Industri baja menjadi salah satu penopang utama perekonomian global, mengingat perannya yang vital dalam pembangunan infrastruktur, transportasi, hingga sektor manufaktur. Sejumlah negara tercatat memiliki kapasitas produksi baja yang sangat besar, membuatnya mampu mendominasi pasar internasional.
Persaingan ketat antarnegara dalam menyalurkan produk baja ke berbagai belahan dunia juga menunjukkan bagaimana komoditas ini menjadi kunci penting perdagangan global dan tentunya pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data dari TrademleX tahun 2024, China menempati posisi teratas sebagai negara dengan nilai ekspor baja tertinggi di dunia. Negeri Tirai Bambu itu mencatat nilai ekspor baja mencapai US$70,84 miliar, jauh mengungguli negara lain di bawahnya.
Jerman menempati peringkat kedua dengan nilai ekspor US$30,39 miliar, disusul Jepang sebesar US$27,41 miliar. Sementara itu, Indonesia berhasil masuk dalam jajaran empat besar dengan nilai ekspor mencapai US$25,8 miliar, sedikit lebih tinggi dibanding Korea Selatan di posisi kelima dengan US$24,8 miliar.
Di peringkat selanjutnya, Belgia dan Amerika Serikat bersaing ketat dengan nilai ekspor masing-masing US$19,62 miliar dan US$19,59 miliar. Italia dan Prancis juga masih masuk dalam daftar 10 besar eksportir baja dunia, dengan nilai ekspor masing-masing US$15,06 miliar dan US$14,32 miliar.
Data ini menunjukkan dominasi kuat China dalam perdagangan baja global, sekaligus menegaskan meningkatnya peran negara-negara Asia, termasuk Indonesia, yang mampu bersaing di pasar ekspor baja internasional.
Di samping potensi Industri baja nasional yang unggul di pasar internasional, sektor ini juga mengalami tekanan eksternal yang cukup besar. Presiden Amerika, Donald Trump resmi menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50% secara global. Kebijakan ini lebih tinggi dibandingkan tarif 25% yang telah diberlakukan sejak 2018, dan dikhawatirkan akan menimbulkan perubahan signifikan dalam peta perdagangan baja dunia.
Kepala Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), Akbar Djohan, menilai dampak langsung kebijakan tersebut terhadap Indonesia relatif kecil karena ekspor baja nasional ke Amerika pada 2025 masih di bawah 1%. Namun, risiko utamanya terletak pada efek tidak langsung yakni negara-negara pengekspor besar seperti China. Dengan akses pasar ke Amerika yang menjadi semakin terbatas akibat tarif tinggi, China diperkirakan akan mengalihkan produknya ke pasar lain.
Dalam kondisi ini, Indonesia dengan perlindungan industri yang masih lemah berpotensi menjadi target utama baja impor. Oleh karena itu pemerintah perlu memperkuat kapasitas diplomasi dagang, memfasilitasi partisipasi pelaku industri dalam panggung dagang internasional, serta mempercepat harmonisasi standar teknis dan sertifikasi produk baja nasional dengan ketentuan di negara tujuan.
Baca Juga: Besi dan Baja Jadi Komoditas Ekspor Terbesar Indonesia 2023
Sumber:
https://www.tradeimex.in/blogs/global-steel-export-data-2025-leading-exporters
https://www.smsperkasa.com/blog/impor-baja-dampak-kebijakan-terbaru-pada-proyek-konstruksi-anda
https://money.kompas.com/read/2025/04/14/141341326/tarif-trump-tantangan-dan-peluang-baru-bagi-industri-baja-indonesia?page=all
Penulis: Silmi Hakiki
Editor: Editor