Indonesia terus bergelut untuk mengatasi berbagai penyakit seksual yang masih menjangkit masyarakat Indonesia, salah satunya adalah sifilis.
Melansir laman resmi siloam hospital, sifilis diartikan sebagai salah satu penyakit menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri jenis Treponema pallidum.
Bakteri tersebut menginfeksi tubuh manusia melalui luka di alat kelamin, anus, bibir, maupun mulut. Penularan bakteri ini terjadi ketika melakukan aktivitas seksual dengan para penderitanya.
Menurut Kemenkes, dalam 5 tahun terakhir dideteksi adanya peningkatan kasus sifilis setinggi 70%.
“Nah untuk penyakit sifilis saja dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, 2018 sampai 2022 kemarin terjadi peningkatan kasus hampir 70% dari 12 ribu menjadi 21 ribu kasus,” kata Juru Bicara Kemenkes RI, Muhammad Syahril dikutip dari Kompas.com saat konferensi pers yang dilakukan secara virtual pada Senin(8/5).
Kasus Sifilis dalam 5 Tahun terakhir
Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa pada tahun 2018, jumlah kasus sifilis di Indonesia berjumlah 12.484. Kemudian pada 2019 kasusnya meningkat sebanyak 141% menjadi 17,56 ribu kasus.
Saat tahun pertama pandemi covid-19 terjadi, yakni pada 2020 tercatat bahwa kasus sifilis tetap mengalami peningkatan menjadi 18.437 kasus.
Setelah dua tahun mengalami peningkatan jumlah kasus yang cukup besar, pada tahun 2021 Indonesia catatkan penurunan jumlah kasus sifilis sebesar 6,3% menjadi 17.280 kasus.
Namun, pada 2022 peningkatan jumlah kasus justru terjadi kembali. Sepanjang 2022 jumlah sifilis tercatat berjumlah 20.783 kasus atau meningkat sekitar 20% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari 20 ribu lebih kasus sifilis yang tercatat, terdapat beberapa jenis pasien yang terjangkit selama 2022.
Kasus Sifilis berdasarkan jenis pasien
Berdasarkan data Kemenkes RI, persentase pasien sifilis terdiri dari 54% laki-laki dan 46% perempuan.
Dilihat dari jenis pasien, penderita sifilis yang memiliki persentase terbanyak merupakan laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yakni sebanyak 28%.
Berbeda tipis dibawahnya ada pasien ibu hamil yang memiliki persentase mencapai 27%. Juru bicara Kemenkes mengatakan akibat buruk penyakit sifilis yang bisa diturunkan kepada anak-anak yang lahir dari ibu yang positif sifilis.
“Jadi ini angka-angka ini perlu menjadi perhatian bagi kita dan perlu disampaikan kewaspadaan ini, warning ini kepada seluruh masyarakat, begitu besarnya dampak sifilis,” kata Syahril dikutip dari Kompas.com pada Senin(8/5).
Syahril juga mengungkapkan bahwa jumlah ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih tergolong rendah, baru sekitar 2.227 orang atau 40% saja. Sedangkan 60% lainnya diketahui tidak memperoleh pengobatan sehingga memiliki potensi penularan dan akan membuat kecacatan yang disebut dengan sifilis kongenital.
“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari 5 juta kehamilan, hanya sebanyak 25% ibu hamil yang skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil, sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” ucap Syahril dikutip dari sehatnegeriku.kemenkes.go.id pada Senin(8/5).
Selain hubungan seksual antar laki-laki dan ibu hamil, jenis pasien penderita sifilis juga dialami oleh wanita pekerja seks dan pasangan beresiko tinggi yang keduanya sama-sama memiliki persentase sebanyak 9% dari keseluruhan kasus.
Tak hanya pekerja seks saja, namun selama 2022 lalu pelanggan para pekerja seks juga tercatat menjadi pasien sifilis sebanyak 4%. Menyusul di bawahnya ada Waria sebesar 3%, lalu Injection Drug users (IDUs) 0,15% serta kelompok lainnya sejumlah 20%.
