan anak, peraturan perusahaan yang meringankan beban kerja perempuan, memiliki asisten rumah tangga atau pengasuh anak, tuntutan ekonomi, dan lainnya.
Pendapatan yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja mayoritas digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan persentase sebesar 94,12 persen. Diikuti oleh biaya pendidikan di posisi kedua sebesar 40,07 persen dan memenuhi kebutuhan pribadi di posisi ketiga sebesar 33,46 persen.
Selain itu, pendapatan yang diperoleh perempuan juga disisihkan untuk tabungan, membantu saudara atau orang tua, investasi, dana sosial, uang saku anak, biaya travelling atau rekreasi, arisan, dan membayar listrik.
Walaupun masih jauh lebih rendah dibanding laki-laki, di beberapa sektor ekonomi perempuan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada laki-laki terutama dalam dunia kerja. Hal tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah perempuan yang menduduki posisi manajerial.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Editor