Eksistensi negara maju seringkali identik dengan image stabilitas, kemajuan, dan sistem demokrasi yang mapan.
Namun, di balik bayang-bayang kesuksesan ini, terdapat keretakan yang kian melebar, yaitu krisis kepercayaan masyarakat terhadap politik. Di berbagai negara maju, ketidakpercayaan terhadap politisi dan institusi pemerintah kian meningkat, memicu apatisme dan melemahkan landasan demokrasi.
Laporan Indeks Persepsi Korupsi terbaru dari Transparency International menunjukkan negara-negara Nordik seperti Denmark, Swedia, dan Norwegia memiliki tingkat korupsi terendah di sektor publik. Sementara itu, negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, Italia, Taiwan, dan Israel memiliki skor yang lebih buruk.
Menariknya, data dari Statista Consumer Insights 2024 mengungkapkan perbedaan pandangan masyarakat terkait kepercayaan terhadap pemimpinnya.
Di Inggris, sebesar 35% dari responden mengklaim bahwa politisi nasional tidak dapat dipercaya. Fakta ini cukup berkaitan dengan posisi politisi yang berkuasa di negara industri modern tersebut.
Serangkaian skandal dan kasus yang melibatkan reputasi politisi dan pejabat pemerintah telah merusak kepercayaan publik terhadap integritas mereka.
Salah satunya adalah skandal "Partygate" yang melibatkan Perdana Menteri Boris Johnson dan para stafnya, di mana mereka melanggar aturan lockdown COVID-19 dengan mengadakan pesta di Downing Street.
Agenda kontroversial lain adalah penunjukan Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak yang berhaluan konservatif dan tercatat pernah melanggar beberapa konstitusi.
"Hanya Jerman yang termasuk ke dalam kelompok negara ekonomi maju utama di dunia memiliki tingkat ketidakpercayaan publik yang tergolong rendah," tulis Florian Zandt dalam artikel "Are Politicians Trustworthy" yang dipublikasikan Statista.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat korupsi. Faktor-faktor seperti ideologi politik, kebijakan, dan gaya kepemimpinan juga turut memengaruhi pandangan masyarakat.
Pudarnya Kepercayaan Publik terhadap Sosok Pemimpin
Bukan tanpa alasan, terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan pudarnya kepercayaan publik terhadap kredibilitas pemimpin yang mengomando roda politik dan pemerintahan negara-negara maju.
Politikus sering membuat janji muluk saat kampanye untuk menarik suara, tetapi justru banyak dari mereka yang gagal menepatinya. Kekecewaan publik meningkat ketika mereka melihat politisi lebih fokus pada kepentingan pribadi dan partai daripada kesejahteraan rakyat.
Selain itu, kasus-kasus korupsi yang melibatkan politisi dan pejabat pemerintah yang terus terungkap juga turut ambil andil dalam mengikis kepercayaan publik terhadap integritas mereka. Ketidakadilan dan pelanggaran kode etik yang dirasakan pun semakin berpotensi memperparah situasi.
Belum lagi masalah ketimpangan ekonomi yang melebar di negara maju menciptakan jurang antara golongan kaya dan miskin. Masyarakat yang merasa tertinggal dan terabaikan memandang sistem politik sebagai alat bagi elit untuk mempertahankan keuntungan mereka.
Masyarakat merasa tidak terwakili oleh politisi yang mereka pilih. Politisi dianggap jauh dari realitas kehidupan rakyat dan hanya muncul saat membutuhkan suara. Kurangnya komunikasi dan transparansi semakin memperparah krisis representasi di mata publik.
Penulis: Christian Noven Harjadi
Editor: Iip M Aditiya