Tahun ini, Indonesia menerbangkan 241.000 calon jemaah untuk menunaikan ibadah haji. Jumlah ini menjadi yang paling banyak sepanjang sejarah. Awalnya, Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 221.000 calon jemaah haji. Kemudian, mendapat kuota tambahan sebanyak 20.000 calon jemaah.
Kuota tambahan tersebut terbagi dalam dua kategori layanan, yaitu 10.000 kuota untuk layanan haji reguler dan 10.000 kuota untuk layanan haji khusus. Dengan kuota tersebut, Indonesia memiliki 213.320 calon haji layanan reguler dan 27.680 calon haji layanan khusus.
Peningkatan jumlah calon jemaah haji tahun ini hampir mencapai 40.000 orang dari tahun lalu.
Dari catatan Kementerian Agama, Jawa Barat memiliki jumlah jemaah calon haji paling banyak tahun ini, yaitu mencapai 49.814. Jumlah tersebut hanya mencakup jemaah haji di layanan reguler.
Provinsi lain di Pulau Jawa juga mencatat jumlah calon jemaah haji tertinggi. Setelah Jawa Barat, secara nasional jumlah paling banyak dimiliki Jawa Timur, yaitu 45.437 calon jemaah haji. Kemudian, disusul Jawa Tengah dengan 39.153 calon jemaah haji.
Banten memiliki 12.175 calon jemaah haji, kemudian DKI Jakarta dengan 10.317 calon jemaah haji, dan DIY dengan 4.125 calon jemaah haji.
Provinsi lain dengan jumlah calon jemaah haji cukup banyak adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Riau, dan Lampung. Jumlahnya berada di antara 6.000 sampai 10.000 calon jemaah.
Provinsi yang paling sedikit memiliki calon jemaah haji adalah Kalimantan Utara dengan 535 orang.
Dilansir dari situs Kementerian Agama RI, para calon jemaah haji terbagi dalam 554 kloter yang mulai diberangkatkan pada 12 Mei 2024 lalu. Pada 24 Mei, gelombang 2 calon jemaah haji sudah tiba di Makkah.
“Alhamdulillah Daerah Kerja (Daker) Makkah per hari ini sudah menerima 76 kloter dari Madinah, dan mulai menerima kedatangan jemaah gelombang ke-2 dari Jeddah,” tutur Kepala Daker Makkah, Khalilurrahman, Jumat (25/4).
Tahun ini, Pemerintah Arab Saudi memfasilitasi setiap jemaah haji dengan smart card. Kartu tersebut memuat identitas jemaah yang dapat diakses melalui barcode yang ditampilkan.
Identitas tersebut berupa nama jemaah, tempat dan tanggal lahir, foto, nomor visa, provider yang menerbitkan, dan lokasi pemondokan jemaah di Mekkah. Kartu tersebut juga digunakan sebagai akses untuk rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Kartu ini sebagai wujud dari peraturan bahwa orang berhaji harus memiliki izin, “Nah itu (smart card) sama dengan izin (berhaji),” tambah Khalilurrahman.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor