Dewan pers telah merilis data terbarunya mengenai Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Indonesia 2022. Hasil survei yang dilakukan Dewan Pers sepanjang Januari hingga Desember 2021 terhadap 34 provinsi di Indonesia, secara nasional IKP tahun 2022 naik sebesar 1,86 poin menjadi 77,88 poin. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara nasional, kemerdekaan pers di Indonesia berada dalam kondisi “Cukup Bebas” dalam menyiarkan informasi kepada publik.
Penentuan poin dibagi menjadi lima kategori, yakni kategori Bebas dengan total skor 90-100 poin, Cukup Bebas 70-89 poin, Agak Bebas 56-69 poin, Kurang Bebas 31-55 poin, dan Tidak Bebas 1-30 poin.
Diketahui, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka, wawancara, FGD, pengumpulan data sekunder dan tinjauan literatur. Penilaian IKP pun diberikan oleh narasumber ahli yaitu 10 informan ahli (IA) di setiap provinsi dan 10 anggota National Assessment Council (NAC).
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra mengatakan, meski terjadi tren peningkatan, kemerdekaan pers di Indonesia masih perlu banyak perhatian lebih. Masih banyak hal yang perlu ditingkatkan.
"Kita jangan berpuas diri dulu, karena kemerdekaan pers ini masih harus diperjuangkan," ujar Azyumardi pada acara Peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers, pada Kamis (25/8).
Penilaian IKP bertujuan sebagai tolok ukur dalam melihat dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang menghambat pelaksanaan kemerdekaan pers. Seperti yang disebutkan dalam Undang Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999, “... wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin".
Walaupun sudah tertera dalam peraturan negara, kondisi kemerdekaan pers di Indonesia masih perlu banyak perbaikan. Lalu bagaimana kondisinya saat ini?
Indeks kebebasan pers nasional mengalami kenaikan
Sejak lima tahun berturut-turut hasil survei IKP menunjukkan tren peningkatan. Pada 2017 skor IKP menyentuh angka 67.92 poin, dan kemudian meningkat menjadi 69,00 pada 2018. Jumlah penilaian tahun 2017 dan 2018 menetapkan kondisi kemerdekaan pers di Indonesia dalam kondisi “Agak Bebas”.
Lalu kemudian membaik pada tahun 2019 hingga 2022 dalam kondisi “Cukup Bebas”. Besaran peningkatan yang hanya mengalami kenaikan tipis, yakni dengan skor masing-masing sebesar 73.71 poin, 75,27 poin, 76,02 poin, dan 77,88 poin.
Jika berdasarkan wilayahnya, tiga provinsi yang mendapat nilai IKP tertinggi diisi oleh Kalimantan Timur (83,78 poin), Jambi (83,68 poin), dan Kalimantan Tengah (83,23 poin).
Sementara itu, provinsi dengan nilai IKP terendah berada di Jawa Timur (72,88 poin). Lalu kemudian disusul oleh Papua Barat (69,23 poin) dan Maluku Utara (69,84 poin) yang masih berada pada posisi lima terbawah IKP sejak 2020. Sedangkan, IKP untuk wilayah DKI Jakarta berada sedikit di atas IKP nasional, yakni 79,42 poin.
Secara umum, dari 34 provinsi menunjukkan kondisi "Cukup Bebas", hanya Papua Barat dan Maluku utara yang menunjukkan kondisi kemerdekaan pers “Agak Bebas”.
Indikator Penilaian
Penilaian IKP dilakukan pada tiga kondisi lingkungan, yakni (1) Lingkungan Fisik dan Politik yang terdiri dari sembilan indikator; (2) Lingkungan Ekonomi yang terdiri dari lima indikator; dan (3) Lingkungan Hukum yang terdiri dari enam indikator. Seluruh indikator tersebut disusun dalam bentuk kuesioner. Dengan demikian 20 indikator dengan 75 sub indikator sebagai representasi penilaian IKP.
Dengan komposisi tersebut, diperoleh nilai IKP 2022 merepresentasikan kondisi kemerdekaan pers di setiap provinsi selama tahun 2021. Grafik menyebutkan, indikator penilaian IKP 2022 pada posisi puncak adalah indikator Lingkungan Fisik dan Politik yakni sebesar 78,95 poin). Disusul dengan dua indikator lainnya, yakni Lingkungan Ekonomi dengan nilai 76,86 poin, dan Lingkungan Hukum sebesar 76,71 poin.
Meski secara nasional IKP memperlihatkan kenaikan, Dewan Pers memberi catatan yang berguna sebagai perbaikan kemerdekaan pers di Indonesia.
Tiga masalah utama kemerdekaan pers di Indonesia
Survei IKP tahun 2022 turut menyoroti tiga problema utama kemerdekaan pers selama tahun 2021. Pertama, kejadian kekerasan terhadap wartawan masih terjadi di Indonesia. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) melalui Dewan Pers mencatat masih adanya kekerasan pers di Indonesia. Sepanjang tahun 2021, LBH menyebut telah terjadi 55 kasus kekerasan terhadap pers yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia. Jumlah kasus ini menurun dibandingkan yang terjadi selama tahun 2020, yakni mencapai 117 kasus. Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI Indonesia) mencatat, telah terjadi 43 kasus kekerasan pers di tahun 2021, sedikit menurun dibandingkan tahun 2020.
Kedua, mengenai persoalan jaminan pemberian gaji yang layak bagi setiap wartawan. Hasil IKP tahun 2022 menunjukkan, sebanyak 12 provinsi tidak memberikan gaji atau upah sesuai ketentuan. Tertulis dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 03/peraturan DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers yang menyatakan bahwa wartawan berhak mendapat paling sedikit 13 kali gaji setara Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam satu tahun, dan jaminan sosial lainnya. Tidak dapat dipungkiri kondisi ini juga disebabkan oleh kondisi pandemi Covid-19 yang berakibat pada penurunan pendapatan iklan.
Ketiga, perlu adanya aksesibilitas para penyandang disabilitas mendapat informasi di media. Setidaknya, masih ada 25 provinsi yang mendapat nilai di bawah 70,00 dalam pernyataan kewajiban media massa untuk menyiarkan berita yang dapat dicerna oleh penyandang disabilitas seperti penderita tunarungu dan tunanetra. Sesuai dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 24 Ayat 2 tentang Penyandang Disabilitas.
Penulis: Nabilah Nur Alifah
Editor: Iip M Aditiya