Sepanjang tahun 2022, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat aksi kriminalitas di Indonesia mencapai 276.507 perkara. Adapun, angka kriminalitas pada 2022 naik sebesar 7,3% dari tahun 2021 yang sebanyak 257.743 perkara.
Jika dirata-ratakan dalam periode setahun, jumlah kejahatan di Indonesia terjadi sebanyak 31,6 kejadian tiap jamnya. Dengan demikian, terdapat 1 kasus kejahatan tiap dua menit dua detik.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menjelaskan, naiknya angka kriminalitas pada tahun 2022 terjadi seiring dengan penghapusan kebijakan pembatasan mobilitas di tanah air di tengah melandainya pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, Listyo juga mengatakan bahwa jumlah penyelesaian kasus pada 2022 turut menurun sebanyak 0,9% atau 1.877 kasus. Polri melaporkan, pada 2022 mereka hanya berhasil menyelesaikan sebanyak 200.147 kasus.
Meski demikian, Sigit mengatakan bahwa Polri berupaya mengedepankan pendekatan secara restorative justice untuk kasus-kasus tertentu. Ini dilakukan agar Korps Bhayangkara dapat menyelesaikan masalah melalui perdamaian.
"Kami melihat dari hasil survei, masyarakat rata-rata memang menginginkan terhadap kasus-kasus tertentu diselesaikan dengan restorative justice," jelas Sigit dikutip dari CNN Indonesia.
Adapun, sebagian besar kasus kejahatan yang terjadi di Indonesia pada periode Januari-April 2023 adalah pencurian dengan pemberatan (curat), yakni sebanyak 30.019 kasus.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencurian dengan pemberatan adalah jenis pencurian yang dilakukan dalam keadaan tertentu, sehingga hukumannya menjadi lebih berat.
Selanjutnya, diikuti oleh kejahatan kategori pencurian biasa di posisi kedua dengan jumlah mencapai 20.043 kasus. Kemudian, kejahatan penipuan dan penganiayaan menyusul dengan jumlah kasus masing-masing sebanyak 6.425 kasus dan 6.374 kasus sepanjang periode Januari-April 2023.
Rapor kinerja Polri capai angka 76 pada 2023
Mengacu pada hasil laporan lembaga riset berbasis software teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) Indonesia Indicator, nilai rapor kinerja Polri berdasarkan persepsi publik pada periode Januari-Juni 2023 tercatat mencapai angka 76 dari 100.
“Angka ini diperoleh dari analisis framing media online terhadap berbagai pemberitaan mengenai Polri,” jelas Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang dalam keterangan tertulis dilansir dari Antaranews.com.
Ia menambahkan, capaian tersebut menunjukkan pulihnya citra Polri setelah sempat mengalami kemunduran akibat sejumlah kasus pada tahun 2022 lalu, seperti tragedi Kanjuruhan, Ferdy Sambo, hingga kasus narkoba Teddy Minahasa.
Sementara, faktor yang mendasari naiknya penilaian publik kepada Polri di antaranya adalah berbagai upaya Polri yang dinilai baik dalam membenahi diri, menegakkan hukum, serta mendekati masyarakat.
“Naiknya sentimen positif ini juga diikuti oleh berbagai upaya Polri dalam membenahi diri, menegakkan hukum, dan mendekati masyarakat. Sepanjang tahun ini (2023), Polri juga telah mengerahkan daya upaya untuk menyelesaikan berbagai kasus narkoba, pengamanan agenda nasional seperti KTT Asean, mengkondisikan berbagai persiapan pelaksanaan pemilu damai," jelas Rustika seperti dikutip dari laman resmi Polri.
Tingkat kepercayaan publik ke Polri alami peningkatan pada Juni 2023
Bersumber dari laporan Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia teranyar, tingkat kepercayaan masyarakat ke Polri mengalami pertumbuhan pada periode Juni 2023, dengan capaian sebesar 76,4%. Rinciannya, sebanyak 10,8% publik sangat percaya dan 65,6% lainnya cukup percaya.
Peneliti Utama Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Polri dapat kembali memulihkan citranya kurang dari setahun. Adapun, kepercayaan publik terhadap Polri terjun bebas di angka 54% pada periode Agustus 2022 pasca terjadinya kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Ferdy Sambo.
“Saat itu, kurang lebih sebulan setelah Sambo menyita perhatian publik, kita laporkan itulah trust paling rendah yang polisi dapatkan saat itu,” ujarnya seperti yang dikutip dari laman Humas Polri.
Jika dilihat dari sisi pembenahan, mayoritas publik atau 10,1% responden dari total 1.220 orang berharap agar Polri segera memberantas kasus pungutan liar (pungli). Mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pungli merupakan tindakan korupsi yang termasuk pada kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus segera diberantas.
"Ada penurunan ya terkait pungli ini, meskipun tidak hilang. Artinya, masih ada oknum polisi yang melanggar prosedur," jelas Burhanuddin.
Selain pungli, terdapat beberapa hal yang perlu dibenahi dari Polri menurut publik. Di antaranya adalah kinerja anggota dengan persentase sebesar 5,1%. Lalu, ada juga publik yang menilai bahwa Polri harus membenahi pelayanan, internal, dan keamanan dengan persentase masing-masing sebesar 4,8%, 4,2%, dan 4,1%.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya