Nama adalah identitas utama yang melekat pada setiap individu. Ia tidak hanya menjadi penanda yang membedakan seseorang dari orang lain, tetapi juga mencerminkan warisan budaya, tradisi, bahkan harapan orang tua terhadap anaknya.
Dalam banyak hal, nama menjadi bagian penting dari kehidupan seseorang, mulai dari perkenalan hingga dokumen resmi, membentuk fondasi bagaimana seseorang dikenali di tengah masyarakat.
Namun, di negara dengan populasi besar seperti Indonesia, tidak jarang ditemukan nama yang sama antar individu. Fenomena ini dapat terjadi karena beragam faktor, seperti kecenderungan penggunaan nama-nama populer, pengaruh budaya lokal, hingga tradisi pemberian nama yang serupa dalam suatu komunitas.
Hal ini menciptakan situasi unik di mana dua atau lebih individu yang tidak memiliki hubungan keluarga dapat berbagi nama yang identik.
Data dari Kemendagri menunjukkan nama-nama laki-laki yang paling banyak digunakan di Indonesia berdasarkan informasi dari e-KTP tahun 2024. Data tersebut menunjukkan Sutrisno menjadi yang paling umum dengan jumlah 144.497 orang.
Nama ini diikuti oleh Slamet dan Mulyadi, masing-masing dengan jumlah pengguna sebanyak 115.354 orang dan 111.685 orang. Keberadaan nama-nama ini mencerminkan popularitas nama tertentu yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh tradisi budaya lokal.
Misalnya, nama-nama seperti Slamet dan Sutrisno memiliki nuansa budaya Jawa yang kuat, mengingat jumlah penduduk Jawa yang dominan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bagaimana nilai tradisi dan kebudayaan memainkan peran besar dalam pemberian nama.
Beberapa nama lainnya yang juga sering digunakan adalah Herman (101.990 orang), Supardi (93.202 orang), serta Ismail (89.732 orang). Nama-nama seperti Supriyanto, Wahyudi, Junaidi, dan Suparman yang masing-masing memiliki jumlah pengguna di kisaran 85.000-an juga menunjukkan popularitasnya di kalangan masyarakat.
Untuk perempuan, nama Nurhayati menempati posisi teratas dengan jumlah pengguna sebanyak 254.922 orang, jauh melebihi nama-nama lainnya.
Di urutan kedua terdapat Sulastri dengan 192.979 orang, diikuti oleh Sumiati dengan 172.759 orang. Keberadaan nama-nama populer ini mencerminkan tren budaya dan tradisi yang memengaruhi penamaan perempuan di Indonesia.
Selain itu, nama-nama seperti Sri Wahyuni (163.189 orang), Sumarni (158.882 orang), dan Sunarti (135.891 orang) juga banyak digunakan.
Nama-nama lainnya seperti Siti Aminah, Ernawati, Aminah, dan Kartini, masing-masing dengan jumlah pengguna di atas 100.000, memperlihatkan pengaruh tradisi dan budaya dalam pemilihan nama perempuan.
Secara keseluruhan, data ini mencerminkan pola penamaan di Indonesia yang erat kaitannya dengan tradisi, budaya lokal, dan nilai religius. Tingginya jumlah individu dengan nama yang sama menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk memilih nama-nama yang sudah dikenal luas.
Namun, fenomena ini juga menciptakan tantangan administratif, terutama dalam memastikan keunikan identitas setiap individu.
Sistem pendukung seperti nomor induk kependudukan (NIK) berperan penting untuk mengatasi kesamaan nama dalam pengelolaan data kependudukan yang efektif.
Fenomena ini tidak hanya menarik untuk dianalisis secara sosial, tetapi juga relevan dalam konteks manajemen data di negara dengan populasi besar seperti Indonesia.
Baca Juga: 83% Lansia RI Bergantung Secara Finansial pada Keluarga
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor