Indonesia merupakan konsumen minyak goreng sawit terbesar di dunia, namun masyarakatnya justru mengalami kendala kelangkaan suplai minyak goreng sawit di sejumlah pasar retail.
Hasil survei yang dirilis JakPat pada Maret 2022 menunjukkan bahwa minyak goreng sawit menempati posisi ke-3 bahan pangan yang paling rutin dibeli oleh masyarakat Indonesia setiap bulannya setelah beras dan mi instan. Adapun persentasenya mencapai 81 persen, berselisih tipis dengan beras (83 persen) dan mi instan (82 persen).
Sementara itu, minyak sayuran dan minyak kelapa yang dapat menjadi pilihan alternatif menduduki 2 peringkat paling bawah. Hal ini mengimplikasikan bahwa minyak goreng sawit menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk menyajikan kudapan goreng. Di samping itu, semakin tinggi status sosioekonomi masyarakat, maka tingkat konsumsi minyak goreng sawit juga semakin tinggi.
Kelangkaan minyak goreng sawit tidak hanya terjadi di kota-kota besar, namun hingga ke pelosok berbagai wilayah di Indonesia. Terutama di minimarket, yang mana menjadi tempat pilihan utama bagi 77 persen responden dalam membeli minyak goreng sawit, diikuti supermarket dan warung dengan persentase sama yakni sebesar 47 persen.
Secara demografi status sosioekonomi, responden dari kalangan status sosioekonomi lebih tinggi cenderung membeli minyak goreng sawit di supermarket dan minimarket dibandingkan dengan yang lainnya. Di sisi lain, tren membeli minyak goreng sawit di warung dan pasar tradisional lebih umum dilakukan oleh responden dengan status sosioekonomi menengah ke bawah.
Minyak goreng sawit sudah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, sebab beragam kudapan di rumah dimasak menggunakan minyak goreng sawit. Lantas, bagaimana perilaku masyarakat dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng sawit yang terjadi hampir secara merata di seluruh wilayah Indonesia?
Masyarakat cenderung menghemat penggunaan minyak goreng sawit
Sebesar 86 persen responden mengaku mengalami kesulitan dalam membeli minyak goreng di tempat yang biasa mereka kunjungi. Persentase kelangkaan terbesar terjadi di Sulawesi yakni sebesar 94 persen.
Mayoritas masyarakat memilih untuk mengurangi jumlah pemakaian minyak goreng sawit dalam mengatasi masalah kelangkaan yang terjadi. Adapun persentasenya mencapai 75 persen serta cenderung lebih banyak dilakukan oleh masyarakat dengan status sosioekonomi lebih tinggi.
Berikutnya, sebesar 38 persen responden memilih untuk memasak makanan yang tidak digoreng sebagai langkah mengatasi kelangkaan minyak goreng sawit. Kemudian 34 persen responden memilih untuk berburu minyak goreng sawit di berbagai tempat.
Sebagian kecil masyarakat yakni 13 persen di antaranya memilih untuk menggunakan jenis minyak goreng alternatif dan lebih kecil lagi, 7 persen responden memilih untuk membeli airfryer. Persentase pembelian airfryer lebih besar pada kalangan responden dengan status sosioekonomi lebih tinggi yakni sebesar 10 persen.
Pada masa-masa kelangkaan, pertimbangan utama masyarakat dalam membeli minyak goreng sawit ialah berdasarkan harga, kemudian diikuti oleh ketersediaan suplai. Sementara itu, merek minyak goreng sawit menjadi prioritas pertimbangan ke-4.
Alternatif pengganti minyak goreng sawit pilihan masyarakat
Beragam pilihan alternatif tersedia untuk menggantikan ketersediaan minyak goreng sawit yang langka di pasar retail. Mayoritas responden, yakni sebesar 73 persen memilih minyak kelapa sebagai alternatif pengganti minyak goreng sawit. Persentasenya lebih besar pada responden dengan status sosioekonomi lebih rendah yakni sebesar 89 persen.
Margarin menempati posisi ke-2 pilihan alternatif pengganti minyak goreng sawit yang banyak dipilih oleh masyarakat. Sementara itu, minyak zaitun menempati posisi ke-3 dengan persentase sebesar 42 persen.
Mentega dan minyak jagung secara berurutan menempati posisi ke-4 dan ke-5 dengan persentase masing-masing sebesar 29 persen serta 27 persen. Beberapa opsi alternatif lain yang dipilih masyarakat di antaranya ialah minyak wijen, minyak kanola, minyak bunga matahari, ghee, dan minyak alpukat.
Di sisi lain, responden dengan status sosioekonomi lebih tinggi cenderung memilih ragam jenis minyak sayuran sebagai pilihan alternatif pengganti minyak goreng sawit dibandingkan dengan responden dengan status sosioekonomi menengah ke bawah.
Survei ini melibatkan 1.004 responden berjenis kelamin perempuan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Adapun sebagian besar responden memiliki status sosioekonomi level menengah dengan persentase sebesar 57 persen serta 44 persen di antaranya merupakan karyawan.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya