Pencucian uang (money laundering) merupakan tindakan kriminal yang masih banyak ditemukan di Indonesia. Terdapat beberapa profesi yang secara tidak langsung memiliki potensi untuk terlibat dalam kegiatan ini.
Profesi-profesi yang terlibat dalam pencucian uang biasanya memiliki akses terhadap aliran dana yang besar atau kemampuan untuk memanipulasi transaksi keuangan.
Profesi Paling Rawan Pencucian Uang
Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pencucian uang merupakan metode untuk menyamarkan, memindahkan, dan memanfaatkan hasil dari tindak pidana, seperti kejahatan terorganisir, tindak pidana ekonomi, korupsi, perdagangan narkoba, dan aktivitas kriminal lainnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa pencucian uang adalah upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang atau dana yang diperoleh dari suatu aksi kejahatan atau hasil tindak pidana sehingga seolah-olah tampak menjadi harta kekayaan yang sah.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis data profesi di Indonesia yang sering terlibat dalam tindak pidana pencucian uang melalui laporan Indonesia National Risk Assessment on Money Laundering 2021 yang dipublikasikan Januari 2023.
PPATK menyusun indeks profesi yang paling rentan terlibat dalam pencucian uang menggunakan skala 3-9, dengan semakin tinggi skornya maka semakin besar pula risiko profesi tersebut melakukan pencucian uang.
Menariknya, profesi yang paling rawan terlibat pencucian uang adalah pejabat pemerintah/legislatif yang memperoleh skor tertinggi 9 poin. Berikutnya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan skor 7,2 poin.
Profesi selanjutnya yang berisiko pencucian uang adalah pengusaha dengan memperoleh skor 6,76 poin, diikuti oleh karyawan swasta dengan 6,58 poin, PNS (5,84 poin), profesional/konsultan (5,52 poin), TNI/Polri (5,44 poin). dan terakhir karyawan bank dengan (5,14 poin).
Dampak Negatif Pencucian Uang
Pencucian uang memiliki dampak yang serius terhadap tatanan ekonomi negara. Tindakan ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial dan politik.
Uang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan atau pelayanan publik, justru malah hilang ke dalam aliran transaksi ilegal. Hal ini dapat berdampak pada kualitas layanan pemerintah dan memperlambat pembangunan ekonomi.
Selain itu, reputasi negara yang dianggap memiliki tingkat pencucian uang yang tinggi cenderung dipandang buruk oleh negara lain, yang dapat mempengaruhi kerja sama ekonomi dan investasi asing. Negara lain tentu enggan untuk bekerja sama dengan lingkungan bisnis yang tidak transparan.
Maka dari itu, untuk mengatasi kasus pencucian uang, pemerintah Indonesia harus memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, serta bekerja sama dengan lembaga internasional dalam memerangi tindak pidana pencucian uang yang dapat merugikan negara.
Baca Juga: Indonesia Jadi Negara yang Paling Cemas Terhadap Korupsi
Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor