Terlalu sempit rasanya apabila kita mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat hanya didasarkan pada pendapatan nasional dan pertumbuhan di sektor ekonomi. Setidaknya, ada 2 alasan mengapa bisa terjadi bias.
Pertama, angka pendapatan nasional tidak mengungkapkan penerima hasilnya. Kedua, indikator pendapatan nasional kerap menimbulkan penafsiran keliru sebab ada aspek penting yang tidak tergambarkan oleh indikator tersebut.
Oleh sebab itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) muncul sebagai perluasan pilihan dari konsep pembangunan yang kurang komprehensif. IPM pun menjadi salah satu tolok ukur kinerja pemerintah yang patut disorot serta dikaji lebih lanjut sebagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.
Dalam menjalankan fungsinya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai tolak ukur empirik kinerja pemerintah dalam sektor pembangunan manusia. Indikator ini kemudian juga berfungsi sebagai salah satu data untuk menentukan Dana Alokasi Umum (DAU).
IPM sendiri pertama kali dicetuskan dalam United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. Secara internasional, indikator ini disebut Human Development Index (HDI) dan rutin dipublikasikan tiap tahun lewat Human Development Report (HDR).
Karena itu, indikator ini biasa digunakan untuk membagi negara ke dalam kategori negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang. Selain itu, data dari IPM juga bisa berfungsi dalam mengukur pengaruh kebijakan ekonomi dalam pembangunan manusia di sebuah negara.
Ada 3 dimensi yang digunakan untuk mengukur IPM penduduk suatu wilayah. Ketiga dimensi tersebut ialah umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak.
Tiap dimensi juga memiliki indikatornya masing-masing. Umur panjang dan hidup sehat dihitung berdasarkan angka harapan hidup saat lahir, pengetahuan dihitung berdasarkan harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta standar hidup layak dihitung berdasarkan pengeluaran per kapita.
Ada tren peningkatan yang konsisten dalam 1 dekade
Meskipun tergerus pandemi Covid-19, raihan IPM di Indonesia terus mengalami peningkatan secara konsisten selama kurun waktu 1 dekade ke belakang. Skor IPM Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,76 persen sejak tahun 2010 hingga 2021.
Pada tahun 2021, IPM secara nasional mengalami peningkatan 0,35 poin atau 0,49 persen yang sebelumnya 71,94 menjadi 72,29.
Sebelumnya, pada tahun 2020 hanya indikator umur panjang dan hidup sehat serta pengetahuan yang mengalami peningkatan. Sementara itu, standar hidup layak mengalami penurunan dari Rp11,30 juta pada tahun 2019 menjadi Rp11,01 juta pada tahun 2020 akibat tekanan dari pandemi Covid-19. Oleh karena itu, peningkatan IPM di tahun 2020 terbilang yang paling kecil yakni hanya meningkat 0,02 poin atau tumbuh 0,03 persen.
Sedangkan pada tahun 2021, IPM mengalami peningkatan di ketiga dimensi tersebut. Dimensi umur panjang dan hidup sehat mengalami peningkatan 0,1 tahun atau 0,14 persen untuk bayi yang lahir menjadi 71,57 tahun. Dalam standar hidup layak juga meningkat Rp143 ribu atau 1,3 persen yang dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran riil perkapita yakni sebesar Rp11,156 juta.
Lalu, dimensi pengetahuan, penduduk berusia lebih dari 7 tahun memiliki harapan lama sekolah selama 13,08 tahun, meningkat 0,1 tahun (0,77 persen) dibanding tahun 2020. Sementara rataan lama sekolah yang berumur 25 tahun ke atas adalah 8,54 tahun, meningkat 0,06 tahun (0,71 persen) pada tahun 2021.
DKI Jakarta raih IPM tertinggi, DI Yogyakarta naik status jadi sangat tinggi
Bila ditinjau berdasarkan data IPM di tingkat provinsi, DKI Jakarta menjajaki peringkat teratas IPM antar provinsi di Indonesia pada tahun 2021. Adapun IPM yang dimiliki DKI Jakarta tahun ini ialah sebesar 81,11 dan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2020 di mana DKI Jakarta memperoleh IPM sebesar 80,77.
Menyusul di posisi ke-2, DI Yogyakarta mencatatkan IPM sebesar 80,22 pada tahun 2021. Sama seperti DKI Jakarta, IPM di DI Yogyakarta tergolong sangat tinggi yang mana naik status dari tahun sebelumnya. Sementara di posisi ke-3 diisi oleh Kalimantan Timur dengan IPM sebesar 76,88 menjadikannya masuk dalam kategori tinggi.
Kemudian posisi ke-4 diraih oleh Kepulauan Riau dengan IPM sebesar 75,79. Bersaing tipis, Bali menempati posisi ke-5 dengan IPM sebesar 75,69. IPM yang dimiliki kedua provinsi tersebut sama-sama berada dalam kategori tinggi.
DKI Jakarta kembali mempertahankan posisi puncak klasemen IPM tertinggi di Indonesia sepanjang tahun 2021. Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta mengapresiasi kinerja jajaran pemerintahannya atas upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terus digencarkan terlepas dari situasi pandemi Covid-19.
Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan visi serta kebijakan pembangunan di DKI Jakarta. Upaya tersebut disampaikan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta Tahun 2017 - 2022.
Empat hal ditekankan Anies dalam rencana pembangunan DKI Jakarta. Hal pertama yang ditekankan yakni perencanaan ruang berbasis neighborhood (lingkungan terdekat sekitar) agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan tanpa harus menempuh jarak jauh.
Hal kedua yang ditekankan yakni fasilitas dan layanan dasar kota yang berketahanan. Berikutnya ialah peningkatan infrastruktur digital sebagai tulang punggung dari tata kelola pemerintahan modern berbasis data. Terakhir, integrasi data kependudukan untuk menghasilkan intervensi sosial yang tepat.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya