Jaya Pada Masanya, Indonesia Pernah Menjadi Eksportir Gula Terbesar Kedua di Dunia

Pada era kejayaannya, pabrik gula di Indonesia mampu menghasilkan hingga 3 juta ton per tahun dengan luas areal lahan tebu sebesar 200.000 hektare

Jaya Pada Masanya, Indonesia Pernah Menjadi Eksportir Gula Terbesar Kedua di Dunia Ilustrasi pabrik gula © Craetiva Image/Shutterstock

Industri gula sendiri menjadi industri tertua dan unggulan sejak jaman kolonialisme. Pada era sebelum Perang Dunia II tahun 1930-1940, pulau Jawa menjadi salah satu penghasil gula terbesar di dunia, sekaligus sebagai pengekspor gula terbesar kedua setelah Kuba.

Saat itu pabrik gula di Indonesia bisa menghasilkan hingga 3 juta ton per tahun dengan luas areal lahan tebu sebesar 200.000 hektare.

Tahun 1870 sistem politik liberal resmi diterapkan. Kebijakan ini menjadi awal kemunculan industri gula di tanah air.

Sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong mengatakan, terlepas dari cara Belanda yang memerintah secara otoriter-kolonialistik, namun dalam hal industri gula mereka patut dicontoh dalam keseriusannya di bidang manajemen dan penelitian.

“Mereka penjajah yang serba memaksa, mengambil untung banyak. Tapi di sisi lain mereka melengkapi diri dengan manajemen yang baik. Dalam hal ini, bisa dibandingkan dengan pemerintah pendudukan Jepang dan setelahnya yang membuat industri gula di Indonesia terus terpuruk,” kata Anhar, dikutip dari medcom.id, Sabtu (24/9/2016).

Upaya pengembangan industri gula Indonesia pada masa Hindia Belanda

Kolonial Hindia Belanda menyadari betul bahwa hasil bumi, khususnya gula, adalah salah satu potensi terbesar bagi sumber pemasukan ke kas mereka. Terutama, untuk mengembalikan kekosongan kas kerajaan setelah usainya perang Diponegoro.

Melihat besarnya potensi dari komoditas gula di Indonesia maka mereka pun berupaya mengembangkan hasil bumi tersebut menjadi sebuah industri. Mulai dari teknologi, pembuatan gula yang dulunya dilakukan secara tradisional menggunakan alat penggiling dari kayu dan diputar oleh tenaga manusia atau hewan ternak.

Kini bertransformasi menjadi sebuah alat penggiling yang canggih bernama vaccuum pan. Mesin tersebut merupakan gabungan dari teknologi industri yang tengah berkembang di dunia barat saat itu dengan agrikultur di Jawa.

Mesin yang disebut vaccuum pan dianggap peralatan penting dalam teknologi industri gula di zaman itu. Pada 1860-an, Kuba sebagai negeri produsen gula terbesar memiliki 77 pabrik yang dilengkapi vaccuum pan dan peralatan terkait lainnya yang digerakkan tenaga uap di dalam “ruang masak”.

Selain mesin penggiling tebu, upaya lainnya yang dilangsungkan pihak Belanda, yakni meluncurkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel. Di bawah naungan Gubernur Jenderal Johanes van den Bosch, tanah pribumi pun secara paksa diganti dari tanaman padi dan palawija dengan tebu.

Akhirnya, dalam tempo 10 tahun, volume ekspor gula meningkat dari 6.710 ton pada 1830 menjadi 61.750 ton pada 1840. Tiga puluh tahun kemudian, jumlah ekspor gula meningkat lebih dari 100 persen menjadi 146.670 ton.

Berdirinya banyak pabrik gula atau suiker fabriek seperti halnya di wilayah Kediri, antara lain ada Pabrik Gula Merican, Pabrik Gula Tegowangi, Pabrik, Pabrik Gula Kawarasan, Pabrik Gula Pesantren, Pabrik Gula Purwoasri, dan Pabrik Gula Minggiran juga menjadi bukti upaya pengembangan industri perkebunan tebu dan pengolahan gula pada masa Hindia Belanda.

Indonesia menjadi eksportir gula terbesar di dunia setelah Kuba

Kegigihan pemerintah Belanda dalam mengolah industri gula dengan serius mendulang hasilnya pada 1930. Hindia Belanda dikenal sebagai pengekspor utama gula dunia dengan memiliki 179 pabrik yang tersebar di Jawa.

Jaman keemasan dengan produktivitas yang sangat tinggi, setidaknya sejak awal era liberal 1874 hingga jelang perang dunia pertama 1914. Membuat gula Indonesia akhirnya menjadi produk ekspor unggulan di bawah pemerintah Hindia Belanda.

Gula pada masa itu selalu menjadi peringkat teratas dari sembilan komoditas ekspor lain seperti kopi, teh, rempah-rempah, tembakau, kopra, timah dan biji timah, minyak tanah, dan karet.

Konkretnya pada masa itu, hampir setengah dari total produksi sebanyak tiga juta ton gula dari 200.000 hektare perkebunan di Jawa diekspor.

Sehingga pada awal dan pertengahan abad ke-20, Organisasi Makanan dan Pertanian PBB (FAO) menetapkan Indonesia sebagai eksportir gula terbesar di dunia setelah Kuba. Bahkan melebihi produksi di India sebagai produsen terbesar di dunia kala itu.

Penulis: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Meningkatnya Tren Affiliate Marketing Sebagai Motivasi Penghasilan Tambahan

67% responden menyatakan bahwa mereka mengikuti program afiliasi untuk memperoleh penghasilan tambahan.

Impor Indonesia Turun 8,91% di September 2024

Nilai impor Indonesia pada September 2024 tercatat turun 8,91% dari bulan Agustus menjadi US$18.824 juta.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook