Menyorot Kasus Menahun Perdagangan Manusia

Perdagangan manusia seringkali menjadi kejahatan keji yang tak kunjung usai. Meski secara perlahan naik turun, sejak 2008 tren human trafficking meningkat.

Menyorot Kasus Menahun Perdagangan Manusia Ilustrasi Human Trafficking | Unsplash/timtebowfoundation

Kasus perdagangan manusia bukanlah kasus baru, melainkan menjadi sebuah kejahatan klasik nan keji yang tak kunjung usai. Korban eksploitasi pada umumnya berasal dari masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan yang dipenuhi tuntutan ekonomi hingga masyarakat tersisih yang tak jelas juntrungan asal usulnya.

Menurut laporan Trafficking in Persons Report tahun 2022, sebenarnya di tahun 2021 jumlah korban perdagangan manusia di seluruh dunia menurun dengan total 90.345 orang. Namun, angka 90 ribu bukanlah angka yang sedikit. Tercatat bahwa tahun 2019 menjadi tahun dengan korban perdagangan manusia tertinggi yang mencapai jumlah 118.932 orang di seluruh dunia. Mirisnya, tren yang tercatat dari tahun 2008 ini cenderung naik hingga 2021 meski terhitung naik turun secara perlahan.

Perdagangan manusia berdasarkan wilayah

Masih berdasarkan sumber data yang sama, wilayah Asia Tengah dan Asia Selatan menjadi wilayah dengan kasus perdagangan manusia tertinggi di tahun 2021. Korban kasus perdagangan manusia di wilayah Asia Tengah dan Selatan tercatat mencapai angka 38.426 korban. Disusul di bawahnya oleh wilayah Eropa dengan total 21.347 korban.

Sementara itu, wilayah belahan barat yang terdiri dari berbagai negara di wilayah Benua Amerika tercatat memiliki korban perdagangan manusia di angka 12.343 pada tahun 2021. Wilayah Afrika, Asia Barat, serta Asia Pasifik dan Timur masing-masing memiliki korban perdagangan manusia di angka 12.343, 3440, dan 3348 orang di tahun 2021.

Klasifikasi negara ASEAN atas kasus perdagangan manusia

Laporan Trafficking in Person 2022 juga mengelompokkan setiap negara di dunia berdasarkan kerentanan perdagangan manusia. Dilansir dari laman knowyourcountry.com dan laporan Trafficking in Person, pengelompokkan tersebut dibagi menjadi 5 bagian, yakni tier 3, 2 Watched List, 2, 1.

Negara dengan label tier 3 dianggap rentan karena pemerintahnya tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum dan tidak melakukan upaya signifikan untuk memberantas perdagangan manusia. Sementara itu, tier 2 adalah negara yang pemerintahnya tidak memenuhi standar minimum TVPA atau Trafficking Victims of Protection Act, namun melakukan upaya signifikan untuk melakukan upaya tersebut.

Namun, ada klasifikasi spesial, yakni tier 2 watch list. Sebenarnya diferensiasi itu lahir untuk negara-negara tier dua dengan kondisi tertentu. Kondisi yang dimaksud adalah jumlah human trafficking yang cukup parah di negara tersebut hingga rekam jejak kegagalan penanganan kasus di masa lampau. Nahasnya, Indonesia ada dalam negara yang diberi label tier 2 watched list oleh laporan tahunan yang dirilis Department of State Amerika Serikat ini.

Yang terakhir, tier 1. Tingkatan terbaik karena dianggap menjadi negara yang pemerintahnya memenuhi standar minimum TVPA.

Untuk jajaran negara ASEAN, Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Myanmar dan Vietnam menjadi negara yang termasuk tier 3 dalam kerentanan atas perdagangan manusia. Sesuai yang dijelaskan di atas Indonesia diklasifikasikan sebagai negara dengan label tier 2 watched list.

Sementara itu, Laos, Thailand dan Timor Leste tercatat berada di label tier 2. Apiknya, Filipina menjadi negara dengan tier 1 yang artinya filipina tergolong negara yang hampir sempurna dalam penanganan perdagangan manusia.

Jahatnya kontrol bagi para korban perdagangan pekerja seks

Disclaimer: Beberapa tulisan di sub judul ini sedikit sensitif dan bisa memicu trauma beberapa orang, mohon disikapi dengan bijak.

Eksploitasi perdagangan manusia memang menjadi kejahatan keji. Korban umumnya dipaksa menjadi pekerja tanpa bayaran, menjadi pekerja seks, hingga penjualan organ. Nahasnya, pelaku kriminal punya seribu cara untuk menahan para pekerja seks yang menjadi korban perdagangan manusia untuk tidak bisa keluar dari negara tempatnya berlabuh. 

Menurut data dari,The Counter-Trafficking Data Collaborative, metode pengancaman menjadi metode kontrol paling sering dilakukan oleh pelaku kriminal sejak tahun 2003 hingga 2021 untuk menahan para pekerja seks korban perdagangan manusia untuk “lari”. 

Metode pengancaman tersebut tercatat digunakan sebanyak 8,34 persen dari seluruh metode kontrol korban perdagangan manusia. Selain itu, ada pula metode pelecehan psikologis dan pembatasan mobilitas yang masing-masing digunakan oleh para pelaku kriminal  pada persentase 8,11 dan 7,5 persen.

Jahatnya, banyak metode kontrol yang tak manusiawi. Beberapa pelaku kriminal yang menahan para pekerja seks korban perdagangan manusia menggunakan metode pengambilan upah, pemberian zat psikoaktif hingga pelecehan seksual. 

Dengan berbagai kasus dan metode tak manusiawi dalam perdagangan manusia, tentu kasus perdagangan manusia di seluruh dunia harus segera dibenahi oleh seluruh negara di dunia.

Penulis: Puja Pratama Ridwan
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Melihat Tren Rivalitas Demokrat vs Republik pada Pemilu AS

Tahun ini, Partai Republik mendominasi kursi Presiden, Senat, dan DPR AS. Tren naik ini dapat dilihat di perolehan suara elektoral sejak Pemilu 2008.

Trump Menang Pemilu AS 2024, Unggul di Negara Bagian Mana Saja?

Beberapa negara bagian yang dulunya 'biru,' kini menjadi 'merah'. Donald Trump telah mengamankan kursi Presiden Amerika Serikat 2024.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook