Melihat Peluang dan Tantangan Fintech Untuk Capai Pemerataan di Indonesia

Menurut laporan AFTECH, sebagian besar perusahaan fintech masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Indonesia. Adakah kendala untuk ekspansi ke wilayah lain?

Melihat Peluang dan Tantangan Fintech Untuk Capai Pemerataan di Indonesia Ilustrasi inovasi adopsi fintech | Jirsak/Shutterstock

Rutin merilis laporan sejak tahun 2017 silam, kini Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) berkolaborasi dengan Katadata Insight Center (KIC) dan didukung oleh Women’s World Banking (WWB) kembali meluncurkan AFTECH Annual Members Survey (AMS).

Laporan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran terkait perkembangan terbaru dari industri fintech di Indonesia. Adapun, AMS 2022/2023 menyoroti berbagai hal mengenai fintech, mulai dari fenomena tech winter, talenta digital, kontribusi fintech terhadap perekonomian, pemerataan infrastruktur digital, hingga regulasi.

Berdasarkan laporan AMS 2022/2023, diketahui bahwa perkembangan industri fintech di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin masif. Bahkan, industri fintech RI mendominasi sekitar 33% dari total pendanaan perusahaan fintech di kawasan Asia Tenggara.

Diyakini bahwa perkembangan industri ini di tanah air masih memiliki potensi yang tinggi dalam meningkatkan inklusi keuangan. Ini sehubungan dengan data dari World Bank, bahwa sekitar 97,74 juta penduduk di Indonesia saat ini masih belum memiliki akses ke layanan keuangan.

Lebih lanjut, industri fintech kini tengah dihadapkan pada tantangan akibat ketidakpastian situasi makro ekonomi global, yakni fenomena tech winter. Meski demikian, fenomena tech winter bagi beberapa pelaku fintech justru dilihat sebagai momentum untuk terus berinovasi.

”Sebanyak 76% pelaku fintech setuju bahwa peraturan pemerintah saat ini kondusif mendukung inovasi, meski relaksasi dalam regulasi dan pemberian insentif tertentu masih tetap menjadi harapan para pelaku industri ini,” ungkap Direktur KIC Adek Media Roza dikutip dari Suara.com pada Kamis, (27/7/2023) lalu.

Lalu, bagaimana peluang dan tantangan industri fintech dalam melakukan ekspansi di Indonesia?

Penetrasi pasar di Indonesia

Berdasarkan riset yang dilakukan terhadap 75 responden anggota AFTECH, ternyata peluang untuk ekspansi dan meningkatkan inklusi keuangan di seluruh Indonesia masih terbuka lebar. Bahkan, dilaporkan hanya 6,7% perusahaan fintech yang melayani seluruh kota di Indonesia. Ini menunjukkan potensi besar bagi pertumbuhan dan ekspansi di masa mendatang.

Pasar utama perusahaan fintech di Indonesia | Goodstats

Menurut laporan, sebagian besar perusahaan fintech di Indonesia masih berpusat di Pulau Jawa. Tercatat, tiga besar pangsa pasar pelaku fintech di tanah air adalah Jakarta (88,0%), Bandung (29,3%), dan Surabaya (28,0%).

“Fintech memiliki kemampuan unik dalam mengatasi tantangan geografis dan infrastruktur yang dihadapi oleh sektor keuangan tradisional. Meskipun fokus utama saat ini masih di wilayah perkotaan besar, sebanyak 78,7% responden mengaku telah melayani pengguna di luar Pulau Jawa dan 60,0% melayani pengguna di wilayah pedesaan,” tulis AFTECH dalam laporannya.

Mengutip laporan, ternyata untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih luas juga perlu pemahaman mendalam mengenai kebutuhan dan perilaku konsumen di berbagai daerah. Penyesuaiaan produk dan layanan berdasarkan kebutuhan spesifik konsumen lokal dinilai dapat menjadi strategi yang efektif.

Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah daerah dan lembaga lokal juga dinilai krusial untuk mempromosikan adopsi fintech serta menciptakan ekosistem yang mendukung inklusi keuangan. Adapun, pelaku fintech juga harus mengatasi berbagai tantangan, seperti keterbatasan akses internet dan minimnya literasi digital dan finansial di berbagai wilayah di Indonesia.

Tantangan utama industri fintech untuk ekspansi

Terdapat tiga strategi utama para pelaku fintech untuk meningkatkan pendapatan mereka, yakni fokus pada produk berpenghasilan tinggi (66,7%), menjajaki lini bisnis baru (57,3%), dan memasuki pasar baru termasuk luar negeri dan wilayah pedesaan (52%).

“Tercatat bahwa 12,0% responden pernah mengubah model bisnis dan melakukan ekspansi usaha. Beberapa hal yang dilakukan, seperti berubah dari klaster pembayaran menjadi aggregator, memperbarui model risiko dan fitur produk, serta mengubah model bisnis untuk menjangkau sektor ekonomi baru,” tulis AFTECH.

Adapun, sebanyak 25,3% pelaku fintech berencana untuk melakukan ekspansi ke daerah pedesaan dalam kurun waktu 6 bulan sampai 1 tahun ke depan. Disusul oleh sekitar 22,7% responden yang mengaku akan melakukan ekspansi dalam waktu 1-2 tahun ke depan.

Lalu, terdapat 13,3% responden yang berencana melakukan ekspansi kurang lebih dalam dua tahun ke depan. Di lain sisi, 38,7% responden lainnya mengaku belum memiliki rencana untuk menjangkau pasar wilayah pedesaan.

Tantangan utama ekspansi perusahaan fintech ke wilayah pedesaan | Goodstats

Ada beberapa faktor utama yang melandasi para pelaku fintech belum berencana untuk melakukan ekspansi ke daerah pedesaan. Mayoritas responden (38,7%) menganggap bahwa minimnya literasi keuangan di pedesaan menjadi kendala terbesar bagi mereka.

Diikuti oleh tantangan lain, yaitu kondisi infrastruktur yang belum mumpuni (34,7%) dan tingkat kepercayaan konsumen di pedesaan yang masih rendah (12%). Selain itu, ada pula berbagai faktor pendukung lainnya, yakni kendala perbedaan budaya, teknologi informasi, SDM, hingga target pasar yang terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta.

Lebih lanjut, tantangan yang sama rupanya juga menjadi penghaang bagi para pelaku fintech untuk melakukan ekspansi ke wilayah lain di luar wilayah yang dilayani saat ini. Sebagian besar responden (42,7%) menyebutkan rendahnya literasi keuangan di daerah lain sebagai kendala terbesar.

“Selain itu, 13,3% responden mengaku bahwa daerah lain masih belum sesuai rencana ekspansi mereka dan 6,7% lainnya menyebut bahwa peraturan pemerintah daerah yang tidak ramah bisnis menjadi halangan terbesar untuk melakukan ekspansi,” jelas AFTECH.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Editor

Konten Terkait

Capai Miliaran, Ini Daftar HP Termahal di Dunia

Falcon Supernova iPhone 6 Pink Diamond Edition jadi HP termahal di dunia yang mencapai $48,5 juta atau setara dengan Rp786,6 miliar.

Indonesia Siap Bersaing di Pasar Produksi Baterai Kendaraan Listrik Global

Pabrik baterai kendaraan listrik milik Hyundai-LG Indonesia (HLI) Green Power akan mulai beroperasi di Indonesia. Siapa saja rival produksi mereka?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook
Student Diplomat Mobile
X