Kondisi Angka Putus Sekolah di RI, Bisakah Donasi Rp1,2 Juta Usulan Prabowo jadi Solusi?

Prabowo ajak Gerakan Solidaritas Nasional sisihkan Rp1,2 juta untuk sekolahkan 1 anak. Namun, data menunjukkan persoalan anak putus sekolah yang lebih kompleks.

Kondisi Angka Putus Sekolah di RI, Bisakah Donasi Rp1,2 Juta Usulan Prabowo jadi Solusi? Potret Anak Sekolah di Indonesia | Pexels/Dedi Reinard

Dalam acara Deklarasi Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) yang berlangsung di Arena Indonesia, Jakarta Pusat, pada Sabtu (02/11), Presiden Prabowo Subianto menyampaikan salah satu aksi nyata relawan GSN dalam membantu rakyat. Salah satunya adalah membagikan seragam sekolah kepada 10 ribu anak.

Meski begitu, Prabowo merasa aksi tersebut belum cukup. Menurutnya, masih ada jutaan anak yang kesulitan membeli atribut sekolah, termasuk seragam, sepatu, kaus kaki, dan pakaian olahraga. Oleh karena itu, Prabowo mengajak para relawan untuk berdonasi Rp100 ribu per bulan demi membantu satu anak di Indonesia.

“Kalau di antara kita bisa menyisihkan Rp1,2 juta satu tahun saja, berarti Rp100 ribu per bulan, itu sudah bisa menyekolahkan satu anak,” tegas Prabowo dalam pidatonya.

Usulan bantuan seragam ini tampaknya bisa memberikan solusi praktis dan instan. Namun, seperti apa sebenarnya kondisi persoalan anak putus sekolah di Indonesia?

Angka Anak Putus Sekolah di Indonesia dalam 5 Tahun Terakhir

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka putus sekolah di Indonesia dari tahun ajaran 2019/2020 hingga 2023/2024 cenderung mengalami penurunan. Namun, terdapat kenaikan di beberapa jenjang pendidikan pada dua tahun terakhir.

Persentase Anak Putus Sekolah di Indonesia | GoodStats
Anak di Indonesia cenderung lebih berisiko putus sekolah ketika memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi | GoodStats

Pada jenjang Sekolah Dasar (SD), tingkat anak putus sekolah berada pada angka 0,24% di tahun ajaran 2019/2020, berangsur turun ke 0,16% di tahun ajaran 2021/2022. Namun, angka ini kembali naik ke 0,19% selama dua tahun terakhir.

Selain itu, di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), terjadi penurunan signifikan dari 0,39% pada 2019/2020 menjadi 0,11% pada 2020/2021. Meski demikian, setelah dua tahun bertahan di bawah 0,15%, angka ini kembali meningkat ke 0,18% di tahun ajaran terakhir.

Demikian pula dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Meskipun sempat turun cukup tajam dari 0,65% menjadi 0,23% antara tahun ajaran 2019/2020 hingga 2021/2022, angka putus sekolah kembali sedikit meningkat di tahun ajaran terakhir hingga mencapai 0,28%.

Hanya Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menunjukkan penurunan stabil, dari 0,55% pada awal periode menjadi 0,19% pada tahun ajaran terakhir.

Wilayah dengan Jumlah Anak Tidak Sekolah Terbanyak

Berdasarkan data live Kemendikbud yang diakses pada 5 November 2024, tercatat lebih dari 4 juta anak di Indonesia tidak bersekolah. Angka ini termasuk anak yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, drop out, dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya.

10 provinsi dengan anak tidak sekolah terbanyak | GoodStats
Per November 2024, Jawa Barat memiliki jumlah anak tidak sekolah tertinggi di Indonesia | GoodStats

Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah anak yang tidak bersekolah paling tinggi, yaitu 660.447 anak. Dari jumlah ini, sekitar 296.000 anak berada di kategori belum pernah bersekolah (BPB), 165.053 anak masuk kategori drop out (DO), dan 199.378 anak berada di kategori lulus tidak melanjutkan (LTM).

Posisi kedua ditempati oleh Jawa Timur dengan total 350.851 anak tidak bersekolah. Kategori BPB mencakup hampir setengah dari jumlah tersebut, sedangkan kategori DO dan LTM masing-masing mendekati angka 93.716 dan 111.077.

Kondisi serupa terlihat di Jawa Tengah yang memiliki total 344.213 anak tidak bersekolah, dengan distribusi hampir seimbang di antara ketiga kategori, menunjukkan masalah akses dan keberlanjutan pendidikan di provinsi tersebut.

Di luar Pulau Jawa, Sumatera Utara juga memiliki jumlah yang signifikan, yaitu 255.835 anak. Mayoritas berada di kategori BPB, dengan sisa anak tersebar di kategori DO dan LTM. Nusa Tenggara Timur menunjukkan pola yang hampir sama, dengan 103.731 anak yang belum pernah bersekolah dari total 158.314 anak tidak bersekolah.

Sebagai perbandingan, Papua Tengah memiliki 142.274 anak tidak bersekolah, sebagian besar di antaranya, lebih dari 135.000 anak, berada di kategori BPB, menunjukkan bahwa tantangan utama di wilayah ini adalah akses awal ke pendidikan.

Pemicu Utama Anak Putus Sekolah

Hasil pemantauan terbaru dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan berbagai alasan anak-anak berhenti sekolah di Indonesia, yang ternyata lebih kompleks dari persoalan kebutuhan dasar seperti seragam.

Misalnya, dari pengawasan 2 Desa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang dilakukan Rabu (21/08/2024), KPAI menemukan bahwa alasan anak berhenti sekolah bukan hanya keterbatasan ekonomi, melainkan juga terkendala jarak sekolah yang jauh.

Minimnya pengetahuan orang tua akan pentingnya sekolah juga ikut berpengaruh. Selain itu, beberapa anak juga berhenti sekolah setelah mengalami perundungan di lingkungan sekolah.

KPAI sebelumnya juga melakukan pengawasan di wilayah Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara pada Senin (27/05/2024). Selain faktor ekonomi, kecanduan game online turut memengaruhi anak sekolah di wilayah ini, membuat mereka enggan melanjutkan sekolah.

Tidak hanya itu, KPAI juga menilai bantuan pemerintah, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), masih belum menyasar anak putus sekolah secara efektif.

“Dalam mengatasi anak putus sekolah, pemerintah daerah tidak memperhatikan basis data statistik pendidikan, sehingga capaian dalam menyelesaikan anak putus sekolah tidak terukur, serta belum ada strategi pemerintah daerah terkait kasus tersebut,” jelas Aris Adi Leksono, Anggota KPAI.

Baca Juga: Provinsi dengan Lulusan Perguruan Tinggi Terbanyak & Terminim 2024

Penulis: Qiqa CS
Editor: Editor

Konten Terkait

Adu Kuat Anies vs Jokowi Effect di Pilgub Jakarta 2024

Jelang pencoblosan, Anies tampak memberikan endorsement pada Pram-Doel, sedangkan Jokowi pada RK-Suswono. Lantas, mana yang lebih bisa menarik suara rakyat?

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook