Seperti yang diketahui, tanggal 1 Desember telah ditetapkan sebagai Hari AIDS Sedunia setiap tahunnya.
Melansir dari laman resmi World Health Organization (WHO), tema yang diusung tahun 2023 ini adalah “Let Communities Lead” atau “Biarkan Komunitas Memimpin”, merupakan kesempatan untuk merefleksikan kemajuan yang telah dicapai hingga saat ini, untuk meningkatkan kesadaran tentang tantangan yang masih ada dalam mencapai tujuan untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030 dan untuk memobilisasi semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama melipatgandakan upaya untuk memastikan keberhasilan respons HIV.
Hingga kini, HIV memang masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat global yang sejauh ini telah merenggut 40,4 juta [32,9–51,3 juta] nyawa dengan penularan yang terus berlanjut di seluruh negara secara global; dengan beberapa negara melaporkan tren peningkatan infeksi baru.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan keterangan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah kasus estimasi hingga 2023 yang dilaporkan tercatat ada 515.455 orang mengidap human immunodeficiency virus (HIV) di Indonesia. Sebanyak 454.723 orang dari total tersebut atau 88% di antaranya sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dr Imran Pambudi dalam Press Briefing Hari AIDS Sedunia 2023 melalui kanal Youtube Kementerian Kesehatan RI, Kamis (30/11/2023), menyebutkan bahwa baru 40% ODHIV yang mendapatkan pengobatan HIV.
“GAP yang paling besar adalah bagaimana untuk memasukkan para ODHIV itu untuk memulai pengobatan. Jadi ini 40 persen dari ODHIV dari yang sudah teridentifikasi. Kemudian gap yang besar berikutnya adalah ODHIV yang sedang dalam pengobatan yang dites VL (viral load) jadi tinggal 74.563. Padahal, kami perlu mengetahui bagaimana dampak pengobatan terhadap mereka. Sehingga kami memerlukan testing viral load ke para ODHIV tadi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Imran juga memaparkan bahwa usia terbanyak pengidap HIV berada dalam rentang 25-49 tahun atau sekitar 69,9% dari total kasus tersebut.
Disusul kemudian, usia 20-24 tahun atau sekitar 16,1%, usia di atas 50 tahun sekitar 7,7%, serta usia 15-19 tahun atau sekitar 3,4%. Selain itu, ada pula anak usia di bawah 4 tahun dan 5-14 tahun yang sudah terkonfirmasi mengidap HIV.
“Cuma kami juga lihat di sini untuk usia kurang dari 4 tahun itu masih ada sekitar 2 persen, dan ini menandakan bahwa transmisi dari ibu ke anak masih terjadi,” tambah Imran.
Adapun data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah kasus pengidap HIV berdasarkan provinsinya di Indonesia terbanyak adalah Jawa Tengah di posisi pertama dengan jumlah kasus mencapai 1.484 kasus.
Disusul oleh Papua di posisi kedua dengan jumlah 858 kasus, dan Bali di posisi ketiga dengan jumlah mencapai 851 kasus.
Imran juga menjelaskan bahwa para pengidap berstatus ODHIV harus segera memulai pengobatan dan secara konsisten dimonitor untuk mengetahui perkembangan kondisi kesehatannya.
“Kedua hal ini sangat memerlukan kolaborasi dari teman-teman komunitas, karena komunitaslah yang memiliki akses yang lebih besar di dalam pendampingan kepada ODHIV, yang bisa membantu mereka mengakses layanan terapi dan laboratorium,” pungkasnya.
Penulis: Anissa Kinaya Maharani
Editor: Editor