Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia, Emil Salim, menyoroti label Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya laut. Dilansir dari kumparan.com, Emil menyatakan bahwa meskipun laut Indonesia kaya, namun masyarakat belum menikmatinya secara optimal.
“Laut kita ini terkaya di dunia, tapi kita hidup bukan dari laut. Produksi ikan kita tidak tinggi. Jadi kita duduk di atas peti emas, tapi emas di sini kita tidak tahu,” tutur Emil sebelum mengisi acara Ocean Climate Open Forum, Jumat (7/6).
Melihat catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia menghasilkan produksi perikanan dengan total mencapai 24.737.618 ton pada 2023. Jumlah ini mulai meningkat sejak 2020 setelah terjadi penurunan sebelumnya.
Total nilai produksi pada 2023 juga menyentuh angka paling tinggi, setidaknya sejak 2017. Indonesia memperoleh Rp463,5 juta untuk nilai produksi perikanan pada 2023, meningkat sekitar Rp40 juta dari 2022.
Dalam tujuh tahun terakhir, total nilai produksi paling rendah didapat pada 2020. Nilai produksi perikanan di tahun tersebut baru mencapai Rp389,5 juta.
Dengan total produksi perikanan yang telah disebutkan di atas, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat total 1.221.196 ton produksi di ekspor pada 2023. Volume ekspor pada 2020 justru memperoleh nilai tertinggi, meskipun nilai produksinya paling rendah. Di tahun tersebut, Indonesia mengekspor 1.262.829 ton produksi perikanan.
Sedikit mengesampingkan hasil produksi dan ekspor, Emil Salim juga menggarisbawahi perubahan iklim yang terjadi. Hal tersebut membuat kondisi alam tidak menentu sehingga membutuhkan cara yang berbeda untuk menghadapinya.
Tantangan atas perubahan iklim ini nyata dirasakan oleh nelayan, salah satunya oleh nelayan di Laut Maluku. Dilansir dari situs Aliansi Jurnalis Independen, seorang nelayan bernama Yadi menyatakan keresahannya mengenai penurunan hasil tangkapan.
“(padahal) Laut Maluku sentra ikan, namun dengan adanya masalah iklim, ikan tuna ini semakin jauh, hasil tangkap semakin berkurang,” tutur Yadi, dalam talkshow Ekosistem Laut Berkelanjutan: Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Perikanan dan Kelautan di Indonesia, 2 Mei lalu.
Kenaikan harga BBM juga membuat para nelayan perhitungan. Jarak menangkap ikan semakin jauh, namun BBM semakin mahal. Sementara itu, hasil tangkapan justru berkurang. Penurunan hasil tangkapan ini juga difaktori persaingan para nelayan kecil dengan kapal-kapal besar.
Produksi dan nilainya yang tinggi, nyatanya masih meninggalkan beberapa nelayan kecil di Indonesia. Kekayaan laut Indonesia perlu kembali ditinjau, siapa yang paling menikmatinya.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Iip M Aditiya