Kelompok usia pasien Sifilis
Berdasarkan data Kemenkes, penderita sifilis juga terdiri dari berbagai kelompok umur, mulai dari bayi hingga lansia.
Namun, mayoritas penderita sifilis merupakan masyarakat yang berusia di rentang 25-49 tahun, yakni mencapai 63%.
Disusul oleh kelompok usia 20-24 tahun sebanyak 23%, kemudian masyarakat usia 15-19 tahun sebesar 6% dan masyarakat yang berusia di atas 50 tahun juga memiliki porsi sebanyak 5%.
Sifilis juga turut menjangkit masyarakat Indonesia di rentang usia 5-15 tahun sebanyak 0,24% dan anak-anak di bawah umur 4 tahun sebesar 3%.
Provinsi dengan kasus terbanyak
Selain menjelaskan berdasarkan jenis pasien, Kemenkes RI juga membagikan data tentang 8 provinsi yang memiliki kasus sifilis terbanyak di Indonesia sepanjang 2022 lalu.
Provinsi yang memiliki jumlah kasus sifilis tertinggi di Indonesia merupakan Papua, sebanyak 3.864 kasus. Dari kasus tersebut, sebanyak 2.373 kasus telah mendapatkan pengobatan.
Peringkat kedua provinsi dengan kasus sifilis terbanyak merupakan Jawa Barat. Provinsi ini telah melakukan pemeriksaan terhadap 305 ribu orang dan menemukan bahwa masyarakat yang terjangkit sifilis berjumlah 3.186 kasus. Dari jumlah tersebut, 1.500 kasus diantaranya telah mendapatkan pengobatan.
Ketiga ada DKI Jakarta sebanyak 1.897 kasus sifilis dengan 70% diantaranya telah mendapatkan pengobatan. Menyusul di bawahnya ada Papua Barat dengan 1.816 kasus positif dan 940 diantaranya sudah menerima pengobatan.
Bali berada di posisi kelima dengan 1.300 kasus dari 63 ribu orang yang diskrining. Berikutnya ada Banten yang memiliki jumlah kasus sifilis sebanyak 1.145 yang didapatkan dari 63 ribu orang yang dites.
Kemudian, urutan ketujuh ada Jawa Timur sebanyak 1.003 kasus dan 884 kasus diantaranya telah diobati. Terakhir, posisi kedelapan diisi oleh provinsi Sumatra Utara yang telah melakukan 48 ribu tes dan menghasilkan 770 kasus terdeteksi positif sifilis.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imam Pambudi mengatakan kenaikan jumlah skrining sifilis juga menjadi salah satu penyebab naiknya jumlah kasus yang ada.
“Peningkatan kasus ini disebabkan peningkatan jumlah orang yang diskrining sifilis. Sehingga secara program lebih bagus karena semakin banyak ditemukan, maka akan semakin banyak yang diobati sehingga tidak menularkan ke orang lain, terutama ibu hamil positif kepada bayinya,” kata Imran dikutip dari CNN Indonesia pada Kamis(11/5).
Tingginya kasus sifilis ini membuat Kemenkes melalui Juru Bicaranya, memberikan himbauan untuk pasangan yang sudah menikah untuk setia dengan pasangan sehingga mengurangi seks yang beresiko. Bagi masyarakat yang belum menikah juga dihimbau untuk menggunakan pengaman.
Meskipun kasus sifilis mengalami peningkatan, namun Kemenkes memastikan ketersediaan stok obat sifilis di Indonesia.
“Aman (stok obat sifilis di tengah peningkatan kasus), tidak (krisis obat sifilis),” terang Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi dikutip dari CNN Indonesia pada Kamis(11/5).
Siti Nadia juga mengatakan bahwa obat yang dipakai untuk pengobatan sifilis mudah untuk didapatkan, yakni benzatin penisilin, eritromisin atau doksisiklin.
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Iip M Aditiya