Harga minyak dunia kini sedang mengalami guncangan ditengah kekhawatiran terjadinya inflasi dibeberapa wilayah. Mengutip CNBC Indonesia harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate maupun Brent terjun di bawah level 100 dolar AS per barel, pada Rabu (13/7).
Kondisinya hari ini menguat tipis 0,5 persen ditengah lonjakan inflasi Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (13/7) waktu AS atau Kamis (14/7) waktu Indonesia. Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,5 persen menjadi 96,3 dolar AS per barel. Begitu juga dengan harga minyak mentah Brent yang menguat 0,1 persen menjadi 99,57 dolar AS per barel.
Mengutip Antara, sebelumnya harga minyak menetap di bawah 100 dolar AS untuk pertama kalinya sejak April 2022, dan berada dalam kondisi oversold berdasarkan indikator kekuatan relatif, dalam ukuran sentimen pasar.
"Saya tidak akan mengatakan tren naik ini belum berakhir. Tingkat persediaan masih cukup rendah di seluruh dunia, dan itu menjadi faktor besar dalam reli ini." sebut Wakil Presiden Senior StoneX Financial, Thomas Saal.
Dampak dari kenaikan harga minyak dunia dapat mempengaruhi nilai tukar dan kenaikan biaya logistik untuk impor bahan baku. Alhasil, para produsen akan turut menaikkan harga barang atau jasa secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.
Kondisi ini akan mudah memicu terjadinya inflasi dibeberapa wilayah di dunia. Menurut survei Ipsos, saat ini isu inflasi merupakan isu yang paling banyak dicemaskan warga global.
Inflasi jadi isu yang paling dicemaskan warga dunia
Survei yang dilakukan secara daring tersebut menyebutkan, dari 19 ribu responden yang mengikuti survei, 37 persen di antaranya paling mencemaskan masalah inflasi.
Kemudian terdapat 31 persen responden mencemaskan masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial, 28 persen mengkhawatirkan isu pengangguran, dan 27 persen mencemaskan masalah kriminal serta kekerasan. 24 persen responden paling khawatir dengan persoalan korupsi keuangan atau politik.
Isu lainnya yang juga dikhawatirkan para responden, yakni berkaitan dengan masalah kesehatan, pajak, perubahan iklim, pendidikan, Covid-19, kontrol imigrasi, hingga konflik militer antar negara.
Lebih lanjut, survei Ipsos dilakukan pada periode 27 Mei-6 Juni 2022. Responden tersebar di 27 negara, dengan kriteria berusia antara 18-74 tahun. Sejumlah negara yang terlibat dalam survei ini antara lain Australia, Kanada, Jerman, Inggris, Italia, Israel, Jepang, Meksiko, Amerika Serikat, India, Malaysia, Arab Saudi, Korea Selatan, hingga Turki.
Kondisi akan kekhawatiran inflasi tengah mengancam perekonomian global, termasuk perekonomian negara-negara di Asia Tenggara. Merilis data Tradingeconomics, Laos menjadi negara dengan laju inflasi tertinggi di Asia Tenggara.
Laos negara paling terdampak inflasi di Asia Tenggara
Laos yang merupakan bagian dari negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang paling terdampak inflasi. Laju inflasi tahunan Laos menyentuh angka 23,6 persen (year on year/yoy) pada Juni 2022.
Mengutip Laotiantimes, mengatakan bahwa tingkat inflasi tersebut merupakan tren yang tertinggi sejak Mei 2000. Tingginya inflasi ini terutama dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak.
''Kenaikan harga bensin, gas, dan barang-barang impor lainnya, bersama dengan depresiasi mata uang Kip Laos, memicu inflasi yang tak terkendali. Indeks harga konsumen telah melonjak jauh melebihi perkiraan dan melampaui batas yang ditetapkan pemerintah sebesar 12 persen." ujar pihak berwenang Laos kepada Laotiantimes, Senin (4/7).
Selain Laos, negara dengan inflasi tertinggi selanjutnya juga dirasakan di Myanmar dengan laju inflasi sebesar 11,39 persen (yoy) hingga Maret 2022. Diikuti Thailand, yakni mencapai 7,66 persen (yoy) hingga Juni 2022.
Kemudian, inflasi Kamboja mencapai 7,2 persen (yoy) hingga Maret 2022, Filipina 6,1 persen (yoy) hingga Juni 2022, dan Singapura 5,6 persen (yoy) hingga Mei 2022.
Sementara itu, inflasi Indonesia berada di peringkat 7 teratas sebesar 4,35 persen (yoy) pada Juni 2022. Disusul dengan Brunei Darussalam 3,2 persen (yoy) per Maret 2022, Vietnam 3,37 persen per Juni 2022, dan Malaysia 2,8 persen (yoy) per Juni 2022.
Kondisi inflasi diprediksi akan mengancam negara-negara Asia Tenggara pada satu tahun ke depan. Hal ini tercatat dalam laporan Japan Center for Economic Research (JCER) bertajuk JCER/Nikkei Consensus Survey on Asian Economics yang dirilis pada Senin (4/7). Laporan JCER menyebut Indonesia berada posisi mengkhawatirkan.
Alarm inflasi tinggi di Indonesia
Laporan JCER disusun oleh para pakar ekonomi dari lima negara terbesar di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand serta India.
Dari survei tersebut, Indonesia menilai skor risiko inflasi di Indonesia mencapai 78 poin dalam skala 0-100. Skor ini menempatkan Indonesia dalam posisi "alarming" atau mengkhawatirkan.
Survei yang sama turut menyebut, Filipina dan India juga tengah menempatkan diri pada posisi mengkhawatirkan dalam hal inflasi. Perolehan skor masing-masing mencapai 93 poin dan 87 poin.
Sementara itu, Malaysia, Thailand, dan Singapura menghadapi risiko inflasi yang sedikit lebih rendah, dengan kisaran skor risiko 55-67 poin. Skor ini menempatkan mereka pada level "cautious" atau waspada.
Para ahli ekonomi memprediksi peningkatan suku bungan di sebagian negara Asia akan berlanjut sampai tahun 2023 mendatang. Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menyebut Bank Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan suku bunga.
"Dengan inflasi yang meningkat, Bank Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan suku bunga di kuartal ketiga 2022," sebut Wisnu dalam laporan JCER.
Penulis: Nabilah Nur Alifah
Editor: Iip M Aditiya