Belum Sembuh, Inflasi di Rusia Pasca Invasi Ukraina Tetap Tinggi

Rusia masih terpuruk dalam jurang inflasi akibat invasinya terhadap Ukraina.

Belum Sembuh, Inflasi di Rusia Pasca Invasi Ukraina Tetap Tinggi Ilustrasi inflasi | Pixabay

Inflasi di Rusia pasca invasinya ke Ukraina tidak terpantau membaik. Memang sejak invasinya kepada Ukraina, Rusia mengalami sejumlah kesulitan perekonomian.

Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah karena adanya sanksi ekonomi yang ditetapkan oleh Joe Biden, Presiden Amerika Serikat. Dikutip dari BBC, Joe Biden baru-baru ini menetapkan sanksi ekonomi terhadap 500 perusahaan Rusia yang berfokus pada mesin perang Rusia, dan ekspor akan dibatasi pada hampir 100 perusahaan atau individu untuk menekan kemampuan Rusia untuk membuat senjata.

Beberapa negara lain juga menerapkan sanksi ekonomi terhadap Rusia, seperti Inggris, Uni Eropa, Australia, Kanada, dan Jepang. Tidak hanya senjata, sanksi ekonomi juga menyasar beberapa sumber pendapatan Rusia salah satunya minyak, yang sangat memengaruhi perekonomian Rusia.

Inflasi di Rusia

Inflasi di Rusia masih terpantau tinggi | GoodStats

Terpantau bahwa inflasi Rusia masih tinggi hingga tahun 2023. Angka paling tinggi menyentuh 13,8% pada tahun 2022, tahun yang sama Rusia memulai invasinya terhadap Ukraina. 

Angka memang terpantau turun dan tidak setinggi pada tahun 2022. Tetapi inflasi ini tetap dianggap tinggi jika dibandingkan dengan beberapa tahun seperti tahun 2018 yang hanya mencapai angka 2,9%.

Inflasi Rusia pada 2024

Inflasi Rusia pada tahun 2024 mencapai angka tertinggi di bulan Juli | GoodStats

Pada tahun 2024, Rusia mengalami inflasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka inflasi di atas 7%. Inflasi ini juga cukup mencekik masyarakat Rusia. Pasalnya, banyak bahan makanan pokok yang harganya melonjak tinggi. 

Bank-bank di Rusia juga telah meningkatkan suku bunga sebanyak empat kali untuk mengendalikan inflasi. Tetapi sepertinya tindakan tersebut seperti tidak membuahkan hasil.

Dikutip dari VOA, bank mengkhawatirkan harga-harga yang meningkat dengan laju tahunan sekitar 12% setelah suku bunga terakhir dinaikkan menjadi 15%, dua kali lipat dari tingkat suku bunga awal tahun. Sekarang, bank memperkirakan inflasi untuk tahun ini dan tahun depan akan menjadi sekitar 7,5%.

Menurut Reuters, peningkatan suku bunga pada 25 Oktober menjadi 21%—level tertinggi dalam lebih dari dua dekade terakhir—dan langkah-langkah pengetatan moneter lainnya, seperti kenaikan 0,3% harga konsumen Rusia pada minggu terakhir, mendekati perkiraan resmi pemerintah sebesar 7,3% untuk tahun penuh, menurut data statistik yang dirilis pada hari Rabu. menunjukkan bahwa inflasi masih tetap tinggi. Dibandingkan minggu sebelumnya, harga-harga naik 0,19%.

Selain dari itu, data menunjukkan bahwa harga bahan makanan pokok, seperti mentega dan produk susu, terus naik. Harga mentega naik hampir 30% setiap tahun, dan harga susu naik sekitar 12%.

Pemerintah Rusia masih terus berupaya untuk melakukan penanganan terhadap inflasi ini. Salah satu yang harus segera diatasi adalah kecenderungan Rusia untuk melakukan impor namun kesempatan ekspor malah berkurang drastis, apalagi sejak sanksi ekonomi yang diberikan negara asing. 

Baca juga: Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Perekonomian Indonesia

Penulis: Aurellia Angelie
Editor: Editor

Konten Terkait

204 Kursi Parlemen Setuju, Presiden Yoon Suk Yeol Dimakzulkan

Presiden Yoon Suk Yeol mengejutkan publik dan aparat negara dengan mengumumkan pemberlakuan darurat militer. Sebagai respons, parlemen memberikan sanksi.

Hasil Pilpres AS: Trump Menang di 29 Negara Bagian, Kamala 19

Hasil Pilpres Amerika Serikat menunjukkan bahwa Trump sudah menang di 29 negara bagian dengan memperoleh 294 suara dari dewan pemilih.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook