Permasalahan pengungsi Rohingya kembali menjadi perdebatan yang hangat di tengah publik. Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari persekusi dan konflik etnis di Myanmar, dan mencari perlindungan di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Meskipun sebagian besar penduduk lokal menyambut mereka dengan baik, namun lonjakan jumlah pengungsi Rohingya dalam beberapa minggu terakhir justru menimbulkan sentimen negatif dan penolakan di media sosial.
Tak hanya mengungkapkan ketidaksukaan dan kegelisahan atas tingginya lonjakan pengungsi yang terdampar di Aceh, publik juga menilai bahwa para pengungsi Rohingya kerap membawa pengaruh buruk, terutama di bidang sosial dan ekonomi. Adapun, peningkatan jumlah pengungsi dikhawatirkan bakal mengancam keamanan negara.
Per 10 Desember 2023, jumlah pengungsi Rohingya yang memasuki wilayah Indonesia tercatat sudah mencapai 1.684 orang. Hal tersebut diungkap oleh perwakilan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Indonesia, Ann Maymann. Ia juga melaporkan bahwa jumlah tersebut sudah termasuk sekitar 700 orang yang datang sejak bulan November 2023 lalu.
“Ada sekitar 700 orang pengungsi Rohingya dari 1.684 yang sudah masuk selama 2023 di Aceh, memerlukan tempat penampungan karena hingga kini mereka masih tinggal di pinggir pantai, kebun kelapa, dan tenda kecil,” ujarnya dikutip dari Antara News.
Diperkirakan, jumlah tersebut akan terus bertambah, mengingat dalam 1,5 bulan terakhir, para pengungsi Rohingya kerap berdatangan dengan menggunakan kapal kayu dan mendarat di beberapa lokasi di Aceh.
Sementara itu, ribuan pengungsi Rohingya tersebut dilaporkan telah tersebar di beberapa kabupaten/kota, seperti Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, dan Kota Lhokseumawe.
Dugaan penyelundupan manusia pada lonjakan jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia
Tingginya lonjakan jumlah kedatangan pengungsi Rohingya di Indonesia memunculkan dugaan adanya peran sindikat penyelundupan atau perdagangan manusia. Hal tersebut diungkap oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Muhammad Iqbal.
“Persoalan masuknya pengungsi dari Myanmar ini ada dua tindak pidana yang ikut di dalam proses imigrasi para pengungsi ini. yaitu tindak pidana people smuggling dan human trafficking atau penyelundupan manusia dan perdagangan manusia,” paparnya saat Press Briefing di Kemlu RI dikutip dari Bisnis.com pada Selasa, (12/12/2023).
Sejalan dengan ini, Presiden Joko Widodo dalam keterangannya juga mengungkap ada dugaan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di balik masuknya pengungsi Rohingya ke tanah air. Hal tersebut ia ungkapkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden pada Jumat, (8/12/2023) lalu.
“Saya memperoleh laporan mengenai pengungsi Rohingya yang semakin banyak, yang masuk ke wilayah Indonesia, terutama Provinsi Aceh. Terdapat dugaan kuat ada keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam arus pengungsian ini,” ujarnya.
Jokowi menegaskan, selain menindak tegas para pelaku TPPO, pemerintah Indonesia juga akan memberikan bantuan kemanusiaan sementara untuk para pengungsi Rohingya, dengan tetap memperhatikan kondisi masyarakat lokal.
“Pemerintah Indonesia akan menindak tegas pelaku TPPO dan bantuan kemanusiaan sementara kepada para pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentikan masyarakat lokal,” imbuhnya.
Kepolisian Aceh ringkus tersangka kasus penyelundupan pengungsi Rohingya
Seorang etnis Rohingya berinisial MA (35) ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelundupan orang oleh Kepolisian Aceh karena diduga mengkoordinasikan perjalanan 137 pengungsi ke Indonesia pada 10 Desember 2023.
Perannya terungkap setelah ia memisahkan diri dari kelompoknya saat kapal merapat ke pantai di kawasan Blang Ulam, Aceh pada 10 Desember 2023. Atas aksinya itu, ia dilaporkan telah menerima belasan juta rupiah per orang.
“Masing-masing warga Rohingya itu menyetor uang sebanyak 100.000 sampai 120.000 Taka Bangladesh atau sekitar Rp14 juta sampai Rp16 juta per orang,” ungkap Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli.
View this post on Instagram
Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan bahwa MA juga memiliki peran sebagai kapten atau pembawa kapal dan pengendali yang membawa para etnis Rohingya menuju Indonesia. Selain itu, MA diketahui juga membahwa serta istri dan dua anaknya di kapal yang berlabuh di Aceh.
Sementara itu, terungkap jika para pengungsi Rohingya yang meninggalkan kamp penampungan di Corx’s Bazar, Bangladesh tersebut setuju untuk diselundupkan ke Aceh bukan karena kondisi darurat, melainkan untuk kebutuhan ekonomi dan penghasilan lebih. Ini terlihat dari usia para imigran Rohingya yang didominasi oleh usia muda.
Fahmi mengungkap, pihaknya menduga jika MA memiliki “jam terbang tinggi” terkait kasus penyelundupan orang. Ini terbukti dari jejaknya yang pernah datang ke Aceh dengan status sebagai pengungsi di tahun 2020 silam. Adapun berdasarkan penutuan Fahmi, MA dijerat menggunakan pasal 120 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keiimigrasian.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya